This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Perubahan yang Tiba-Tiba (1)



Perubahan yang Tiba-Tiba (1)

0["Hah … hah…."     
0

Mihai berlari menyusuri jalanan sempit yang menanjak. Di sekelilingnya hanya terlihat pepohonan gersang yang hitam legam. Cahaya bulan purnama menerangi jalannya sehingga membantunya memilih rute yang terbaik untuk ia tempuh.     

'Apa yang terjadi? Di mana ini?'     

Mihai kebingungan. Ketika ia tersadar ia telah berlari. Ia ingin berhenti tapi kakinya tidak mau mendengar perintah.     

Baju yang ia pakai pun merupakan baju panjang berlapis yang merupakan pakaian khas kaum half-beast. Namun, seumur hidupnya, Mihai belum pernah mengenakan pakaian itu karena ribet. Wajahnya juga ditutupi oleh sebuah cadar tipis.     

'Ahh … ini mimpi yang biasa…'     

Mihai akhirnya menarik kesimpulan itu dan tidak lagi berusaha untuk menghentikan dirinya di dalam mimpi.     

Sambil berlari, telinganya terus berputar ke segala arah, seperti sedang berusaha mencari sesuatu dari sekelilingnya.     

'Hm? Telingaku….' Bagaikan sedang menonton, Mihai bisa melihat bentuk telinganya yang bukanlah harimau, melainkan rubah. Ia jadi merasa aneh.     

Namun, detik berikutnya, bunyi langkah kaki yang banyak dan gemerisik ranting-ranting kering yang kacau tertangkap telinganya. Semakin lama semakin jelas membuat jantung Mihai berdegup kacau dengan panik dan melupakan segala keanehan itu.     

"Di mana dia?!"     

"Jangan sampai kehilangan dia!"     

"Kita harus membunuhnya hari ini!"     

"Cepat!"     

'Gawat!'     

Mihai mengedarkan pandangannya untuk mencari rute lain dan akhirnya berbelok ke arah kanannya ketika menemukan jalan yang lebih sempit lagi yang sudah tidak teratur dan dipenuhi akar-akar pohon. Sesekali ia hampir terjatuh tapi ia terus berlari dan berlari sambil memastikan suara pengejarnya itu semakin menjauh.     

Ia tidak boleh mati sekarang! Tidak sampai ia benar-benar kehabisan waktunya secara alami akibat penuaan.     

'Aku tidak mau meninggalkannya sendirian di posisi ini!'     

Jalanan semakin curam dan udara di sekelilingnya semakin dingin. Napasnya menjadi pendek-pendek. Dadanya sesak tapi ia terus berlari. Tidak sampai ia benar-benar tidak bisa menangkap suara pengejarnya baru ia berhenti untuk mengatur napasnya.     

Tentunya ia tidak bermaksud berhenti lama. Setelah beberapa menit, ia hendak berlari lagi tapi sudut matanya menangkap sesuatu.     

Ketika ia menoleh, di saat yang sama, seluruh area pandangan Mihai menjadi silau.     

'Apa ini?! Apa yang terjadi?!'     

Namun, sepertinya, dirinya yang ada di mimpi dapat melihat dengan jelas karena di saat berikutnya, ia bersuara. "Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya sedikit lebih santai. Mihai bisa merasakan sedikit kelegaan yang memenuhi dirinya.     

Tiba-tiba, bunyi yang tajam dan memekakkan telinga menusuk pendengarannya.     

Ketika ia tersadar….     

JLEB!     

Mihai bisa merasakan benda dingin yang tajam menembus dadanya, melukai jantungnya.     

Mihai refleks menggenggam bilah yang menusuknya itu untuk menghentikan pergerakannya. Di saat itu, Mihai masih tidak bisa melihat tapi ia bisa merasakan bahwa dirinya yang ada di mimpi melakukan sesuatu dan dengan cepat mengeluarkan bilah itu dari dadanya.     

Tanpa basa basi, Mihai berlari entah ke mana dengan kecepatan tinggi. Bunyi yang menusuk telinganya itu kembali terdengar sepanjang larinya.     

Entah berapa lama ia berlari ketika tiba-tiba, sekelilingnya menjadi sebuah tempat yang penuh bunga. Samar-samar ia bisa melihat langit yang berwarna ungu bercampur putih.     

'Di mana?'     

"Bagaimana aku bisa mengembalikan perasaan Luca?!" tanya Mihai dengan suara yang gemetaran.     

Tangannya menekan dadanya yang terus mengucurkan darah merah segar. Pandangannya yang mulai kabur menangkap sesosok pria berjenggot putih yang duduk di atas batu besar dengan postur tegap.     

"Jika kalian terhubung oleh tanda dan cinta, perasaan itu akan berangsur-angsur kembali." Suara pria berjenggot putih itu seperti menggema di dalam otaknya dan saat itu juga, Mihai merasakan keputusasaan yang luar biasa.     

"Cinta…," gumamnya hampir berbisik. Air mata menetes jatuh dari pelupuknya. Dunia ini benar-benar kejam kepada dirinya dan sekarang, ia menarik orang yang ia cintai ke dalam kekejaman ini juga.     

Detik berikutnya, semuanya menjadi hitam….]     

CHIRP! CHIRP!     

Siulan burung yang saling saut menyaut menusuk pendengaran Mihai membuatnya melipat telinganya ke bawah untuk memblokir bunyi itu. Kelopak matanya terasa berat ketika ia berusaha membukanya.     

'Ngantuk…,' batinnya.     

Sambil mengucek matanya, ia berguling kecil dan berusaha bangun.     

Tadi ia sedang bermimpi. Namun, Mihai hanya bisa mengingat bagian kecil di akhir mimpi, tapi itu pun samar-samar. Ia hanya mengingat tentang cinta dan perasaan Luca….     

'Hmm…?'     

'Cinta dan … perasaan Luca…?'     

Pernyataan seseorang di dalam mimpinya itu membuat Mihai bangun dengan penuh semangat.     

'Aku bisa mengembalikan perasaan Luca jika dia juga jatuh cinta kepadaku??!!!!'     

Mihai tidak tahu apakah ini benar atau tidak tapi ia memang sedang mencari cara lain untuk membantu Luca. Jadi, apa salahnya mencoba? Lagi pula, jika Luca bisa mencintainya….     

Deg!     

Deg!     

Deg!     

Jantung Mihai berdegup penuh semangat. Mihai tidak bisa menghentikan bibirnya untuk tersenyum hingga nampak gigi.     

Jika Ecatarina ada di situ, wanita itu akan berkomen 'menjijikkan!' dan kedua anak kembarnya akan menertawakannya.     

"Mihai."     

Sebuah suara yang familiar memanggilnya dan bau khas mint yang bercampur dengan bedak bayi itu memasuki area penciuman Mihai membuat telinga dan ekornya berdiri tegak, semakin bersemangat.     

Tentunya itu adalah Luca!     

Mihai segera menoleh, tidak sabar untuk memberitahukan idenya.     

"Lu—" Panggilan Mihai tercekat di tenggorokan ketika matanya menangkap sosok Luca.     

Pria itu sudah mengenakan kemeja hitam dan celana kain hitamnya dengan rapi seperti biasa. Wajahnya juga datar seperti biasa.     

Iya … seharusnya seperti biasa….     

Namun, Mihai merasa pandangan mata Luca lebih dingin dari biasanya, sekaligus tajam menusuk hingga ke tulang. Mihai merasakan bulu kuduknya berdiri seluruhnya hingga bulunya membentuk duri-duri kecil.     

"Kalau kau sudah bangun, kembalilah ke kamarmu," ujar Luca seraya membalikkan tubuhnya, membelakangi Mihai, lalu berjalan menuju jendela kamarnya.     

Baru saat itu, Mihai menyadari bahwa ia lagi-lagi tidak berada di dalam kamarnya sendiri.     

Namun, ia tidak punya waktu untuk memikirkan mengapa ia bisa berada di sini.     

Dadanya mulai sakit ketika ia menyadari bahwa ketika Luca berbicara tadi, pria itu terlihat enggan menatapnya. Padahal biasanya, Luca selalu berbicara dengan tatapan mata yang lurus ke arahnya, bahkan, sebelum Luca mulai bersikap baik kepadanya.     

'Apa yang terjadi? Mengapa aku merasa dia menjadi lebih dingin dari pertama kali aku bertemu dengannya?'     

Mihai berharap ini hanya halusinasinya dan instingnya hanya membual. Akan tetapi….     

"Ada apa? Ada sesuatu yang mau kau sampaikan?" tanya Luca tanpa menoleh sedikit pun kepada Mihai.     

Mihai bisa merasakan tuntutan dan desakan dari pertanyaan itu yang seperti memerintahkannya untuk keluar sekarang.     

Amarah memenuhi dirinya. Dengan satu hentakan kaki, ia meloncat ke arah Luca dan menarik kerah pria itu. "KAU! APA-APAAN SIKAPMU ITU?!"     

Luca mengernyit dalam. "Aku tidak paham maksudmu," ujarnya kepada Mihai. Namun, tatapan matanya tetap menghindari lawan bicaranya itu.     

'Mengapa kau tidak melihat ke arahku?! Apa kau membenciku sekarang? Tapi mengapa?!'     

Mihai semakin geram dan marah. Matanya melotot tajam dan ia menarik kerah Luca semakin kuat dan kasar. "KAU BICARA DENGAN SIAPA, HAH?! AKU ADA DI SINI! ADA APA DENGAN KAU PAGI INI?!"     

Ia terus mendesak Luca sementara pria itu mengernyit semakin dalam.     

Luca mengeratkan rahangnya.     

Pada akhirnya, Luca menoleh ke arah Mihai.     

Harapan kembali memenuhi diri Mihai tapi tatapan sepasang mata dingin yang mampu membekukan hati Mihai itu memupuskan harapannya.     

"Keluar," ujar Luca lembut dan hampir berbisik tapi cukup untuk menghancurkan segalanya.     

Mihai melepaskan kerah Luca dan mundur beberapa langkah. Matanya yang terbelalak memerah, alisnya berkerut tinggi dan mulutnya terbuka-tertutup tanpa mengeluarkan suara.     

Luca bisa melihat mata merah pria harimau itu mulai mengumpulkan air bening. Ia langsung memalingkan matanya ke arah lain. Giginya tanpa sadar menggigit dinding mulutnya dengan kuat. Lidahnya bisa merasakan darah mengalir dari tempat itu.     

Tanpa berkata apa-apa lagi, Mihai berlari menuju pintu kamar.     

Di saat yang bersamaan, Vasile membuka kamar dan hendak masuk.     

Keduanya langsung bertabrakan.     

Namun, Mihai tidak peduli lagi. Tanpa meminta maaf, ia segera berlari kembali ke dalam kamarnya sendiri, meninggalkan Vasile dalam kebingungan.     

Vasile mengernyit dalam. Ia merasa melihat air mata di wajah Mihai.     

Ketika ia melihat ke dalam kamar, Luca sudah duduk di atas tempat tidur dengan kedua tangan tertaut kuat. Kepalanya tertunduk dalam. Suasana di sekelilingnya terasa gelap dan suram.     

Vasile mengerjapkan matanya dua kali sebelum akhirnya membuka suara, "Tuan, apa ada masalah?"     

Jawaban yang ia dapat hanyalah gelengan kecil dari Luca.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.