This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Kecanggungan yang Tak Tertahankan



Kecanggungan yang Tak Tertahankan

0Malam hari itu, seluruh penduduk kediaman Luca makan malam di satu meja yang sama. Walaupun terlihat ramai dan menyenangkan, ketika mengamatinya dengan lebih cermat, terdapat suasana canggung yang melekat pekat di sekeliling mereka.     
0

Para pelayan yang jarang makan bersama dengan Luca – mereka makan bersama atas perintah Luca – awalnya senang dan terus memeriahkan suasana di tengah meja makan itu.     

Akan tetapi, tatapan penuh waspada dari Toma dan helaan napas yang kerap kali kabur dari mulut Mihai dapat menghapus kemeriahan itu dalam sekejap, mengubah suasana menjadi canggung dan dingin.     

Terlihat Luca yang terus melirik Mihai, seperti ingin mengatakan sesuatu tapi selalu disela oleh Liviu yang tiba-tiba menangis karena gusinya gatal dan sakit. Selang dua kursi dari Luca, terlihat juga Vasile yang merasa sangat tidak enak dengan sikap Toma. Sesekali ia menegur Toma dengan bisikan kecil tapi itu tidaklah mempan. Toma masih curiga bahwa Luca memiliki maksud tersembunyi.     

Makan malam yang seharusnya membahagiakan karena akhirnya seluruh anggota di dalam kediaman ini bisa berkumpul bersama dan beramah tamah, akhirnya berjalan tanpa ada satu kata pun yang terucap.     

Hanya bunyi dentingan sendok garpu yang menggema di ruangan tersebut dan tangisan Liviu yang sesekali pecah.     

Ketika semua makanan telah habis, Mihai langsung berdiri dan keluar bersama Liviu. Wajahnya tertunduk dalam sehingga tidak ada yang bisa membaca pemikirannya. Tidak lama kemudian, Luca menyusul.     

Setelah itu, Toma pun berdiri dan pergi. Kewaspadaannya sudah menurun dan pikirannya terlihat melayang ke tempat lain.     

Akhirnya, hanya tersisa para pelayan di ruang makan.     

"Hahhhh…..."     

Mereka menghela napas panjang hampir bersamaan.     

"Apa yang terjadi dengan Tuan dan Mihai?" tanya Lonel mengernyit dalam.     

Albert pun tidak bisa tertawa keras seperti biasa. Ia benar-benar mengkhawatirkan keduanya.     

"Mihai jadi aneh!"     

"Iya! Jadi aneh!"     

Kedua kembar berseru saling bersaut-sautan seraya memicingkan mata mereka pada Ecatarina. Mereka punya firasat bahwa mama mereka tahu sesuatu.     

Namun, Ecatarina harus mengecewakan mereka dengan menggeleng. "Tapi aku curiga ada sesuatu yang terjadi ketika mereka berada di taman bunga."     

Ecatarina menceritakan keanehan yang ia rasakan ketika tiba di taman bunga itu secara detail. Bagaimana Mihai yang berlari dengan wajah memerah seperti malu karena sudah tertangkap basah melakukan sesuatu yang tidak baik serta kekesalan sang Tuan yang sedikit terasa. Lalu juga keanehan Tuan mereka yang tiba-tiba memutuskan untuk menerima Toma.     

"Maafkan kelakuan Toma tadi," ujar Vasile menyesal ketika Ecatarina menyinggung tentang Toma.     

Lonel menggeleng. "Itu wajar. Jika aku jadi dirinya, aku juga akan se-waspada itu."     

Yang lain juga setuju. Tiba-tiba diundang makan bersama oleh musuh, bagaimana mereka tidak was-was? Hanya orang aneh yang akan dengan santai menerima undangan itu.     

"Hmm … sepertinya aku memang harus mengorek informasi dari Tuan Luca," tekad Ecatarina semakin kuat. Ia merasa telah melewatkan sebuah kejadian yang sangat penting yang bisa ia gunakan untuk mengembangkan hubungan di antara sang Tuan dan Mihai.     

Kedua kembar langsung mengelilingi mama mereka seraya menarik pelan gaunnya. "Kami ikut! Kami ikut!" seru mereka bagaikan sedang merengek untuk ikut ke taman bermain.     

Albert dan Lonel juga ingin ikut tapi jika mereka beramai-ramai mengerumuni Luca, itu hanya akan membuat Luca semakin tertutup. Jadi, mereka mengurungkan niat.     

Vasile juga berpikiran sama. Lagi pula, ia masih memiliki hal lain yang perlu ia urus, yaitu janjinya kepada Toma.     

Jadi, akhirnya mereka menyerahkan tugas ini kepada Ibu dan anak tersebut.     

*****     

Mihai berjalan menaiki tangga sambil menggendong Liviu yang sudah tertidur pulas karena kecapean menangis. Tangannya mengelus lembut rambut putra kecilnya, berusaha memberi Liviu kenyamanan yang terbaik.     

Namun, sepertinya Liviu bisa membaca ketidaknyamanan yang dirasakan Mihai sehingga putra kecilnya itu mulai menggeliat-geliat tidak nyaman.     

Mihai menghela napas kecil.     

Alasan ia sangat tidak nyaman selama makan malam itu adalah karena keberadaan Luca di sampingnya.     

Bagaimana tidak?     

Setelah kejadian memalukan di taman bunga itu, Mihai tidak memiliki wajah yang cukup tebal untuk bisa menatap Luca lurus-lurus. Merasakan keberadaan Luca yang berjarak beberapa meter darinya saja sudah membuatnya kesulitan bernapas apa lagi duduk bersebelahan? Selama makan malam itu, Mihai tidak bisa merasakan satu pun makanan yang ia santap.     

Ia terus memikirkan apa yang membuatnya melakukan aksi yang begitu berani tadi. Segala gairah dan nafsunya tidak muncul akibat masa kawinnya datang. Jika begitu, hanya perasaan cintanya lah yang bisa menjelaskan semua ini.     

Hal itu membuatnya takut. 'Apakah Luca menyadari perasaanku?'     

Ia berharap Luca tidak menyadarinya.     

Namun, ia tetap khawatir dan gelisah, semakin lama, kegelisahan itu semakin kuat.     

Setidaknya, hingga ia bisa mengatur perasaannya dan memikirkan bagaimana ia bersikap kepada Luca mulai dari sekarang secara matang, ia tidak ingin berada di dekat Luca dulu. Makanya ia segera kabur dari ruang makan setelah semua makanannya sudah habis.     

Ia ingin menggunakan sisa waktu hari ini untuk memikirkan semuanya dengan baik.     

Sesampainya Mihai di depan pintu kamar, ketegangan di tubuhnya berangsur-angsur hilang. Rasa lega karena telah melihat area kenyamanannya (kamar pribadi miliknya) memenuhi dirinya. Tangannya dengan cepat memutar gagang pintu, ingin segera masuk tapi….     

"Mihai."     

"Wuahhh!"     

Mihai terlonjak kaget ketika pundaknya disentuh oleh sebuah tangan bersuhu dingin. Ia langsung tahu bahwa itu adalah milik Luca.     

Jantungnya kembali berdegup kencang dan bayangan kejadian tadi hampir saja memutar di benaknya lagi jika Mihai tidak segera menghentikannya.     

"O—oh, Luca! Hahahaha…." Mihai tertawa hambar dengan penuh kecanggungan. Walaupun ia memanggil pria itu tapi wajahnya tertunduk dan matanya berlarian ke mana-mana.     

Luca mengernyit. Ia tidak paham mengapa Mihai menjadi seperti ini dan otaknya mengatakan bahwa ia tidak ingin melihat Mihai yang terlihat tidak nyaman berada di sampingnya.     

Tangannya terulur, hendak menarik dagu Mihai agar pria harimau itu mendongak.     

Akan tetapi, insting tajam Mihai membuat pria itu dengan mudah menghindar. "A—aku mau tidur dulu!" serunya tanpa menatap Luca.     

"Ah, kalau begitu—"     

"SE—SELAMAT TIDUR!" sela Mihai setengah berteriak.     

Belum sempat Luca mengatakan apa pun, Mihai sudah masuk ke dalam kamar dan menutup rapat pintu kamarnya. Terdengar bunyi klik yang menandakan Mihai mengunci pintunya.     

Luca berdiri mematung di depan pintu.     

Sebenarnya, jika Luca ingin membuka pintu itu secara paksa dan memaksa Mihai untuk berbicara empat mata dengannya, ia bisa melakukannya karena semua sistem kunci pintu di rumah ini adalah buatannya sendiri.     

Hanya saja, Luca tidak ingin memaksa Mihai. Pria itu sepertinya memang membutuhkan waktu sendiri untuk memikirkan sesuatu. Luca hanya berharap, ketika esok hari datang, pria itu akan bersikap seperti biasa lagi.     

'Hmm … padahal aku ingin mengajaknya tidur di kamarku mulai dari sekarang…,' batinnya. Kepalanya tanpa sadar tertunduk sedikit, terlihat kecewa. Namun, ia tetap melangkahkan kakinya menuju kamarnya sendiri.     

"Tuan."     

"!!"     

Luca tidak mengharapkan akan menemukan Ecatarina tiba-tiba muncul tepat di depannya. Hampir saja ia menabrak wanita itu.     

"Tuan Luca, selamat malam!" seru dua suara anak kecil yang adalah milik Daniel dan Daniela. Kedua kembar itu berdiri di kedua sisi Ecatarina sambil memeluk bagian kecil dari dress wanita itu.     

"Ada apa? Apakah ada masalah?" tanya Luca bingung. Biasanya ketika ia sudah memasuki area kamar tidurnya, tidak ada pelayannya yang akan mengganggunya kecuali ada masalah penting.     

Ecatarina menggeleng kecil. "Tidak ada masalah."     

Luca mengerjap beberapa kali. Wajahnya masih datar tapi sepasang matanya seperti berkata 'lalu apa yang kau lakukan di sini?'.     

"Ada yang ingin aku tanyakan. Tapi sebelum itu…." Ecatarina memberi jeda misterius.     

"Mari kita berpindah tempat. Jika Tuan berkenan, kita bicara di kamar Tuan."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.