This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Aku Tidak Siap



Aku Tidak Siap

0"Tidak ada apa-apa."     
0

Begitu jawaban itu dilontarkan, Keempat makhluk yang ada di hadapan Mihai langsung memutar bola mata secara serentak.     

"Menyerahlah, Mihai," gumam Daniela dengan ekspresi bosan.     

"Kau tidak pandai berbohong," tambah Daniel dengan ekspresi yang sama bosannya.     

Kedua orang dewasa mengangguk setuju.     

Mihai berkedip beberapa kali, bingung antara ingin menyangkal atau mengakui saja, dan pada akhirnya ia hanya bisa menghela napas berat. Wajahnya menjadi semakin suram dan gelap. Namun, ia tetap bersikeras mengatakan, "Sudah kubilang, tidak ada apa-apa."     

Lantaran, ia tidak ingin mengeluarkan kejadian tadi pagi dari mulutnya sendiri. Hatinya sudah sakit setiap kali ia mengingatnya. Namun, ia masih berusaha untuk menghibur dirinya sendiri dengan memikirkan kemungkinan lain, seperti mungkin saja ia hanya salah kaprah atau Luca mungkin sedang tidak dalam suasana hati yang baik saja, serta kemungkinan lainnya. Jika ia mengucapkan semua kejadian tadi pagi melalui mulutnya sekarang, ia merasa tidak akan bisa lagi mencari-cari alasan untuk menyangkal sikap dingin Luca itu dan terpaksa harus menerima kenyataan.     

Namun, Ecatarina dan Toma tidak akan menyediakan jalan baginya untuk kabur. Keduanya terus menekan Mihai hingga akhirnya pria harimau itu tidak memiliki pilihan lain selain menceritakan semuanya.     

Setelah mendengar keseluruhan cerita, Ecatarina tidak bisa menghentikan lidahnya untuk berdecak kesal. Ia merasa ingin mencekik tuannya. Jika Daniela dan Daniel tidak menarik kain pakaian Ecatarina dengan kuat, wanita itu mungkin sudah melesat pergi ke tempat Luca berada sekarang dan memberi tuannya itu beberapa tamparan agar sadar.     

Di sisi lain, Toma sedikit kecewa karena kejadiannya tidak seperti yang ia harapkan. Namun, ia tetap memiliki rasa penasaran terhadap perubahan sikap Luca yang begitu tiba-tiba itu. "Apa kau tahu mengapa dia tiba-tiba merubah sikapnya?" tanyanya akhirnya.     

Mihai ingin menggeleng tapi berhenti. Setelah berpikir sejenak, ia dengan ragu berujar, "Mungkin aku tahu…"     

Ecatarina segera memasang telinganya, siap mendengar.     

"…mungkin … ya ini mungkin … karena Luca mengetahui perasaanku padanya." Mihai sudah merenungkan semuanya dari tadi dan alasan yang paling mungkin hanyalah bahwa Luca menyadari perasaan cintanya.     

Kejadian kemarin mungkin benar-benar membuat Luca menyadari perasaannya dan Luca menjadi marah karena Mihai telah mengingkari janji mereka. Tidak pernah terlintas di otak Mihai bahwa jika apa yang dipikirkan Mihai adalah benar, mengapa Luca tidak menghindarinya sejak kemarin.     

Keempat makhluk yang mendengarkan alasan itu mengernyit dalam. Hanya Liviu yang sibuk menepuk kepala Mihai untuk menghiburnya.     

"Perasaan apa? Memangnya mengapa jika dia mengetahui perasaan itu?" Toma bingung karena ia tidak tahu menahu mengenai janji mereka.     

Ecatarina sendiri tidak mengetahui semuanya secara detail jadi ia juga sedikit bingung.     

Pada akhirnya, Mihai memaksakan diri untuk bersikap tenang dan mengulas sedikit tentang perjanjian itu. Mulutnya terasa semakin pahit dan hatinya terasa tertusuk-tusuk oleh ribuan jarum.     

"Tidak mungkin Tuan Luca menyadari perasaanmu," ujar Ecatarina akhirnya dengan penuh keyakinan.     

Lagipula ini fakta!     

Selama ribuan tahun Ecatarina mengenal Luca, sebelum kehilangan perasaannya pun, Luca sudah cukup tidak peka. Sekarang, setelah kehilangan perasaannya, Luca bisa disamakan dengan patung! Jika Mihai tidak pernah menyatakan perasaannya secara langsung dengan kata-kata yang jelas, Ecatarina yakin seratus persen bahwa Luca tidak akan menyadarinya.     

Namun, Mihai menggeleng. Ia sudah begitu yakin dengan pemikirannya karena hanya itu yang bisa menjelaskan semua keanehan Luca.     

Ecatarina masih ingin mengatakan sesuatu, tapi Mihai sudah tidak mau membicarakannya lagi. Ia tidak ingin merasa lebih sakit dari ini jadi ia menutup telinganya rapat-rapat dan segera kembali fokus menyiram tanaman di kebun. Ia tidak lagi menghiraukan yang lain.     

Toma berpandangan dengan mama dan anak kembarnya itu sejenak, tidak tahu harus melakukan apa. Ia tidak tahu cara menghibur orang dan berharap ketiga makhluk di sampingnya akan memberinya ide. Namun, Ecatarina dan kedua anak kembarnya tiba-tiba berjalan pergi. Toma bisa melihat tatapan tajam dan penuh amarah dari ketiga pasang mata itu.     

Dalam sekejap, Toma tertinggal sendirian. Mihai sudah bergerak ke bagian yang lebih dalam dari kebun itu sehingga berjarak cukup jauh dari Toma.     

Toma menggaruk kepalanya yang tidak gatal. 'Apa yang bisa kulakukan sekarang?'     

Padahal ia tidak bermaksud datang untuk menghibur orang yang sedang bersedih tapi keadaan memaksanya untuk melakukannya.     

Setelah berpikir sejenak, Ide licik tiba-tiba terlintas di benaknya. Ia bisa menghasut Mihai dan memberikan ide yang buruk mengenai Luca sehingga memanipulasi Mihai untuk berbalik membenci Luca. Jika begitu, ia bisa mendapatkan bantuan untuk membunuh Luca Mocanu.     

Itu adalah ide yang cemerlang!     

Begitu yang ia pikirkan tapi ketika ia melihat wajah suram Mihai, ia merasa sangat buruk. Ia bahkan merasa muak dengan dirinya yang bisa mengeluarkan ide menjijikkan seperti itu.     

Jika keadaannya dan Mihai terbalik lalu Mihai menghasutnya untuk membenci Vasile …. Membayangkannya saja membuat wajah Toma menghitam seperti pantat panci.     

Toma tersentak kaget.     

'Apa yang aku pikirkan?!' Toma merinding hanya dengan memikirkannya. Ia menggeleng kuat untuk mengusir pikiran itu.     

Intinya, Toma mengurungkan niatnya untuk memanipulasi Mihai. Lagi pula, ia tidak ingin merusak perasaan cinta yang tulus dari seseorang karena ia yang akan dihantui oleh rasa menyesal selamanya.     

Setelah ragu beberapa saat, akhirnya ia berjalan mendekati Mihai. Tangannya menepuk pelan bahu Mihai membuat pria harimau itu tersentak kaget.     

"Kau masih di sini?" tanya Mihai akhirnya setelah ragu beberapa saat. Ia menyadari bahwa ia tidak terlalu ingat nama pria serigala di hadapannya ini.     

Toma juga menyadari keraguan itu dan berucap, "Toma. Namaku Toma. Panggil aku Paman Toma, anak muda."     

Mihai berkedip beberapa kali lalu mengernyit dalam. "Mengapa aku harus memanggilmu Paman?" Ia menatap Toma dengan seksama. Dari sisi mana pun, Toma terlihat sangat muda. Mungkin hanya seumuran kakak pertamanya yang masih berusia 26 tahun.     

Seperti dapat membaca pikirannya, Toma terkekeh kecil. "Jangan tertipu oleh wajahku. Aku sudah berumur 33 tahun. Camkan itu, anak muda."     

"Eh?!" Ekspresi wajah Mihai penuh dengan ketidakpercayaan. Liviu juga berekspresi sama persis dengan papanya.     

Toma tertawa melihat dua ekspresi yang jelek itu.     

Ada yang bilang bahwa tawa itu dapat menular dan sepertinya itu memang kebenarannya karena Mihai dan Liviu mulai tertawa juga. Mihai bisa merasakan beban berat di dalam hatinya sedikit terangkat oleh tawa itu.     

"Biar kubantu," ujar Toma setelah tawa mereka reda. Ia mengambil selang air yang dipegang Mihai tanpa basa basi lagi. "Istirahatlah dulu. Wajahmu sangat buruk."     

Mihai tidak menolak dan hanya duduk pada sebuah batu halus yang tertancap di atas tanah, tidak jauh dari sana. Ia memeluk Liviu dan mengelus-elus kepala putra kecilnya itu. Tidak butuh waktu lama bagi Liviu untuk jatuh tertidur.     

"Dari pada kau berpikir begitu keras sendirian…." Toma tiba-tiba berkata dan menarik perhatian Mihai kembali padanya.     

Toma berdiri membelakangi Mihai sehingga Mihai tidak dapat melihat ekspresi pria serigala itu. "…aku rasa lebih baik kau menanyakan langsung pada pasanganmu itu. Lagipula semua yang kau katakan itu hanyalah pemikiranmu sendiri," lanjutnya, tidak ingin mengucapkan nama Luca. Namun, Mihai paham apa yang dimaksud Toma.     

Hening memenuhi keduanya.     

Toma mulai berpikir apakah ia telah ikut campur terlalu dalam pada urusan orang lain ketika Mihai bersuara, "Aku tidak siap."     

Sebenarnya, Mihai sudah berkali-kali berpikiran untuk menanyakan langsung kepada Luca. Lagi pula, ia lebih suka melabrak orang tersebut secara langsung dibandingkan memutar otaknya yang tidaklah cemerlang itu untuk menganalisa sebuah masalah. Akan tetapi, untuk kesekian kalinya, ia pun menghentikan niatnya.     

Seperti yang telah ia katakan, ia tidak siap mengetahui kebenaran dari balik sikap dingin Luca pagi itu.     

Betapa Mihai berharap alasan Luca adalah karena mood-nya yang sedang jelek atau semua ini hanyalah kesalahpahaman Mihai. Namun, walaupun ia terus membohongi dirinya dengan harapan itu, ia tahu ini hanyalah sebuah harapan yang kemungkinan besar tidak akan menjadi kenyataan dalam kasus dirinya dengan Luca.     

Hal ini membuat Mihai takut. Jika ketika Mihai bertanya dan Luca mengatakan bahwa ia tidak menyukai Mihai yang memiliki perasaaan terhadapnya, bagaimana Mihai dapat bersikap di masa depan? Mihai mungkin tidak akan bisa menatap wajah Luca lagi karena itu akan membuatnya sangat sakit hati.     

Walaupun begitu, ia tetap ingin berada di dekat Luca yang tentunya akan membuat Luca semakin tidak menyukainya. Melihat Luca semakin tidak menyukainya, ia akan semakin sakit hati. Semua ini akan berputar terus-menerus membentuk sebuah lingkaran setan yang akan menyiksanya seumur hidup.     

Memikirkan semua skenario itu membuat Mihai semakin tidak siap.     

Mungkin semua orang yang mengetahui pemikiran Mihai akan mencibirnya karena ia telah berlebihan. Janganlah begitu mendrama dan langsung saja labrak dia! Bukankah itu lebih cocok dengan gayamu?'     

Tapi Mihai tidak bisa. Jika ini seperti biasa, dia sudah akan melabrak langsung orang tersebut. Tapi ini bukanlah seperti biasa! Ini berhubungan dengan Luca!     

Mihai tentunya harus lebih berhati-hati dalam bertindak karena ini akan menentukan masa depan hubungannya juga dengan orang yang ia cintai.     

Semakin memikirkan itu, Mihai tidak bisa memutuskan apa pun. Kepalanya mulai berdenyut.     

Toma melihat Mihai yang memegang kepalanya dengan suram dan menghela napas pelan. Ia ingin mendorong Mihai untuk lebih berani dan berbicara dengan Luca tapi berhenti karena ia merasa tidak memiliki hak. Lagi pula, jika ia memiliki masalah atau pertanyaan kepada Vasile, ia juga tidak akan berani bertanya.     

"?!"     

Toma memukul kepalanya dengan kesal. Lagi-lagi kepalanya berpindah ke arah Vasile. 'Hah … apa yang terjadi denganku?'     

Suasana hatinya ikut berubah suram. Ia sangat berharap bisa bertemu lagi dengan adiknya dan mendapatkan beberapa masukan untuk masalahnya.     

Kedua half-beast di kebun itu menghela napas berat. Kesuraman, kesedihan, dan kegalauan ikut keluar bersamaan dengan helaan itu.     

Bagaikan langit ikut bersedih, awan-awan hitam berkumpul dan menutupi sinar matahari, mengubah langit yang awalnya cerah dan ceria menjadi mendung dan berat….     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.