This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Gadis Pujaan (1)



Gadis Pujaan (1)

0Di tengah pohon-pohon bunga yang bermekaran di halaman kediaman, Luca menyapu kelopak-kelopak bunga yang terus berjatuhan. Kelopak itu begitu banyak jumlahnya hingga tidak jauh dari tempatnya berdiri, terdapat satu gunung kelopak bunga di tanah.     
0

Sebuah kerikil kecil tiba-tiba mendarat di dahinya. Kulitnya langsung robek sedikit dan darah segar mengalir keluar dari robekan itu.     

Luca meringis kecil tapi tidak berusaha untuk mencari sumber batu itu. Ia sudah tahu siapa yang melakukannya dan memutuskan untuk mengabaikannya. Namun, pihak yang melempar tidak begitu senang dengan hal itu. Oleh sebab itu, detik berikutnya, sebuah kerikil kecil lainnya mendarat pada pipi Luca diikuti dengan bentakan kesal.     

"Woi! Makhluk rendahan! Jangan diam saja disitu. Membosankan!"     

Luca memutar bola matanya dengan malas. Pandangannya segera menemukan seorang anak laki-laki – half-beast rubah berbulu coklat – seumuran dirinya yang sedang duduk di teras kediaman, tidak jauh dari tempat Luca berdiri. Salah satu tangan anak itu menggenggam beberapa batu kerikil yang siap untuk ia lemparkan lagi kepada Luca. Ekspresi wajahnya yang kekanakan dipenuhi kebosanan dan kelicikan. Senyum angkuhnya benar-benar merendahkan Luca. Sorot matanya dipenuhi dengan kebencian.     

Anak laki-laki ini, Fuyuki Artur, adalah cucu dari kepala klan rubah yang sekarang, anak dari putra pertama klan rubah yang paling dekat kedua dengan posisi kepala klan rubah selanjutnya. Entah sejak kapan dan untuk alasan apa, Artur mulai mengganggu Luca. Awalnya, ia hanya mengejek-ejek Luca dan membentaknya secara verbal. Namun, belakangan ini, ia mulai melakukan kekerasan fisik seperti melemparkan batu. Luka di badan Luca yang diberikan oleh Artur kemarin bahkan belum benar-benar kering.     

Merasakan pandangan dari Luca, Artur mengangkat wajahnya dengan sombong. "Dasar makhluk rendahan! Berani-beraninya mengabaikanku!"     

Namun, tidak seperti yang ia harapkan, Luca hanya mendengus lembut lalu melanjutkan pekerjaannya tanpa mengatakan apa pun.     

Tangan Artur terkepal erat. Wajahnya merah padam oleh amarah dan rasa malu. Tanpa pikir panjang, tangannya mengambil batu yang berukuran lebih besar dan langsung melemparkannya kepada Luca.     

Luca menyadari hal itu tapi tidak bermaksud menghindar. Ia tidak ingin mengundang masalah lebih besar.     

Tidak ia sangka, sebuah sosok tiba-tiba muncul di depannya dan menerima hantaman batu itu. pekikan lembut seorang anak perempuan terdengar diikuti dengan jatuhnya sosok itu ke tanah.     

Sapu di tangan Luca terlepas dari genggaman. Ia berusaha membantu sosok yang jatuh ke tanah itu dan mendapati sesosok anak perempuan incubus, kira-kira seumuran Luca atau sedikit lebih muda, berlutut di atas tanah dengan sepasang kaki dan tangan yang gemetaran. Bagian dahinya yang terkena batu sudah robek dan mengucurkan darah segar. Namun, sepasang mata coklat terangnya masih cukup berani untuk menatap tajam ke arah Artur.     

Artur tercengang. Ia tidak menyangka akan ada yang muncul untuk menggantikan Luca menerima serangannya sehingga ia kaget. Namun, rasa kagetnya berangsur-angsur berubah menjadi kemarahan karena sudah diganggu.     

Melihat gadis kecil itu masih berani diam-diam meliriknya dengan tatapan tajam, Artur bahkan semakin marah.     

"Apa yang kau lihat?! Mau ku cungkil matamu, hah?!" bentaknya seraya melempar sisa batu di tangannya ke tanah dengan kasar.     

Gadis itu menjadi lebih takut. Gemetar di tubuhnya semakin hebat. Namun, mengingat tujuannya berada di sini, ia memberanikan diri untuk mengangkat wajahnya dan menatap Artur lurus-lurus. Wajah bundar cantiknya segera terungkap dari balik rambut hitam panjang yang acak-acakan. Jika wajahnya sedikit lebih berisi dan ia sedikit lebih terawat, tidak diragukan lagi, gadis itu tidak akan kalah cantik dari gadis-gadis muda klan rubah yang menjadi majikan mereka.     

Gadis itu berusaha mengontrol gemetar di suaranya dan berkata dengan setegas yang ia bisa. "Ti—tidak baik untuk melemparkan batu seperti ini kepada orang lain…." Ia bermaksud berseru tegas tapi suaranya terlalu lembut dan lemah. Tikus pun tidak akan terbujuk oleh kalimat itu.     

Namun, Artur yang biasanya arogan hanya berdiri mematung di tempat. Pipinya memiliki warna merah lembut dan kearoganannya itu tiba-tiba hilang. Mulutnya terbuka dan tertutup beberapa kali tapi tidak ada suara yang keluar dari sana.     

Tanpa aba-aba, Artur tiba-tiba berbalik dan berlari pergi dari sana mengundang kernyitan di dahi Luca. Ia masih memikirkan apa yang sebenarnya sedang terjadi ketika keluhan lembut kembali terdengar. Segera teringat dengan gadis kecil itu, ia membantu gadis itu berdiri.     

Baru saat inilah ia bisa melihat gadis ini dengan seksama dan sedikit terpukau olehnya. Akan tetapi, melihat darah yang masih mengucur dari robekan di dahi gadis itu, Luca menjadi sedikit marah.     

"Jangan ikut campur masalahku! Lihat apa yang kau dapatkan sekarang!" Luca tanpa sadar membentak dan seketika itu juga ia menyesal.     

Gadis itu yang dari tadi berusaha tegar langsung terguncang. Matanya sedikit berkaca-kaca. Ia segera menggigit bagian bawah bibirnya, berharap dengan itu, ia bisa menahan air mata jatuh menghiasi wajahnya.     

"A—aku…." Luca sedikit panik karena pertama, ia sudah lama tidak berinteraksi lebih dari yang dibutuhkan dengan orang lain. Kedua, untuk pertama kalinya ia berinteraksi dengan gadis seumurannya sehingga ia tidak akrab dengan temperamen mereka.     

Setelah beberapa saat akhirnya ia meminta maaf. "Aku tidak bermaksud membentakmu, maaf."     

Melihat gadis itu sedikit tersenyum dan menggeleng kecil, Luca menjadi lega.     

"Aku yang minta maaf. Sepertinya aku sudah kelewatan dan mencampuri urusanmu," ujar gadis itu dengan malu. Ia terlihat takut bahwa Luca akan membencinya membuat Luca segera menggeleng tegas.     

"Ini bukan urusan penting yang tidak bisa dicampuri oleh orang lain. Hanya saja, bocah yang tadi melempariku batu adalah cucu satu-satunya kepala klan rubah dan sangat disayang olehnya. Bocah itu sangat manja dan ketika ada yang membantuku dulu karena perlakuannya, orang itu malah mendapatkan penderitaan yang lebih besar. Semua orang dari klan rubah hanya menutup mata karena tidak ingin menyinggung kepala klan sehingga bocah itu semakin tidak terkendali dan keadaan orang itu benar-benar mengerikan sekarang. Seharusnya kau tahu itu, mengapa masih membantuku? Jika kau mendapatkan balasannya, aku tidak bisa membantumu keluar dari itu. Lagi pula, aku sudah terbiasa dengan perlakuan bocah manja itu dan lebih baik untuk mengabaikannya saja."     

Gadis itu termenung sejenak. "A—aku tidak tahu. Ini hari pertamaku bekerja di sini." Nada suaranya terdengar sedikit khawatir, tapi itu tidak bertahan lama sebelum tekad yang kuat terpancar dari pandangannya. "Tapi, menurutku, perlakuannya benar-benar sangat keterlaluan. Kau penuh dengan luka dan aku tidak tahan melihatnya. Walaupun aku takut, aku tetap tidak ingin menjadi pengecut yang mengabaikan perlakuan tidak baik ini." Nada suaranya masih lembut dan gemetar tapi tidak dipungkiri bahwa tiap ucapannya itu diucapkan dengan penuh ketegasan.     

Luca semakin terpana oleh pesona langka yang dimiliki oleh gadis ini. Jantungnya berdesir dan suhu tubuhnya naik tiba-tiba.     

Namun, ia tidak bisa terpana begitu lama ketika tubuh gadis itu sedikit limbung. Kepalanya mulai pusing, sepertinya karena darahnya yang sudah mengucur terlalu banyak.     

Tanpa basa-basi, Luca menggendong tubuh gadis yang ringan itu ke gubuk kecil tempat ia tinggal. Di teras depan gubuk itu, duduk sesosok pria yang juga seumuran dengan Luca. Rambut biru terangnya yang panjang terikat longgar itu dimainkan oleh angin lembut yang lewat dan sepasang matanya yang suram menatap kosong ke depan. Ketika ia mendengar langkah kaki Luca yang berat, senyum sedikit menghiasi wajahnya yang dingin.     

"Kau sudah kembali?"     

__     

Catatan Author:     

Artur adalah bocah manja yang kesepian. Pada saat itu, ia adalah cucu sematawayang kepala klan dan dijaga dengan penuh kasih sayang. Semua orang dewasa memanjakannya dan semua yang ia inginkan bisa ia dapatkan dengan mudah. Terlepas dari semua itu, ia tidak punya teman main yang seumuran dari klannya di kediaman dan hanya dikelilingi oleh orang dewasa. Ketika melihat Luca yang seumuran dengannya, ia sebenarnya ingin dekat dengannya. Namun, tuan muda canggung yang terlalu dimanjakan ini tidak tahu cara yang benar untuk mendapatkan teman. Ditambah stigma yang selama ini dimasukkan ke dalam otaknya mengenai incubus oleh semua orang tua di klan rubah, ia hanya bisa mengejek Luca untuk membuka pembicaraan. Namun, ketika ia diabaikan, bukannya mengintrospeksi diri, ia malah marah dan semakin kasar. Pada akhirnya, ia hanya terlihat sebagai pembuli. Jika saat itu Luca merespons dengan cara yang berbeda, mungkin kejadian buruk yang akan terjadi ke depannya tidak akan menimpa mereka semua.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.