This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Sudah Kukatakan Aku Tidak!



Sudah Kukatakan Aku Tidak!

0"Bukankah kau yang memanggilku ke ruangan itu?!"     
0

Damian hampir mengira kupingnya telah bermasalah. Keningnya mengernyit dalam penuh kebingungan. "Ha? Aku tidak pernah melakukannya!"     

Ia berkata jujur. Ia sedang mempersiapkan alat untuk mengecek kandungan Ioan bahkan hingga ketika Jack mengirimkan pesan kepadanya. Selama itu, tidak sekalipun ia bertemu dengan orang lain atau menitipkan pesan apapun kepada siapapun. Lagipula, jika ia memiliki pesan terhadap Ioan, ia pasti akan menghubungi Ioan secara langsung.     

Bahkan asisten perawat pribadinya hanya ia perintahkan untuk menerima Ioan di resepsionis tanpa menjelaskan lebih dari itu.     

"Tidak mungkin! Jelas-jelas perawat itu memintaku ke sana atas perintahmu!" Ioan juga menjadi bingung tapi ia yakin tidak memiliki gangguan halusinasi.     

"Bagaimana perawat itu?"     

Ioan berusaha mengingat-ingat perawat itu tapi karena ia hanya melihatnya sekilas, ia hanya bisa mengingat rambut pirang yang dicepol ke belakang dan kuku-kukunya yang bercat merah menyala yang sangat kontras dengan kulit pucatnya dan terdapat sticker seperti bunga di setiap kukunya.     

Damian menghela napas lega karena mengetahui bahwa itu bukan asisten pribadinya yang berkulit sedikit gelap dan selalu berpenampilan sederhana. Ia mencatat deskripsi itu dengan seksama di dalam otaknya untuk penyelidikan selanjutnya.     

"Dia benar-benar memanggilmu ke Ruang Rapat VIP?" Damian kembali memastikan. Matanya tertuju lurus-lurus pada Ioan, memperhatikan seluruh gerak-geriknya untuk memastikan bahwa Ioan benar-benar tidak berbohong.     

Ioan mengangguk mantap. "Dia bahkan memberiku arahan untuk menuju ruangan itu. Jika tidak, kau kira aku yang baru sekali berada di area eksekutif rumah sakit itu bisa tahu di mana Ruang Rapat VIP yang letaknya saja cukup jauh dari ruang pemeriksaan dokter-dokter eksekutif?"     

Damian akhirnya mengangguk setuju. Ia juga berpendapat sama.     

Keheningan melanda ruangan itu. masing-masing dari mereka sibuk dengan pikiran mereka sendiri.     

Setelah beberapa saat berlalu, Ioan membuka suara, "Jadi … bagaimana? Apa ini akan menjadi masalah?" tanyanya sedikit gugup. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi padanya dan bayinya jika sampai dirinya ketahuan dan masalah menghampiri Steve.     

Tanpa sadar ia mengelus perutnya lembut. Hatinya bertekad bahwa apapun yang terjadi, ia tetap akan melindungi bayi ini.     

Di sisi lain, Damian mengedikkan bahunya. "Aku akan coba berbicara dengan Tuan."     

"Ngomong-ngomong tentang Tuanmu…." Ioan terlihat ragu dan akhirnya menelan kembali lanjutan kalimatnya. Wajahnya penuh pertimbangan.     

"Ya? Ada masalah?"     

Ioan terlihat berpikir keras sebelum akhirnya menggeleng. "Tidak ada apa-apa."     

Damian memiringkan kepalanya dengan bingung tapi tidak memaksa Ioan walaupun ia sedikit penasaran. 'Jika dia ingin mengatakannya, dia akan mengatakannya nanti,' pikirnya seraya kembali fokus pada pesan yang sedang ia ketik kepada suaminya.     

*****     

"Mengapa Paman tidak menyanggah rumor itu dengan tegas? Apa ada sesuatu yang Paman tutupi dariku?" Rachel Pavel berdiri di hadapan Steve dengan tubuh yang sedikit condong ke arah pria itu dan kedua tangan menopang tubuhnya pada meja kerja. Matanya melotot penuh tuntutan kepada ayah angkatnya itu.     

Rapat keluarga tadi selesai dalam keadaan yang canggung dan meninggalkan berbagai spekulasi di dalam benak mereka.     

Steve sendiri belum bisa paham mengapa half-beast bodoh itu bisa tiba-tiba memasuki ruangan rapat dan setiap kali ia memikirkannya, amarahnya kembali meletup.     

Ketika ia kembali ke dalam ruang pribadinya bersama Jack, Rachel yang juga mengikutinya dari tadi langsung menyerbunya dengan pertanyaan ini.     

Steve mengernyit dalam dengan kesal. Kepalanya sedang kacau jadi suara melengking gadis itu sangat mengganggunya.     

"Tidak ada. Aku hanya malas menampik rumor yang jelas-jelas tidak benar. Kau terlalu banyak berpikir," jelasnya sembarangan.     

Rachel menggembungkan pipinya, semakin kesal. "Rachel sudah bukan anak kecil dan bisa dikelabui dengan kebohongan yang begitu jelas! Rachel tahu Paman tidak bisa menampiknya karena itu semua benar dan Paman tidak mau berucap bohong makanya menggunakan kalimat-kalimat yang begitu ambigu seperti tadi, bukan?"     

Semua yang Rachel katakan benar dan Steve juga tahu gadis yang sudah bersamanya sejak masih kecil ini sangat mengetahui kebiasaannya. Bukan berarti Steve tidak mempercayai putri angkatnya ini tapi ia tidak ingin menambah jumlah orang yang mengetahui mengenai kebenaran masalahnya dengan Ioan.     

Lagipula, ia juga tidak memiliki kewajiban untuk memberitahu putri angkatnya ini segala masalah yang ia hadapi.     

"Lupakan saja. Kau terlalu banyak menonton drama seperti Sebas."     

"Paman!"     

Steve mengibas-ngibaskan tangannya, menandakan ia tidak mau membahas topik ini lebih jauh lagi.     

Rachel tidak mau menyerah tapi Steve sudah berdiri dari kursinya dan membawa Jack pergi dari ruangan. Rachel terpaksa keluar juga karena Steve mengunci pintu ruangannya.     

"Aku ada kerjaan. Pulang dan istirahatlah setelah kerjaanmu selesai," pesan Steve pelan seraya mengecup kening gadis itu sebelum benar-benar pergi.     

Melihat sosok itu semakin menjauh, Rachel menggertakkan giginya dengan kesal. Secercah kegelapan mewarnai wajah cantiknya….     

*****     

Selang beberapa waktu setelah Damian mengirimkan pesan, tepat ketika Damian sedang membantu Ioan memasak makan malam, Steve dan Jack sampai di kediaman itu.     

Itulah pertama kalinya Steve mengunjungi kediaman "istrinya" tapi pada pertama kali ini, ia sudah memasuki kediaman dengan wajah muram. Ketika ia menangkap sosok Ioan, amarahnya tidak lagi tertahan dan segera tumpah.     

"Apa yang kau pikirkan?! Mengapa kau bisa memasuki ruang rapat?! Bukankah kau pergi ke tempat Damian? Itu cukup jauh dari Ruang Rapat! Apa yang sebenarnya kau rencanakan, HAH?!"     

Tidak ada kata-kata manis. Tidak ada sapaan formal sekalipun.     

Ioan bahkan belum melihat sosok "suaminya" itu dan bentakannya sudah lebih dulu pecah di dalam gendang telinganya.     

Damian ingin menjelaskan tapi bahkan belum sempat ia mengucapkan satu huruf, Steve menjatuhkan pukulan di atas meja.     

BAM!     

Semua yang ada di dalam ruangan itu tercengang.     

Tanpa alasan yang jelas, Ioan merasa hatinya sakit. Rasa sakit itu dengan cepat berubah menjadi amarah hingga wajahnya merah padam.     

BAM! Ioan balas memukul meja, lebih kuat lagi hingga barang di atas meja meloncat dan tumbang. Wajahnya terangkat angkuh.     

"SUDAH KUKATAKAN, AKU DIMINTA SEORANG PERAWAT KE SANA KARENA DAMIAN YANG MINTA!"     

Bagaikan seluruh tenaganya ikut keluar bersama dengan amarah, setelah meneriakkan itu, kakinya langsung seperti jeli. Damian cepat-cepat menangkapnya dan mendudukkannya pada kursi terdekat.     

Sementara itu, Steve yang dibentak masih bengong. Ia tidak menyangka akan ada orang yang berani membentaknya sejak ia menjadi Kepala Keluarga Pavel. Keterkejutannya itu membuat otaknya bekerja dengan lambat untuk mencerna isi ucapan Ioan.     

Ketika akhirnya ia berhasil mencernanya….     

"Apa maksudmu Damian yang memanggilmu?" Steve segera menusukkan pandangannya pada Damian.     

"Jangan lihat aku seperti itu! Sudah kukatakan juga, bukan aku yang memanggilnya!" Damian mendengus kesal. Ia membalas tatapan tajam itu dengan lebih tajam lagi. Ia tidak habis pikir bahwa Steve bisa begitu berhati dingin hingga bahkan tidak terlihat khawatir pada istrinya yang hampir pingsan ini karena amarah.     

Steve menjadi jengkel. Ia merasa telah dipermainkan oleh kedua orang ini. Dengan kasar ia menunjuk Ioan lalu ke arah Damian. "Dia mengatakan bukan dia dan kau juga mengatakan bukan kau. Jadi siapa?! Apa aku juga perlu mengatakan bahwa itu bukan aku?!"     

Melihat jari telunjuk yang begitu kurang ajarnya terarah pada Ioan membuat pria itu semakin marah. Untung saja Ioan benar-benar sedang lemah. Jika tidak, besok Steve sudah tidak akan bisa menunjuk seseorang lagi.     

Damian berdecak kesal. "Bukankah aku sudah menjelaskannya di dalam pesan?!"     

"Pesan?" Kali ini Steve dan Jack melongo dengan wajah bego.     

"Kalian belum baca?!" Damian benar-benar tidak bisa percaya dengan pria ini. Padahal ia sudah berusaha keras untuk mencegah konflik dengan menjelaskan semuanya, tuannya ini malah dengan bodohnya datang untuk melampiaskan amarahnya dan menyia-nyiakan kebaikan hatinya itu!     

Steve dan Jack mengecek ponsel mereka dan yang benar saja, Damian benar-benar mengirimkan pesan kepada mereka.     

Keduanya terlalu serius membicarakan strategi untuk mengatasi rumor ini sampai tidak menyadari notifikasi pada ponsel mereka.     

Suasana menjadi canggung.     

Jika ini bukan di depan anak buah dan seorang half-beast yang jujur saja, menurut Steve kurang ajar ini, ia sudah akan menepuk jidatnya layaknya komedian yang ada di TV.     

Ia menyadari kata-katanya kelewatan dan sebagai seorang dokter kandungan yang hebat, cara ia memperlakukan Ioan benar-benar akan mencoreng nama baiknya.     

Namun, ia juga gengsi untuk mengakui kesalahannya. Jadi ia hanya bisa berdiri diam dengan wajah sedatar tanah. Tidak ada yang bisa membaca apa yang sedang ia pikirkan.     

Waktu bagaikan terhenti di dalam ruangan itu hingga akhirnya Ioan berdiri dari kursinya. Namun, kakinya masih lemah dan hampir limbung lagi. Kali ini, terdorong oleh rasa bersalahnya, Steve refleks mengulurkan tangan untuk menopangnya tapi Ioan dengan kasar menepis tangan itu dan menopang dirinya sendiri pada benda terdekat.     

Tatapan mata Ioan yang setajam pisau tertusuk langsung pada Steve. Tidak sudi menatapnya lama-lama, Ioan segera mengubah pandangannya pada Damian dan berpesan, "Aku ingin tidur dulu. Bangunkan aku ketika jam makan malam tiba."     

Damian mengangguk.     

Sebelum Ioan memasuki kamar tidurnya, ia kembali menatap tajam Steve, memaksa pria itu menelan ludahnya dengan susah payah.     

BAM! Pintu kamar tidur Ioan ditutup dengan kasar meninggalkan Steve yang masih dihantui dengan rasa bersalah….     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.