This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Menyelesaikan Tugas



Menyelesaikan Tugas

0Toma memasuki toilet yang sesuai dengan deskripsi yang disampaikan orang utusan Tuan Nemu melalui alat komunikasi. Toma segera membuka pintu toilet dan dihadapkan dengan tiga bilik toilet. Salah satu dari bilik itu tertutup, jadi Toma memasuki bilik di sampingnya.     
0

Sesuai instruksi yang diberikan, setelah Toma masuk, ia mengetuk dinding bilik sebanyak tiga kali lalu mengucapkan nama GOHABI sekali.     

Tidak lama kemudian, sesuatu yang berukuran kecil dilemparkan melalui bukaan di bawah dinding di antara kedua bilik. Toma segera mengambilnya. Itu adalah sebuah benda kecil berbentuk kubus dan sebuah bungkusan berisi pil berwarna biru.     

Alat komunikasi di dalam sakunya tiba-tiba bergetar.     

'Benda itu adalah ruang sihir penyimpanan yang dikembangkan oleh Keluarga Udrea. Di dalam ruang sihir itu telah tersimpan puluhan pisau besi dan pil sihir. Ruang penyimpanan ini hanya bisa dibuka oleh sihir dan sudah di set agar bisa dibuka hanya dengan sihir elemen air. Jadi, ketika kau ingin membukanya, minum satu pil biru dan jangan lupa untuk mengeluarkan pil lagi dari ruang penyimpanan sebelum efek dari pil itu habis.     

p.s: Tuan Nemu memberikan waktu satu bulan mulai dari sekarang untukmu. Tuan Nemu mengharapkan hasil yang terbaik.'     

Setelah membaca pesan itu, Toma segera memastikan cara kerja alat penyimpanan itu. setelah yakin ia dapat menggunakannya dengan baik, ia mengeluarkan pil sihir biru lagi lalu menyimpannya dengan baik di dalam saku celananya.     

Keluar dari bilik toilet, bilik di sampingnya yang awalnya tertutup sudah terbuka dan kosong. Hawa keberadaan orang utusan itu juga sudah tidak ada lagi.     

Toma kembali memastikan keberadaan ruang penyimpanan dan pil sihirnya itu sebelum berjalan keluar dari toilet.     

Keramaian taman bermain itu segera menyambutnya membuat sakit kepala yang tadinya telah hilang kembali menyerang. Toma berusaha menguak kerumunan itu untuk kembali ke tempat Vasile dan semakin banyak kerumunan yang ia lewati, wajahnya semakin pucat. Ditambah dengan sakit di pinggulnya yang semakin kuat, rasanya bagaikan ia sedang berada di dalam neraka.     

"Toma!"     

Toma sudah hampir kehilangan kesadarannya ketika suara Vasile yang terdengar cemas memanggilnya.     

Entah mengapa, Toma menjadi tenang ketika mendengar suara itu.     

'Apa yang aku pikirkan?!' Gerutunya dalam hati tapi ketika tangan Vasile menggenggam erat lengannya, dirinya menjadi semakin tenang.     

"Kau tidak apa-apa? Wajahmu benar-benar pucat pasi!" cemas Vasile seraya menyodorkan minuman yang telah ia beli.     

Toma meneguk habis minuman itu lalu mengangguk kecil. Air dingin dari minuman itu mengembalikan sedikit kesegaran tubuhnya.     

Vasile menatap Toma dengan cemas. Kulit wajah pria serigala itu masih pucat dan ia bisa melihat kelelahan yang terpancar dari wajah tersebut.     

Ia sangat senang ketika Toma menginginkan kencan dan sudah menanti-nanti hari ini. Namun, ia juga berkontribusi terhadap kelelahan Toma hari ini.     

"Ayo, kita pulang."     

Telinga Toma menegak kaget. Ia langsung mendongak, tidak percaya dengan apa yang ia dengar. Belum sempat ia memohon untuk pulang, pria itu sudah mengusulkan hal itu.     

Toma sangat bahagia karena ia bisa pulang. Namun, ketika ia melihat wajah Vasile, segala kata-katanya tersangkut di tenggorokan.     

Di hadapannya sekarang, Vasile menatapnya dengan sebuah senyum sedih. Toma bisa merasakan kekecewaan Vasile hanya dengan melihat ekspresinya.     

Rasa bersalah memenuhi Toma. Sejujurnya, ia sangat menyadari betapa Vasile menunggu-nunggu hari ini hingga ia sendiri sering merasa bersalah karena telah memanfaatkan paman ini.     

Sekarang, Toma sudah mendapatkan apa yang menjadi tujuannya ke tempat ini dan semua ini tidak akan terjadi jika Vasile tidak membantunya – secara tidak langsung membantunya bukan?     

'Tidak ada salahnya kalau aku membalasnya,' batinnya.     

Toma segera berdiri seraya menarik lengan Vasile membuat paman itu terkejut.     

"To—"     

"Ayo kita naik wahana itu!" seru Toma seraya menunjuk wahana apa pun yang memasuki pandangannya. Tanpa menunggu jawaban dari Vasile, Toma segera menarik pria itu menuju wahana tersebut….     

*****     

"Ugh…."     

Toma terlentang lemas di atas kursi taman yang panjang. Seluruh energinya terkuras habis dan nyawanya serasa sudah hilang setengah.     

Oleh karena tidak familiar dengan wahana di taman bermain, Toma harus menaiki wahana-wahana ekstrim yang berputar berkali-kali hingga ia muntah di tempat. Sekarang, isi perutnya kosong melompong.     

Vasile telah membelikannya air minum dingin. Sejuknya air yang mengalir di dalam kerongkongannya membuatnya sedikit lebih segar. Namun, ia masih tidak punya tenaga untuk duduk.     

Sementara itu, Vasile sedang mencarikan makanan yang mudah dicerna untuk Toma dan belum kembali.     

Toma menatap kanopi pohon yang melambai-lambai tepat di atas pandangannya, merenungkan apa yang telah ia lakukan tadi.     

Ia rasa ia bisa memberi dirinya sendiri pujian karena sudah berusaha keras dalam kegiatan kencan ini, melawan keramaian dan kesakitan di pinggul yang menyiksanya.     

Hari pun sudah mulai sore.     

'Aku rasa, setelah ini, sudah bisa pulang?' Ia berharap begitu karena tubuhnya sudah tidak bisa diajak kompromi lagi.     

Ia rasa Vasile juga sudah cukup bahagia dan ini juga sudah cukup untuk menebus rasa bersalahnya karena telah memanfaatkan perasaan Vasile – setidaknya, menurutnya sudah cukup.     

"Hah…." Toma menghela napas panjang.     

Jika ia berhasil menyelesaikan tugasnya dalam sebulan ini, ia akhirnya bisa terbebas dari Vasile, dari hari-harinya di dalam kediaman itu.     

Memikirkan itu, Toma bahagia – setidaknya, begitulah yang ia pikirkan. Namun, hatinya tidak demikian. Entah mengapa, ia terus membayangkan wajah Vasile ketika ia mengetahui bahwa Toma telah membunuh Luca dan mengkhianatinya. Ia tidak bisa membayangkannya dengan jelas tapi dadanya terasa sesak dan tertutuk-tusuk oleh itu.     

'Walaupun ini demi tujuanku, aku sudah menyakiti perasaan seseorang yang baik….'     

Baiklah, Toma akui, setelah menghabiskan beberapa waktu dengan pria itu, ia menyadari bahwa Vasile sangatlah baik, hingga sesekali, Toma sendiri hampir melupakan kenyataan bahwa Vasile adalah seorang incubus. Ia juga bisa merasakan betapa tulusnya pria itu hingga Toma sering dilanda rasa bersalah. Ia tidak ingin menyakiti Vasile. Namun, rasa bencinya terhadap incubus membuatnya tidak punya pilihan lain. Ia harus melakukan ini demi kebahagiaan dirinya dan kaumnya.     

"Hah…." Toma kembali menghela napas panjang.     

'Maafkan aku….' Toma yakin Vasile akan menemukan seseorang yang lebih baik darinya dan bisa membahagiakan Vasile.     

"Es krim rasa vanilanya satu!"     

Toma kembali tersadar dari lamunannya. Ia menoleh menuju suara gadis yang sedang memesan es krim itu dan napasnya tertahan sejenak.     

Di jarak beberapa meter darinya, terdapat sebuah stan yang menjual es krim. Seorang gadis berambut abu-abu bertelinga dan berekor bulu berdiri membelakangi Toma, sedang menunggu es krimnya dengan tidak sabar.     

'Ini bohong, kan…?'     

Tanpa pikir panjang, Toma bangun dari kursi taman lalu berlari menuju gadis itu. Dengan penuh harapan, ia mencengkeram bahu gadis itu, memaksanya menoleh.     

"Nicole!"     

Namun, harapannya harus pecah berkeping-keping ketika mendapati wajah gadis itu bukanlah yang ia kenal. Ia juga baru sadar bahwa gadis itu berasal dari spesies anjing.     

"Sakit!" gerutu gadis itu dengan kesal.     

"Ah … ma—maaf … aku salah orang…." Toma segera melepaskan cengkeramannya dan membungkuk minta maaf.     

Gadis itu mendengus kesal dan segera pergi ketika es krim pesanannya telah siap meninggalkan Toma yang masih tertunduk lemas.     

'Tidak mungkin, ya … Nicole tidak mungkin bisa bergerak bebas seperti ini….' Namun, ia tetap ingin mengharapkan hal itu karena jika Nicole bisa bergerak sebebas ini, berarti Nicole sudah tidak berada di dalam penjara yang menyesakkan itu.     

'Atau mungkin … ia memang sudah….' Toma segera menggeleng kuat. Tidak! Ia tidak ingin memikirkan kemungkinan Nicole sudah tidak ada di dunia ini. Tidak akan! Bisa saja sebelum kejadian 18 tahun yang lalu, Nicole sudah berhasil bebas!     

Toma terus mengharapkan kemungkinan terbaik tapi hatinya tidak bisa menghilangkan kemungkinan-kemungkinan buruk yang ada itu. Aura di sekelilingnya menjadi semakin suram.     

"Toma…."     

Panggilan Vasile menyadarkan Toma dari lamunannya. Ia mendongak dan menemukan Vasile yang berwajah sedikit lebih serius dari biasanya.     

"Ada apa?" tanya Toma setelah Vasile masih berdiam diri untuk beberapa menit.     

"Siapa itu Nicole?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.