This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Sosok yang Tak Terduga



Sosok yang Tak Terduga

0"Selamat kembali, Mihai!" Liliane terbang ke sana kemari dengan riang saat melihat Mihai memasuki kamar.     
0

Biasanya Mihai akan terkejut oleh keberadaan Liliane karena belum terbiasa. Namun, pria itu hanya mengangguk lemas seraya berjalan mendekati tempat tidurnya untuk menidurkan Liviu di sana.     

Melihat itu, Liliane tidak puas. Repons kaget Mihai-lah yang selalu ia nanti-nanti setiap hari. Itu juga yang menjadi alasannya untuk tidak sering muncul di sekitar Mihai, agar Mihai tetap tidak terbiasa dengan keberadaannya.     

Pantang menyerah, Liliane pelan-pelan bergerak mendekati pria harimau itu lalu dengan gerakan cepat, ia menampakkan wajahnya tepat di depan Mihai sambil berseru, "Ba!"     

Akan tetapi, Mihai tetap tidak bereaksi. Tatapan mata pria itu bahkan kosong. Sepertinya pikirannya sudah terbang ke tempat lain.     

"Mihai, ada apa?" tanya Liliane yang jadi penasaran sambil menusuk-nusuk pipi Mihai pelan.     

Mihai hanya menggeleng. Padahal wajahnya menggambarkan dengan jelas bahwa dia sedang memiliki masalah.     

Liliane merenung sejenak. 'Apa dia memikirkan kejadian tadi?'     

Baiklah, Liliane akan mengaku dosa lagi. Ia mengikuti Mihai siang ini karena penasaran dengan perkembangan hubungan pria itu dengan putranya. Oleh sebab itu, ia melihat seluruh kejadian di taman bunga dengan tangis haru. Akhirnya hubungan ini memperlihatkan perkembangan pesat.     

Namun, sepertinya putranya masih tidak bisa menyadari perasaannya walaupun tubuhnya sudah bergerak terlebih dahulu dengan sangat jujur. Hal ini membuatnya geram tapi ia rasa, cara berpikir putranya adalah hal yang wajar jika memikirkan keadaan Luca sekarang.     

Baiklah, kembali ke Mihai, Liliane menduga, Mihai masih bergumul dengan dilemmanya terhadap perasaannya sekarang.     

'Oh apa? Kau penasaran mengapa aku tahu Mihai memiliki perasaan terhadap putraku?'     

Pertama, Mihai sangat mudah dibaca. Ia rasa, satu-satunya yang tidak akan menyadari perasaan Mihai hanyalah putra bodohnya.     

Kedua, Mihai sering melupakan keberadaan Liliane di dalam kamar jadi terkadang, ia bisa mendengar kegalauan pria itu ketika Mihai tanpa sadar menyuarakan pikirannya.     

Liliane menghela napas pelan. Ia menurunkan posisi tubuhnya agar level pandangannya sama dengan milik Mihai. "Mihai, tidurlah. Sudah malam. Jika kau punya pikiran, pikirkan saja besok," usulnya.     

Memang Mihai terlihat sangat kelelahan karena otaknya yang jarang dipakai harus bekerja keras sejak kemarin. Ditambah lagi, keadaan Liviu hari ini yang sulit untuk ditenangkan. Energinya sudah terkuras habis.     

Namun, Mihai tidak bisa tenang sebelum menentukan bagaimana ia bersikap di depan Luca selanjutnya dan bagaimana mencari alasan untuk mengelabui Luca jika ternyata Luca menyadari perasaannya – yang menurut Liliane sebenarnya tidak perlu Mihai khawatirkan. Namun, Liliane tidak bisa mengatakannya karena nanti ketahuan telah membuntuti mereka.     

'Bagaimana aku bisa memaksanya tidur?'     

Liliane berusaha mencari ide.     

Namun, belum sempat idenya muncul, Liviu kembali terbangun dan menangis. Perhatian Mihai langsung terfokus pada Liviu dan berusaha menenangkan putra kecilnya lagi, sudah melupakan tentang Liliane seluruhnya.     

Liliane menghela napas.     

Jika dilihat dari awal, Mihai benar-benar telah bekerja keras hingga bisa berada dalam keadaan sekarang. Namun, pria harimau ini harus bekerja lebih keras lagi karena kebodohan putranya.     

'Kalau kau tidak cepat menyadarinya, kau akan kembali menyesali semuanya, Luca … dan kali ini, kau tidak akan bisa menghapusnya lagi dari benakmu….'     

*****     

"Bagaimana, Rina?!"     

Vasile, Albert, dan Lonel yang sedang berkumpul di dapur segera mendesak Ecatarina dan kedua anaknya ketika sosok mereka muncul kembali.     

Ecatarina menggeleng seraya menghela napas panjang. Kedua anaknya juga mengikuti Ecatarina dengan ritme yang sama persis.     

"Tuan sangat keras kepala. Ia tidak mau memberitahuku apa pun!" geram Ecatarina.     

"Apapun!" seru kedua anaknya, mengekori dengan ritme yang sama.     

Ketiga pelayan lainnya hanya bisa pasrah. Jika Ecatarina yang paling pandai mengorek informasi di antara mereka semua pun gagal, tidak ada harapan bagi mereka untuk mengetahuinya.     

"Tapi, Tuan terlihat sangat memikirkan hal ini. Kalau dilihat-lihat, mungkin Mihai juga memikirkan hal yang sama," tambah Ecatarina membuat mereka semua semakin penasaran.     

'Sebenarnya apa yang telah terjadi di taman itu?!'     

Mereka hanya bisa berharap bahwa ini tidak akan memberikan efek yang negatif terhadap hubungan keduanya yang baru saja membaik.     

*****     

Di sisi lain, di dalam kamar Luca, pria itu duduk di atas tempat tidur dengan balutan piyama berwarna hitam. Ia menajamkan telinganya untuk mendengar keadaan di dalam kamar sebelah.     

Tadi, ia sempat mendengar tangisan Liviu. Namun, karena Ecatarina terus bersikeras mengorek informasi darinya, ia tidak bisa langsung menuju kamar Mihai untuk mengecek keadaan. Syukurlah, sepertinya Liviu sudah kembali tenang.     

"Hah…." Helaan napas tanpa sadar kabur dari mulutnya yang sedikit terbuka.     

Kejadian di taman bunga tadi kembali berputar di dalam benaknya. Seluruh anggota tubuhnya masih mengingat sensasi tubuh Mihai yang ternyata lebih kecil dan ramping dari kelihatannya. Hal itu membuat jantungnya sedikit bergetar.     

Luca benar-benar ingin tahu mengapa ia melakukan hal itu.     

Sebelum ia mengorbankan perasaannya pun, ia adalah pria yang bergerak dengan logika. Ia tidak akan pernah bertindak tanpa kesadaran dan pertimbangan yang matang. Apalagi di keadaannya sekarang, ia akan menggunakan otaknya untuk seluruh momen hidupnya.     

Namun, ketika berada di taman bunga itu, kesadarannya bagaikan diculik oleh sesuatu yang tak kasat mata. Otaknya tidak bekerja dengan baik dan ketika ia tersadar, ia sudah tidak bisa menghentikan dirinya.     

'Apa yang memicu semua itu?' Luca tidak paham.     

Perkataan mengenai cinta oleh para pelayannya kemarin tiba-tiba terputar kembali di benaknya.     

'Apa benar aku telah jatuh cinta?' Namun, itu tidak logis jika mempertimbangkan perasaannya yang belum kembali dan seharusnya tidak akan pernah kembali kecuali 'orang itu' berubah pikiran.     

Bagaimana bisa Luca merasa ketika ia sendiri tidak bisa merasa lagi?     

Ia tidak mungkin jatuh cinta.     

Seharusnya ada penjelasan lain. Mungkin saja tubuhnya menjadi begini karena ia sudah lama tidak berhubungan secara seksual. Mungkin saja, gairahnya tanpa sadar sudah lama ia tekan mengingat insting dasar dari seorang incubus adalah kenikmatan seks. Sementara, setelah sekian lama, ia baru melakukannya lagi dengan Mihai di atas kapal dan hanya sekali itu saja.     

Jika itu benar alasannya, Luca tidak punya wajah untuk melihat Mihai.     

Ia telah menggunakan Mihai sebagai alat pelampiasan untuk memuaskan insting dasarnya dan itu pun secara tidak sadar. Tidak ada yang lebih kurang ajar lagi dari ini!     

Luca menepuk dahinya kuat seraya menghela napas.     

Tentu saja Mihai akan merasa tidak nyaman. Insting seorang half-beast itu kuat. Bisa saja Mihai telah menyadari alasan buruk dari balik kejadian tadi siang sehingga memutuskan untuk menghindari Luca.     

'Aku … harus minta maaf….' Ya, ini keputusan yang baik.     

Luca tidak ingin mereka kembali canggung dengan satu sama lain.     

Kriett….     

Bunyi pintu kamar yang dibuka menyadarkan Luca.     

Ia menoleh dan mendapati pintu kamarnya yang telah terbuka. Namun, karena ia telah menutup lampu – kamarnya hanya diterangi oleh cahaya bulan – sementara lampu di lorong pun telah dimatikan, ia hanya bisa melihat sosok gelap berdiri di ambang kusen pintu.     

"Siapa?" Luca menajamkan penglihatannya dengan penuh kewaspadaan. Tangannya bersiap untuk mengeluarkan sihir jika ternyata sosok itu mengancam.     

Mendengar suara Luca, terdapat sesuatu yang bergerak di atas kepala sosok itu. Sepertinya sepasang telinga. Telinga itu berbentuk segitiga dan terlihat berbulu lebat. Tidak hanya sepasang telinga itu, Luca juga menyadari sepasang benda runcing di kepalanya.     

'Bukankah itu….' adalah ciri-ciri dari seorang mixed blood.     

Namun, Luca yakin seluruh mixed blood yang ada di Rumbell telah ia masukkan ke dalam panti itu.     

'Bagaimana bisa?! Tidak! Ini pasti ilusi.'     

Lagi pula, kamarnya masih gelap jadi bisa saja ia salah lihat.     

"Luca…."     

Sosok itu tiba-tiba memanggilnya dan saat itu juga tubuh Luca yang sudah dingin menjadi semakin dingin.     

Otaknya mengatakan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi dan ia tidak ingin melihatnya lebih dari ini.     

Namun, sekuat apa pun ia mengharapkannya, semuanya akan terus berjalan.     

Sosok gelap itu bergerak mendekati tempat tidur. Sedikit demi sedikit, cahaya mulai menerangi bagian tubuhnya, dimulai dari kaki.     

Sepasang ekor putih terlihat jelas dari balik bokongnya dan mata kirinya bersinar pink ketika terkena cahaya bulan.     

Luca ingin memejamkan matanya dan berpura-pura tidak melihat tapi tubuhnya membeku di tempat.     

Tepat saat seluruh sosok itu mendapatkan cahaya bulan, segala hal yang ada di sekeliling Luca seperti lenyap seluruhnya, menyisakan sosok itu saja.     

Di hadapannya, sosok mixed blood bertelinga rubah berdiri di hadapannya. Matanya yang terbuka setengah bergerak kecil dan berhenti ketika mendapati sosok Luca.     

"Luca…," panggilnya lagi dengan suara yang begitu familiar.     

"Kau…." Luca kehilangan kata-katanya. Ia berharap semua ini bohong.     

Namun, ini terlalu nyata untuk menjadi sebuah kebohongan.     

Tiba-tiba, bagaikan menyadari sesuatu, mata sosok itu terbelalak lebar dan saat itu juga, sosok itu jatuh lemas ke atas tempat tidur, langsung kehilangan kesadarannya.     

Luca refleks menangkap tubuh itu dan ketika ia bisa melihat sosok itu lagi dengan jelas, sosok itu sudah tidak memiliki tanduk dan telinga rubah lagi, melainkan seorang half-beast bertelinga harimau yang telah berada di dalam hidup Luca selama beberapa saat ini, yaitu Asaka Mihai….     

*****     

Toma menggulingkan badannya dengan tidak nyaman di atas tempat tidur. Ia tidak bisa menghentikan dirinya untuk memikirkan tawaran yang diberikan Vasile saat berada di taman bermain.     

'Jika Paman benar-benar menemukan Nicole … aku….' Ia bingung harus bagaimana.     

Selain itu, keanehan sikap Luca juga membuatnya semakin ragu.     

Apakah ia harus menghentikan niatnya membunuh Luca dan benar-benar menjadi pengkhianat kaumnya?     

Toma menggeleng kuat. 'Tidak! Belum tentu si Paman bisa menemukan Nicole. Selain itu, jika dia bisa menemukan Nicole pun, belum tentu Nicole dalam keadaan baik-baik saja. Jika Nicole juga menderita karena incubus, alasanku akan semakin kuat untuk membunuh Luca! Iya benar!' batinnya berusaha meyakinkan dirinya dan memutuskan untuk menyelesaikan pemikiran ini lalu tidur.     

Namun, setelah beberapa saat memejamkan matanya, sebuah pemikiran kembali mengusiknya.     

'Bagaimana dengan si Paman? Dia pasti kecewa….' Memikirkan wajah kecewa Vasile membuat dadanya serasa tertusuk jarum.     

Toma segera menghentikan pemikirannya itu. 'Perasaan Paman tidak penting! Yang penting adalah aku harus membunuh Luca juga demi kebahagiaan Nicole dan kaumku!'     

Begitulah ia terus meyakinkan dirinya dan ketika Vasile sudah memasuki kamar, pria serigala itu telah mendengkur halus, tenggelam dalam alam mimpinya.     

Malam itu, Toma memimpikan Vasile yang tersenyum padanya dengan wajah basah oleh air mata….     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.