This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Biarkan Aku Membantumu



Biarkan Aku Membantumu

0Mihai merasa ingin menggali lubang dan mengubur dirinya sendiri di dalam. Ini benar-benar memalukan!     
0

Bagaimana bisa ia terangsang hanya karena memegang milik Luca sementara milik Luca yang dipegangnya saja tidak memperlihatkan reaksi!     

Mihai buru-buru menutupi miliknya dengan kedua tangan dan menjauh dari Luca. "Ma—maaf aku … beri aku waktu sebentar di sana! Aku akan menenangkannya!" seru Mihai dengan suara bergetar seraya menunjuk semak-semak tinggi yang berada tidak jauh dari mereka.     

Ia sudah akan berdiri ketika lengannya ditahan oleh Luca.     

"Le—wuah!"     

Tidak menghiraukan protes Mihai, Luca menarik lengan Mihai dengan kuat hingga Mihai kembali terduduk di atas paha Luca.     

Wajah Mihai semakin memerah.     

"Lepas, Luca! Beri ak—aa! Apa yang kau lakukan?!"     

Tidak Mihai sangka, Luca akan mengangkat kaki Mihai dan membukanya lebar.     

Mihai merasa akan meledak. Saking malunya, tanpa sadar, air mata yang jarang ia teteskan pun mulai menggenang di pelupuk matanya.     

Luca sangat terkejut. Ia mematung sejenak sebelum akhirnya, dengan lembut, ia mengusap air mata itu. "Jangan menangis," ujarnya setengah berbisik lembut. "Biarkan aku membantumu," lanjutnya yang tidak bisa Mihai pahami maksudnya.     

Namun, Mihai segera mendapatkan penjelasannya.     

Tanpa basa basi, Luca membuka risleting celana Mihai dan mengeluarkan milik Mihai yang sudah setengah mengeras.     

"Lu—Luca! Berhenti! Tidak per—ah!"     

Mihai benar-benar ingin menghilang dari dunia. Di tengah-tengah protesnya, ia malah mengeluarkan erangan karena tangan Luca yang mulai menggosok lembut miliknya. Wajahnya tidak bisa memerah lebih dari ini lagi dan jantungnya berdentum begitu kencang hingga rasanya akan rusak.     

"Tidak … ahh … Lu—mmmm…." Tidak tahan mendengar erangannya sendiri, Mihai menggigit bibir bagian bawahnya dengan kuat.     

Luca mengernyit dalam. Dengan satu tangannya yang menganggur, ia menarik dagu Mihai dan mengelus lembut bibir pria harimau itu. Ia menarik bagian bawah bibir Mihai dengan pelan, seperti membujuk pria itu untuk melepaskan gigitannya.     

Namun, bukan namanya Mihai jika tidak keras kepala.     

Mihai bersikeras menggigit bibir bagian bawahnya. Semakin kuat Luca menarik bibirnya, semakin kuat juga Mihai menggigitnya.     

Jika begini terus, Mihai benar-benar akan melukai bibirnya.     

Pada akhirnya, Luca melepaskan tangannya dari bibir Mihai.     

Mihai mengira Luca sudah menyerah. Namun, hal yang tidak ia sangka terjadi berikutnya.     

Luca menarik kepala Mihai lembut agar mendekati wajahnya lalu lidah yang basah dan dingin mulai menjilati bibir Mihai.     

Saking terkejutnya, Mihai tidak bisa menahan dirinya untuk tidak memekik kecil, membuat bibirnya terbuka sedikit.     

Menggunakan kesempatan ini, Luca melumat bibir Mihai dengan bibirnya. Lidahnya menjilati bibir Mihai kemudian di sela-sela mengambil napas, ia meneroboskan lidahnya ke dalam rongga mulut Mihai. Lidah Luca menjelajahi bagian dalam mulut Mihai dan terus merangsang bagian-bagian yang sensitif.     

Otak Mihai serasa berhenti bekerja oleh rangsangan yang terjadi di mulut dan bagian bawah dirinya secara bersamaan.     

Ia tidak lagi bisa memikirkan rasa malunya karena pikirannya sudah dikuasai oleh instingnya yang mencari kenikmatan.     

Mihai mulai merasakan dorongan yang kuat dari miliknya yang sudah bengkak dan terus mengeluarkan cairan-cairan bening.     

'Ini … aku sudah….'     

"Mmm … agghhh!!"     

Pandangan Mihai putih seketika. Di saat yang bersamaan, cairan putih yang pekat tertembak keluar, mengotori tangan dan lengan pakaian Luca.     

Napas Mihai terasa berat dan kasar. Begitu juga napas Luca. Mihai merasakan sensasi yang luar biasa, bagaikan berada di surga.     

Keduanya saling bertatapan dalam diam. Luca tidak menyadari bahwa matanya mengeluarkan sinar pink yang redup yang merangsang insting dan gairah Mihai, sementara Mihai pun tidak menyadari bahwa samar-samar, terdapat aroma manis yang menguar dari tubuhnya – bau feromonnya yang terus menggoda Luca. Keduanya penuh dengan gairah….     

Tiba-tiba, Mihai berpikir bahwa ia ingin Luca merasakan sensasi nikmat ini juga. Ia tidak ingin menjadi satu-satunya yang merasakan sensasi ini saja.     

Tanpa pikir panjang, Mihai menarik risleting celana Luca membuat Luca terkejut.     

"Mihai, sto—"     

"Biarkan aku melakukannya juga," sela Mihai. Mulutnya tertekuk kecil membuat ekspresi wajah Mihai seperti anak kecil yang sedang ngambek.     

Deg!     

Luca menemukan keanehan di sekitar dadanya. Matanya tidak bisa terlepas dari wajah Mihai yang imut itu.     

Sementara itu, Mihai sudah mengeluarkan milik Luca yang ternyata sudah sedikit bereaksi. Mihai tersenyum senang.     

Saking senangnya, ia tidak lagi berpikir jernih dan melakukan sesuatu yang tidak akan ia lakukan jika ia sedang sadar.     

Mihai memasukkan milik Luca ke dalam mulutnya dan mulai merangsang benda itu dengan gerakan mulutnya.     

Luca yang tidak menduga hal ini kembali terkejut.     

Selama ini, apa yang dilakukan Mihai selalu tidak terprediksi dan penuh kejutan. Namun, tidak ada yang begitu buruk bagi jantungnya seperti ini.     

"Mihai, tidak perlu … lakukan … ini…." Luca berusaha menghentikannya di sela-sela napasnya yang semakin berat.     

Mihai menggeleng tanpa menghentikan gerakan mulutnya. "Tsidak maw…," gumamnya masih dengan benda Luca di dalam mulutnya.     

Tidak hanya sampai di situ saja, Mihai mulai menggunakan tangannya juga untuk merangsang benda Luca.     

Sensasi yang tidak bisa Luca gambarkan terus menerus memenuhi dirinya. Luca tidak tahu harus menamainya dengan apa … sensasi yang membuatnya merasa tidak bisa menatap Mihai lagi tapi sekaligus membuatnya ingin menatap wajah pria itu lebih dalam lagi. Juga sensasi yang membuatnya ingin kehilangan kendali diri tapi tidak bisa karena ia yakin ia akan menyesalinya nanti. Juga sensasi yang membuat seluruh tubuhnya panas hingga terasa akan meledak. Namun, di atas semua itu, ia pikir ia menyukai hal ini. Jika tidak, ia sudah tidak akan membantu Mihai dengan gairahnya sejak awal dan juga membiarkan Mihai melakukan ini kepadanya.     

Ia tidak tahu alasannya dan otaknya tidak bisa berpikir sekarang karena Mihai semakin mempercepat gerakannya.     

Luca tanpa sadar menutup mulut, menahan erangan aneh yang terdorong untuk keluar dari sana.     

"Gh!"     

"Mpmmh!"     

Cairan pekat yang banyak langsung tertembak ke dalam mulut Mihai. Mihai yang tidak berpengalaman langsung tersedak dan terbatuk-batuk. Sisa-sisa cairan yang tidak sempat masuk segera mengalir keluar dari sudut bibir Mihai dan menetes ke atas tanah.     

"Mihai, kau tidak apa-apa?" Luca menyesal ia tidak menarik wajah Mihai menjauh sebelum ia mencapai klimaks.     

Ia menarik wajah Mihai mendekat dan mulai membersihkan mulut pria itu dari cairan miliknya. "Keluarkan semuanya," pintanya pelan.     

Cairan miliknya masih mengalir pelan dari sudut bibir Mihai hingga ujung dagunya. Sebelum Luca sempat membersihkannya, Mihai sudah menjilatnya duluan. "Aku sudah menelan semuanya," ujar Mihai seraya tersenyum menggoda.     

Luca tercekat melihat pemandangan ini.     

Otaknya mengatakan bahwa pemandangan ini begitu indah. Bibir Mihai yang basah, lidahnya yang terus menjilati sisa-sisa cairan, wajahnya yang merah padam, matanya yang berbinar penuh gairah, kemejanya yang sedikit tembus pandang oleh keringat dan memperlihatkan puting susu merah mudanya, dan bagian bawahnya yang masih terekspos jelas.     

Benda milik Luca kembali bangun lagi tanpa ia sadari.     

Luca menarik Mihai dengan kuat.     

Mihai yang tidak siap oleh tarikan itu langsung limbung dan jatuh pada dada bidang Luca. Badannya menempel erat pada tubuh Luca membuat ia menyadari benda yang mulai mengeras itu lagi.     

"Lu—Luca…." Mihai mendongak, hampir tidak percaya dengan apa yang ia temukan. Ia ingin bertanya sesuatu tapi pertanyaannya buyar ketika matanya bertemu dengan mata berbinar pink yang menatapnya dengan panas.     

"Mihai…," gumam Luca di sela hembusan napasnya. Suaranya terdengar serak tapi sekaligus seksi di telinga Mihai.     

Wajah Luca sedikit demi sedikit mendekat.     

Alarm berbunyi di dalam otak Mihai. 'Aku akan dicium lagi!' pikirnya refleks memejamkan matanya.     

Deg!     

Deg!     

Deg!     

Ia bisa mendengar degupan jantungnya yang begitu kuat. Di saat yang bersamaan, ia juga mendengar degupan keras yang iramanya beda dengan miliknya.     

'Apa itu punya Luca? Apa jantungnya juga berdegup kencang?'     

Mungkin Mihai berhalusinasi, mengingat Luca yang masih tidak memiliki perasaannya. Walaupun begitu, ia tetap senang walaupun itu hanyalah halusinasi.     

Hembusan nafas yang hangat menerpa wajah mereka, menandakan bahwa jarak di antara mereka semakin mengecil dan mengecil….     

"DAAA!!!"     

Teriakan yang familiar menyadarkan keduanya.     

Bagaikan disiram oleh sebaskom air dingin, bara api yang memenuhi mereka langsung padam dan menjernihkan otak mereka.     

"Wuu—wuahh!"     

"!!"     

Keduanya segera menjauh dan memperbaiki pakaian mereka.     

'Ya ampun! Apa yang telah kulakukan?!' Mihai benar-benar sangat malu. Semakin ia memikirkan setiap perlakuan memalukannya itu, ia semakin ingin mengubur dirinya.     

Sementara itu, Luca tidak tahu harus berkata apa. Segala hal yang ia rasakan tadi bagaikan ilusi karena sekarang, ia sudah tidak merasakannya lagi. Semua itu hilang tanpa berbekas. 'Apa itu tadi? Mengapa aku melakukan itu?'     

"DAAA!!"     

Dari balik dedaunan, Liviu yang berlinang air mata muncul. Ketika ia mendapati sosok Mihai, ia langsung terbang masuk ke dalam pelukan papanya itu.     

"Daa!! Daaa!!" tangisnya terus menerus.     

"Maaf! Tuan muda tiba-tiba terbangun dan langsung menangis karena tidak menemukan Mihai," jelas Ecatarina yang ikut muncul dari balik dedaunan. Ia sedikit ngos-ngosan karena berusaha mengejar Liviu.     

"Livi, tenanglah. Papa di sini." Mihai berusaha menghiburnya sambil mengelus kepala Liviu.     

Rasa malu masih memenuhi dirinya tapi ia berusaha mengabaikan semua dan mulai berjalan menuju arah kediaman sambil sibuk menghibur Liviu. Setengah dirinya merasa kecewa karena telah diganggu. Namun, setengah dirinya lagi lega karena sudah diganggu.     

Jika ia melanjutkan lebih dari ini, tidak hanya rasa malu tapi rasa penyesalan dan rasa takut pun akan menghantuinya.     

Menyesal karena jika ia melanjutkan lebih dari ini, perasaannya akan membesar. Ia hanya akan menyiksa dirinya di kemudian hari.     

Takut karena jika lebih dari ini, bisa saja Luca menyadari perasaannya dan membuangnya.     

Walaupun ia merasa bersalah kepada Liviu karena telah membuat putra kecilnya menangis begitu kuat, ia harus merasa bersyukur oleh keadaan ini.     

Di sisi lain, Luca masih merenungkan apa yang terjadi. Namun, ia tidak mendapatkan jawabannya. Hanya saja, yang bisa ia pastikan adalah ia tidak terlalu suka oleh gangguan ini.     

"Tuan?" panggil Ecatarina menyadarkan Luca.     

"?"     

"Apakah ada sesuatu?" tanya Ecatarina penuh selidik.     

Luca berpikir sejenak sebelum menggeleng. "Ayo kembali ke kediaman."     

Ecatarina mengangguk kecil tapi masih curiga karena walaupun kecil, tapi ia bisa melihat bibir sang tuan yang tertekuk ke bawah. Sepertinya, Luca sedang tidak dalam suasana hati yang baik. Selain itu, ia juga sekilas melihat semburat merah pada wajah Mihai.     

'Apa karena Mihai melakukan sesuatu? Atau karena gangguan dari Tuan Muda?'     

Ecatarina sangat ingin mengetahui jawabannya tapi pada akhirnya, ia hanya bisa diam dan mengikuti mereka kembali ke kediaman....     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.