This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Gadis Pujaan (2)



Gadis Pujaan (2)

0"Kau sudah kembali?" ujar anak itu dengan suara khas anak laki-laki yang belum akil balik. Ia dengan hati-hati merasakan pijakan kakinya sebelum benar-benar berdiri dari posisi duduknya. Walaupun Luca sudah berada tepat di sampingnya, tapi tatapan matanya masih mengarah ke arah lain ketika ia berbicara. Setiap orang yang melihatnya langsung akan tahu bahwa bocah kecil ini kehilangan kemampuan untuk melihat.     
0

Anak laki-laki ini adalah Steve Pavel, orang yang mencampuri urusan Luca dan akhirnya kehilangan kemampuan untuk melihatnya, seperti yang diceritakan oleh Luca kepada gadis kecil itu. Walaupun sudah menderita begitu banyak, Steve masih mendatanginya setiap hari dan menyambutnya dengan senyum setiap kali ia kembali ke gubuk tempat tinggalnya.     

Luca sendiri tidak terlalu suka berinteraksi dengan orang lain sejak ibunya meninggal. Ia tidak betah dengan keberadaan Steve tapi karena rasa bersalahnya, ia membiarkan Steve melakukan apa pun yang ia inginkan.     

Hanya menjawab dengan 'mm', Luca memasuki gubuknya dengan tergesa-gesa.     

Steve yang sudah kehilangan penglihatannya selama beberapa bulan itu mulai terbiasa menggunakan telinganya dan menemukan bahwa langkah Luca sedikit lebih berat dari biasanya. Ketika ia mendengar sesuatu diletakkan di atas tempat yang empuk di lantai – Steve menduga itu adalah tempat tidur usang milik Luca – ia menduga bahwa Luca membawa seseorang.     

"Siapa itu?" tanyanya penasaran.     

Luca tidak menjawab dan segera mencari kotak obat.     

Setelah mendengar dalam diam untuk beberapa saat, Steve kira-kira tahu apa yang terjadi dan tidak lagi bertanya. Diam-diam, ia mengambil gelas yang terdapat sedikit pecahan di bagian atasnya – itu adalah salah satu gelas yang dimiliki Luca dan tempat penyimpanannya sudah Steve hafal dengan baik – lalu mengisinya dengan air, siap untuk diberikan kepada orang yang Luca bawa itu ketika sadar.     

Ketika matahari mulai bergerak ke Barat untuk kembali beristirahat, gadis itu terbangun.     

"Ini … di mana?" tanyanya seraya meringis kecil ketika merasakan rasa sakit di dahinya.     

Luca segera membantunya bangun sementara Steve yang masih ada di situ hanya menjawab lembut. "Ini adalah tempat tinggal Luca."     

"Luca?" gumam gadis itu bingung sebelum menyadari bahwa itu adalah nama laki-laki yang ia lindungi tadi. "Jadi, namamu Luca? Aku Emilia, Emilia Pavel, salam kenal Luca!" Senyum lebar merekah di wajahnya, menambahkan kecantikan yang ia miliki.     

Luca hanya mengangguk kecil tanpa mengatakan apa-apa lagi, bukan karena ia cuek dan dingin melainkan karena ia tiba-tiba merasa gugup. Ia merasa ucapannya akan tersendat-sendat jadi ia memutuskan untuk menutup mulut karena tidak ingin mempermalukan dirinya sendiri di depan gadis itu.     

Steve dan Emilia segera menjadi dekat karena ternyata berasal dari keluarga yang sama dan walaupun Luca hanya sesekali menimpali, ia mendengar dengan seksama semua cerita dalam perbincangan itu dan segera semakin menyukai gadis bernama Emilia ini.     

Hari itu, musim semi akhirnya datang di dalam hati Luca. Walaupun begitu, butuh beberapa bulan untuk akhirnya Luca memahami bahwa ia telah jatuh cinta….     

*****     

Tahun demi tahun berlalu dengan cepat.     

Hingga sekarang pun, Artur masih terus datang mengganggu Luca. Awalnya, hanya Luca yang ia ganggu dan ketika Emilia datang, anak itu akan berlari pergi dengan wajah memerah. Namun, seiring berjalannya waktu, Artur lebih banyak mengganggu Emilia walaupun gangguannya adalah sesuatu yang ringan seperti menarik rambut gadis itu. Seberapa menyebalkan gangguannya, ia tidak pernah melukai Emilia sehingga Luca tidak terlalu menyadari perubahan ini.     

Di sisi lain, hubungan Luca dengan Emilia sangatlah baik. Keduanya menjaga satu sama lain dan semakin lama, keduanya semakin lengket seperti lem. Bahkan, untuk Steve yang sudah kehilangan kemampuannya untuk melihat, ia bisa merasakan atmosfir manis dan penuh sayang di antara keduanya hingga ia sedikit muak.     

Luca dan Emilia pun tidak bodoh. Keduanya menyadari perasaan cinta mereka terhadap satu sama lain. Tidak ada yang menyatakan secara jelas untuk mulai merubah status mereka dari teman menjadi pacar, tapi keduanya diam-diam menyetujui perubahan itu melalui kontak mata mereka. Jika ada waktu, keduanya akan bertukar ciuman penuh sayang tapi hanya sebatas itu.     

Incubus akan dianggap dewasa ketika mereka mencapai umur 18 tahun. Walaupun incubus pada dasarnya adalah iblis penggoda yang tidak ambil pusing dalam umur, akibat tinggal di kediaman klan rubah yang sangat kolot mengenai hubungan seksual sejak masih usia muda, mereka ikut terpengaruh oleh prinsipnya. Diam-diam, keduanya pun mengadopsi sebuah janji, bahwa keduanya akan melakukan hubungan pertamanya ketika Emilia yang setahun lebih muda dari Luca mencapai usia kedewasaannya.     

Malam itu adalah dua hari menjelang ulang tahun ke-18 Emilia....     

Penduduk Kota Hanju, sebutan untuk Kota Rumbell sebelum incubus menggulingkan posisi half-beast, sedang merayakan Festival Musim Gugur. Satu lentera digantung di setiap halaman rumah dan tulisan bulan yang disapu oleh kuas terpampang pada badan lentera itu, menyinari kota dengan lembut untuk menyambut bulan purnama malam itu. Lentera itu diatur sedemikian rupa agar tidak bersinar lebih terang dari sang bulan untuk tidak memprovokasi amarah dewi bulan yang sudah mau muncul dan menyinari malam ini setelah sedikit demi sedikit mengintip dari balik persembunyiannya.     

Semua warga duduk di halaman rumah mereka untuk memandangi dan memuja bulan purnama dengan segelas arak di tangan kanan mereka.     

Luca dan Emilia juga duduk di teras reyot tempat tinggal Luca untuk memuja bulan purnama malam – tanpa arak tentunya karena mereka belum cukup umur. Steve menolak undangan mereka karena ia tidak ingin menjadi nyamuk. Selain itu, ia juga tidak bisa melihat bulan purnama dan hanya akan diingatkan oleh dendamnya kepada keluarga majikannya yang begitu jahat merusak kemampuan melihatnya ini.     

"Indahnya!" seru Emilia yang terpukau oleh pemandangan di langit. Luca juga terpukau oleh keindahannya tapi keindahan yang ia maksud adalah wajah kagum Emilia yang penuh semangat di hadapannya.     

Menyadari pandangan Luca yang lekat pada dirinya, Emilia tidak bisa menghentikan wajahnya untuk memerah. Menutupi rasa malu dan detak jantungnya yang kuat, ia pura-pura kesal dan menegur Luca, "Kau salah lihat! Aku bukan bulan."     

"Hm?" Alis Luca sedikit terangkat dan senyum menggoda menghiasi wajah tampannya – pria ini benar-benar tumbuh menjadi seseorang yang sangat tampan. Tubuh jangkung, wajah yang bergaris tegas, hidung mancung, tubuh ramping tapi tetap memiliki isi yang cukup dan proporsional, intinya sempurna dari pangkal rambut hingga ujung kaki.     

"Bulan di hadapanku berkali-kali lipat lebih indah dari pada yang di atas," gombalnya tanpa melepaskan pandangan dari Emilia.     

Detak jantung gadis itu semakin tidak karuan. "Kau ini--!" Ia hampir tidak bisa berkata apa-apa karena malu sekaligus bahagia. Pada akhirnya, ia memeluk erat lengan Luca dan menyandarkan kepalanya pada bahu kokoh pria itu.     

"Sebentar lagi aku akan menjadi dewasa," gumam Emilia, matanya berbinar cerah. Entah sejak kapan, ulang tahun ke-18-nya sudah menjadi impian terbesarnya karena di hari itulah, ia bisa menjadi satu dengan Luca. Ia bahkan diam-diam mulai memikirkan wajah anak mereka dan nama apa yang bisa ia berikan untuknya. Tentunya, ia tidak menceritakan ini kepada Luca karena ia tahu, Luca pasti akan menertawakannya karena sudah berpikir terlalu jauh ke masa depan.     

Namun, Emilia tidak bisa menghentikan dirinya. Hidupnya belum pernah dipenuhi dengan begitu banyak warna sebelum ia bertemu dengan Luca. Pertama kali ia melihat Luca adalah ketika ia diberikan tugas untuk menyapu halaman kediaman, posisinya tidak jauh dari Luca dan Emilia segera tertarik dengan Luca yang walaupun penuh luka tapi tidak bisa menutupi ketampanannya itu. Emilia ingin mengajaknya bicara tapi Luca sepertinya dipenuhi dengan pemikirannya sendiri hingga tidak menyadari keberadaan gadis itu. Tidak menyerah, Emilia masih terus memikirkan cara ketika ia melihat Artur yang mulai melempari Luca dengan batu.     

Awalnya Emilia takut. Namun, ketika melihat luka di wajah Luca, ia tanpa sadar sudah berlari ke depan dan menghalangi batu itu. Rasa sakit memenuhinya dan tubuhnya bergemetar ketakutan. Ia mengutuk dirinya yang sudah bergerak tanpa pikir panjang tapi sekarang, ia terus berterima kasih kepada dirinya saat itu karena melalui kejadian itu, ia bisa memiliki hubungan yang manis dengan pria pujaannya.     

Mendengar gumaman Emilia, jantung Luca juga berdesir. Ia menggenggam tangan Emilia dengan erat. Gairah berkobar dalam pandangan matanya. Membungkukkan sedikit tubuhnya, kedua bibir terjalin erat.     

Setelah beberapa saat, keduanya berpisah dengan napas yang terengah-engah. Bibir melengkung indah di kedua wajah mereka yang merah padam.     

Luca bergerak sedikit, mendekatkan bibirnya pada telinga Emilia, menghantamnya dengan napas yang panas dan suara yang serak membuat ujung telinganya memerah. "Besok, tengah malam, ketika hari berganti, aku akan mendatangi kamarmu."     

Jantung Emilia melompat bahagia. Tanpa penjelasan lebih lanjut, ia sudah tahu apa yang ingin dilakukan Luca. Akhirnya, mereka bisa bersatu!     

Tidak sanggup untuk melihat wajah Luca, Emilia menunduk dan mengangguk kecil sebagai persetujuan. Senyumnya semakin lebar.     

Luca juga tersenyum lebar. Ia tidak pernah sebahagia ini sejak ibunya meninggal. Ia yakin tidak akan ada lagi yang bisa membuatnya lebih bahagia dari bersatu dan hidup dengan gadis pujaannya, baik itu sekarang maupun di masa depan, dan sekarang, ia sudah berada di ambang pintu menuju kebahagiaan itu, tentunya ia tidak bisa menahan senyum bahagianya. Ia bahkan memeluk Emilia dengan erat dan kembali mendaratkan ciuman pada bibir gadis itu dengan penuh rasa sayang.     

Keduanya begitu tenggelam dalam kebahagiaan sampai tidak menyadari keberadaan sebuah sosok yang berdiri tidak jauh dari mereka, tenggelam dalam pekatnya bayangan sebuah pohon kokoh. Tangannya terkepal erat dan rahangnya bergemeretak kuat. Matanya yang melotot memerah hingga urat-uratnya terlihat dengan jelas, menusuk ke arah Luca dengan penuh kekesalan dan kebencian.     

"Aku tidak akan membiarkan dia menjadi milikmu!" serunya dengan suara yang tertahan seraya berbalik pergi.     

Sebuah rencana sudah mulai berputar di dalam otaknya, tidak sabar untuk segera dilaksanakan….     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.