This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Kedatangan Seorang Tamu Tak Terduga (1)



Kedatangan Seorang Tamu Tak Terduga (1)

0Tiga bulan kembali berlalu dengan sangat cepat. Tanpa Ioan sadari, Cezar sudah melakukan langkah pertamanya walaupun hanya beberapa detik sebelum kembali ambruk ke lantai. Namun, mulai saat itu, ia dengan giat menemani Cezar belajar berjalan sambil membimbingnya dalam belajar berbicara juga.     
0

Selama tiga bulan ini, Steve dan kedua bawahannya tidak pernah meninggalkan kediaman.     

Damian memberitahunya bahwa setelah lari dari gedung pemerintahan, mereka bertiga menjadi buronan. Steve sendiri telah diturunkan dari jabatannya secara paksa dan karena tindakannya yang menyerang kaum sendiri, jika satu kali saja batang hidungnya terlihat oleh mereka, Steve akan masuk penjara dan diadili.     

Oleh sebab itu, mereka bertiga tidak akan turun bukit hingga waktu yang belum bisa mereka tentukan. Sambil melihat keadaan, mereka sesekali akan turun untuk membeli keperluan atau sekedar menghilangkan kebosanan – apalagi Damian yang sudah akan mengeluh hanya dengan berdiam di dalam rumah selama tiga hari – tapi tentunya mereka tetap menyamar. Untuk keperluan sehari-hari mereka, mereka tetap menggunakan bantuan dari kurir pengiriman yang sama.     

Bos kurir pengiriman itu adalah sahabat Jack, seorang manusia dengan pikiran yang terbuka dan mulut yang ketat. Ia tidak akan pernah melaporkan mereka ke pemerintah. Kurir pengiriman ini juga sangat praktis hingga Steve membeli beberapa alat mahal yang tidak pernah Ioan lihat dengan bantuan kurir ini.     

Untuk keuangan mereka sendiri pun, tidak ada yang terpengaruh karena Steve sendiri memiliki sebuah rekening uang lain yang tidak terdaftar di pemerintah dan ia sudah lama memasukkan hampir tiga per empat penghasilannya ke dalam rekening itu untuk mengantisipasi terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.     

Walaupun begitu, ia tetap tidak menyangka bahwa hal yang tidak diinginkan itu akan menjadi dirinya yang harus menyembunyikan diri karena ketahuan memiliki hubungan dengan half-beast. Ia mengira ia akan mendapatkan masalah berhubungan dengan penelitiannya.     

Alat-alat yang Steve beli itu, menurut Damian, adalah alat-alat yang biasa digunakan Steve untuk penelitiannya sekarang.     

Penelitian apa itu … Ioan mengurungkan niatnya untuk bertanya karena ia tidak tahu apakah ia pantas untuk menanyakannya. Siapa tahu itu adalah penelitian yang sangat rahasia.     

Damian juga tidak menjelaskan lebih dari itu tapi sejak seluruh alat-alat penelitian telah dibeli dan diletakkan pada gudang yang ada di halaman belakang, Steve semakin jarang terlihat. Bukan berarti Steve juga sering muncul sebelum itu tapi setidaknya beberapa kali sehari, ia bisa melihat Steve sedang duduk-duduk di taman di dekat jendela kamarnya, entah sedang melakukan apa. Namun, sekarang, pria itu akan mendekam di dalam gudang seharian.     

Tidak bisa melihat punggung tegap pria jangkung itu melewati jendela kamar entah mengapa membuat hati Ioan sedikit kosong.     

Waktu ketika Ioan bisa bertemu dengan Steve hanya ketika penyaluran energi sihir … seperti sekarang….     

"Mm…."     

Keduanya berada di dalam kamar tidur Ioan, yang satu terduduk di atas tempat tidur, sementara yang satunya membungkukkan tubuh jangkungnya dengan satu tangan menarik dagunya ke atas. Bibir keduanya menyatu, lidah terlilit dan bermain dengan satu sama lain, menghasilkan bunyi basah yang membuat Ioan memerah malu.     

Energi hangat mengalir memasuki tubuh Ioan, menuju perutnya yang kembali membesar. Sesekali lidah kasar itu akan membelai bagian yang sensitif, membuat punggung Ioan tersentak, melengkung oleh rangsangan geli.     

Walaupun mereka telah melakukan ini setiap hari tiga kali selama tiga bulan, Ioan tidak dapat terbiasa dengannya. Jantungnya berdebar sangat kencang hingga terasa akan meledak dan jika Steve tidak mengingatkannya, ia pasti menahan napas.     

Seuntai benang air liur terbentuk ketika keduanya berpisah. Bibir mereka merah dan bengkak, entah berapa lama mereka melakukannya hingga bisa menjadi seperti itu.     

Yang pastinya, Ioan merasa semakin hari, durasi kedua bibir menyatu terasa semakin panjang. Atau mungkin itu hanya perasaannya saja?     

Untuk beberapa saat, tidak ada yang berbicara. Steve masih membungkuk dengan sepasang mata biru muda yang menatap lurus pada Ioan, entah apa yang ia pikirkan.     

Ioan terengah-engah, berusaha mengatur napasnya. Matanya tidak sengaja bertemu pandang dengan Steve. Ia buru-buru memalingkan wajahnya.     

'Mata biru itu … mengapa bukan merah?' Ioan berpikir heran. Semua incubus memiliki mata berwarna merah terlepas dari siapa orang tua mereka. Bahkan incubus yang lahir dari hubungan incubus dan half-beast, seperti Adrian, memiliki mata berwarna merah.     

Mata biru Steve sangat misterius. Sering kali, Ioan merasa mata itu buram dan kosong, tidak bersinar layaknya mata orang normal. Seperti….     

'Mata orang buta….' Ioan segera menghilangkan pemikiran itu. ia tidak ingin terlalu banyak menebak dan berspekulasi.     

Di sisi lain, Steve masih menatap Ioan dalam diam. Otaknya menyuruhnya untuk segera pergi dan melanjutkan penelitiannya karena tugasnya di sini telah selesai. Namun, tubuhnya tidak mau bergerak, tetap mempertahankan posisi yang sama. Matanya terpaku pada Ioan yang terlihat sedang memikirkan sesuatu.     

Jari-jemarinya yang awalnya telah meninggalkan dagu Ioan, tersentak kecil sebelum kembali terulur dan menarik dagu mulus itu. Ioan tersentak kaget ketika wajahnya dipaksa untuk menghadap kembali pada Steve.     

'Apa yang ingin dia lakukan?' Pikirnya was-was.     

Steve sendiri tidak paham mengapa ia melakukan itu dan akhirnya berdiri kaku, tidak tahu harus melakukan apa lagi.     

Untungnya, sebuah ketukan di pintu kamar terdengar, menyelamatkan mereka dari keadaan canggung itu.     

"Papa!" seru Cezar kecil yang berada di dalam pelukan Damian ketika pintu terbuka.     

Steve segera tegak kembali dan menjauh dari Ioan.     

Cezar ingin segera memasuki pelukan papanya tapi gerakannya terhenti ketika menemukan Steve di sana. Wajahnya sedikit tertunduk. Diam-diam, mata bulat jingganya mengintip pada Steve.     

Ioan mengambil Cezar yang baru saja dimandikan Damian sambil mengucapkan terima kasih. Ketika Cezar memasuki pelukannya, tangan kecil itu segera mencengkeram pakaian Ioan dengan sangat kuat.     

Ioan memperhatikan putranya dan mendapati Cezar sedang diam-diam menatap ke arah Steve yang juga sedang mentapi putranya.     

Tatapan Steve sangat tajam dan wajahnya begitu serius. Tentunya itu sangat mengintimidasi dan akan terasa sangat menyeramkan untuk putranya.     

Ioan segera melotot pada Steve.     

Steve tidak menyadarinya dan masih menatap tajam pada Cezar.     

Ioan melotot semakin dahsyat tapi Steve tetap tidak peka.     

Pada akhirnya, Damian yang memecah kecanggungan itu dengan mendorong Steve keluar. Steve dengan bingung keluar bersama dengannya. Walaupun begitu, matanya tidak lepas dari Cezar hingga pintu kamar itu ditutup.     

Barulah akhirnya genggaman Cezar mengendur. Anak itu tidak menangis dan memasang wajah tenang tapi tubuhnya masih gemetaran.     

Melihat itu, Ioan merasa bayinya ini terlalu cepat dewasa. Sepanjang ingatannya pun, Cezar adalah bayi yang sangat pengertian. Ia seperti dapat mengetahui bagaimana perasaan Ioan sehingga ia tidak akan mengganggunya jika Ioan sedang tidak dalam keadaan yang baik. Putranya ini pun jarang menangis. Ia selalu tersenyum bahkan ketika ditatapi Steve tadi. Hanya saja, ia memang masih kecil sehingga ia tetap tidak berani mengangkat wajahnya.     

'Seharusnya ia bisa lebih manja lagi,' pikir Ioan menyesal. Apakah ada yang salah dengan caranya mengasuh anak ini?     

Ioan menepuk-nepuk punggung Cezar lembut sambil duduk kembali di atas tempat tidur. Dengan senyum penuh sayang, ia mencium tengkuk putra kecilnya. "Anak Papa sudah mandi dan harum!" ucapnya tanpa melepaskan ciumannya membuat Cezar merasa geli dan tergelak tawa.     

"Sesa sua halum (Cezar sudah harum)!" seru putranya kembali bahagia. Sepertinya ia telah melupakan ketakutannya.     

Baru saja Ioan ingin menghela napas lega, Cezar yang sudah behenti tertawa tiba-tiba terlihat sedikit muram.     

Ioan menjadi cemas. "Ada apa Cezar?"     

Cezar mengerucutkan bibir mungilnya sembari mendongak. Mata bulat polosnya terlihat agak berkaca-kaca. "Aya … sidak sayak Sesa (Ayah … tidak sayang Cezar)?"     

Hati Ioan seperti dicengkram kuat melihat bayi kecil yang seharusnya belum bisa menyadari hal seperti itu ternyata telah begitu mengkhawatirkannya. Cezar mencengkeram pakaian barunya dengan kuat. Melihat ekspresi sedih Ioan yang terlintas sekilas di wajah papanya itu, Cezar semakin yakin di dalam hatinya bahwa ayahnya tidak menyayanginya.     

Lagipula, ayahnya tidak pernah menggendongnya. Bahkan, tidak pernah mengucapkan sepatah kata pun. Yang Steve lakukan hanya menatapnya dengan tatapan tajam yang menyeramkan.     

Ioan memaksakan sebuah senyum seraya membelai rambut Cezar. Ia tidak menyadari bahwa ia telah tanpa sadar memasang ekspresi sedih sebelumnya jadi ia berusaha menghibur Cezar, "Tidak. Ayahmu sangat menyayangimu."     

Cezar tentunya tidak bisa diyakinkan. Ia telah melihat Damian dan Jack yang seharusnya memiliki hubungan seperti papa dan ayahnya. Namun, mereka sangat berbeda.     

Jack dan Damian sering memeluk satu sama lain, tersenyum dan tertawa, serta membicarakan banyak hal bersama. Jika dibandingkan dengan papa dan ayahnya, hubungan orang tuanya begitu hambat. Bahkan, Cezar jarang melihat keduanya bertemu apalagi berbicara.     

Dugaan Ioan benar. Cezar benar-benar telah dewasa sebelum waktunya.     

Namun, tentunya Cezar tidak mengeluarkan argumennya karena ia merasa ia akan menyulitkan papanya. Jadi, Cezar mengangguk dan tersenyum. "Aya sayak Sesa (Ayah sayang Cezar)!" serunya dengan suara yang kekanakan.     

Ioan langsung lega karena ia mengira telah berhasil membujuk putranya lalu ikut tertawa. Setelah itu, mereka mulai berbincang ringan mengenai hal-hal sederhana yang tidak penting tapi dapat menghangatkan hati Ioan setiap saat.     

****     

"Tuan! Pelototanmu itu membuat Cezar takut!" tegur Damian, tidak bisa diam lagi.     

Steve mengernyit. "Aku tidak melotot," ujarnya jujur.     

"Kau melotot! Kau tidak bisa lihat betapa Cezar ketakutan melihatmu?!" Damian mencibir. Ia sudah mengurus Cezar selama tiga bulan bersama dengan Ioan. Tentunya, ia peka terhadap perasaan Cezar walaupun bayi kecil itu dapat menutupinya dengan baik.     

Steve menggaruk kepalanya yang tidak gatal, benar-benar tidak menyadari bahwa ia telah mengintimidasi anak itu. ia jujur bahwa ia tidak melotot.     

Ia hanya mengamati pakaian baru yang digunakan Cezar dan merasa puas. Pakaian baru yang ia pilihkan benar-benar cocok dan membuat putranya terlihat sangat imut. Ia tidak bisa menahan diri untuk menatapinya semakin lama dan mengabadikan keimutan putranya di dalam memori hatinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.