This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Aku Mencintaimu



Aku Mencintaimu

0"Tolong kembalilah Io. Aku sangat kesepian tanpamu. Maafkan aku telah membuatmu merasa sangat tidak nyaman selama ini. Aku tahu kau mungkin tidak akan percaya dengan kata-kataku tapi jika 18 tahun yang lalu kau memberitahuku bahwa Mihai adalah mixed blood pun, aku akan menyayanginya dan melindunginya dari semua musuhnya."     
0

Steve mengeratkan pelukannya. Tubuhnya gemetaran, penuh emosi yang bercampur aduk. Tangisannya sudah reda tapi ia tetap tidak bisa melepaskan tubuh mungil itu karena takut pria itu akan lari lagi darinya.     

Hati Ioan sakit. Ia tidak menyadari telah membuat pria ini begitu menderita karena keputusannya di masa lalu.     

Ia membalas pelukan Steve lebih erat lagi sembari menggelengkan kepalanya dengan kuat. "Tidak! Aku yang salah! Aku … jika saja aku menunggu kau pulang dulu, aku pasti akan mempercayaimu dan kita tidak akan terpisah selama ini. Maafkan aku telah mengingkari janjiku!"     

Berbagai perasaan bercampur aduk di dalam diri keduanya. Lega karena akhirnya mereka bisa membicarakan semuanya dengan baik. Bahagia karena ternyata mereka memikirkan satu sama lain. Sedih karena mereka telah menyakiti satu sama lain.     

Steve tidak bisa menghentikan perasaannya lagi dan mendaratkan ciuman yang dalam pada orang tercintanya itu.     

Ioan juga tidak menolak dan membalas ciumannya. Kedua tangannya terlingkar erat di leher Steve, tidak ingin lagi melepaskan pria ini di masa depan.     

Ia sangat menyesal telah mempercayai ucapan kosong Rachel.     

Padahal ia mencintai pria ini dan ia telah berada di sisi pria ini selama hampir delapan tahun lamanya tapi hanya dengan ucapan dari gadis itu, ia bisa tergoyahkan. Seharusnya ia tahu betapa baik hatinya pria ini dibalik ekspresi dinginnya.     

Steve pasti akan melindungi mereka walaupun itu adalah Luca yang menjadi ancaman. Mengapa ia tidak bisa meyakinkan dirinya dulu?! ia benar-benar bodoh!     

"Jangan menyalahkan dirimu," ujar Steve tiba-tiba menyentak Ioan kembali ke kenyataan.     

Wajah Ioan memerah malu. "A—aku mengatakan pikiranku?"     

Steve tertawa kecil seraya menggeleng. "Tidak tapi ekspresimu menggambarkan semuanya."     

Ioan menundukkan kepalanya tapi Steve mengangkatnya kembali. "Biarkan aku melihat wajahmu. Aku sangat merindukannya."     

"A—aku…." Ioan tidak bisa berkata apa-apa. Jantungnya berdegup begitu kencang ketika bertemu pandang dengan sepasang mata biru muda itu. Ia ingin memalingkan wajahnya tapi tubuhnya tidak bisa bergerak.     

"Kau tidak salah Io. Perlakuanku dulu sangat buruk jadi wajar kau tidak mempercayaiku."     

Ioan buru-buru menggeleng. "Tidak! Apa yang kau katakan?! Kau, walaupun dingin, memperlakukanku sangat baik! Aku tidak pernah memiliki kehidupan yang begitu baik selain selama delapan tahun bersamamu itu…."     

Steve tertegun. Tidak pernah ia membayangkan akan mendapatkan pengakuan yang begitu menyenangkan telinga dan hatinya dari pria yang sangat ia cintai ini. Tidak bisa menahan dirinya lagi, ia kembali memeluk Ioan erat dan mendaratkan ciuman lainnya. Kali ini lebih dalam dan lebih lama.     

Keduanya saling bertatapan. Semilir angin memainkan helai-helai rambut mereka dengan lembut. Senyum terlukis di wajah keduanya.     

"Aku…."     

"…mencintaimu."     

Keduanya berucap, saling menyaut kata satu sama lain dan seketika itu juga wajahnya semakin memerah.     

"Aku mungkin sudah mencintaimu sejak kita pertama kali bertemu di lorong rumah sakit itu…," bisik Steve yang dengan manja menyandarkan kepalanya pada bahu Ioan.     

Ioan mengedip bingung. "Lorong rumah sakit? Bukankah kita bertemu pertama kali di saat…." Ucapannya terhenti. Ia tetap merasa malu untuk mengatakan kata 'seks' ketika kecelakaan itu terjadi.     

Steve memutar kepalanya hingga wajahnya terarah pada Ioan. Senyum misterius tersungging. "Ayo tebak."     

Ioan mengernyit. "Aku … aku tidak ingat."     

"Kalau begitu coba ingat kembali," jahil Steve.     

"Ugh … aku tidak ingat. Ayo beritahu aku! Aku penasaran!" Ioan benar-benar tidak bisa mengingat apa-apa tapi Steve tetap tidak mau memberitahunya.     

Ioan harus mengejar Steve beberapa putaran seperti anak kecil sampai akhirnya Steve pura-pura tertangkap dan menceritakannya. Tidak hanya itu, mereka membicarakan banyak hal lainnya seperti bagaimana Steve yang memang telah membelikan mereka baju, bagaimana ternyata Ioan telah jatuh cinta pada Steve jauh dari yang Steve perkirakan, dan masih banyak lagi. Mereka menghabiskan sepanjang hari itu untuk memperbaiki seluruh kesalahpahaman mereka dan di hari itu juga, mereka menyadari bahwa mereka telah mencintai satu sama lain lebih dari yang telah mereka bayangkan….     

*****     

"Vio! Cezar! Panggil Ayah!"     

Karakter Steve benar-benar berubah setelah 18 tahun ini. Ia menjadi seorang pria yang sangat lugas dan santai hingga terkadang berubah menjadi om-om masokis yang menjijikkan.     

Kedua putranya yang telah lama terpisah darinya dan menjadi dewasa tidak tahu harus bagaimana menghadapi perubahan itu.     

Mereka sudah terlalu dewasa untuk mendapatkan elusan manja dari sang ayah sehingga ketiganya melakukan kejar-kejaran di dalam kediaman Luca keesokan paginya.     

"A—Ayah!"     

"Ayah!"     

Panggil keduanya bersamaan tapi tidak berani mendekati Steve yang benar-benar membuat mereka merinding.     

Steve membuka kedua tangannya lebar-lebar, sudah mau memasukkan keduanya ke dalam pelukan dan mendaratkan ribuan ciuman sayang ketika Ioan melemparkan sebuah buku tebal pada kepalanya.     

"Auw! Io … caramu memperlihatkan kasih sayang benar-benar intens," puji Steve yang mengacungkan jempol tinggi-tinggi.     

Ioan tidak bisa berhenti memerah. "Omong kosong! Aku hanya menghentikanmu karena kau terlalu menjijikkan! Kau kira Cezar dan Vio sudah umur berapa?"     

Mendengar kata umur, Steve menjadi cemberut. "Aku tahu dan aku sedih tidak bisa memberi mereka kasih sayang selama pertumbuhan itu. Makanya aku ingin…." Jika Steve adalah half-beast, telinga dan ekornya sudah akan terkulai lemas.     

Cezar dan Viorel saling bertatapan sejenak sebelum mendapatkan persetujuan bersama. Keduanya mendekati Steve. "Ayah!" panggil mereka bersamaan.     

Keduanya memeluk Steve dengan erat.     

Steve terkejut. tidak menyangka kedua putranya akan begitu hangat menyambutnya kembali, air mata kembali mengalir deras.     

Ioan mengernyit. "Apa yang kau tangiskan?! Mengapa kau jadi cengeng begini setelah 18 tahun?!"     

"Huhuhu … putraku baik sekali! Aku akan menumpahkan seluruh kasih sayangku kepada kalian! Huhuhuhu…" Steve menangis dengan sapu tangan di wajah.     

Ioan jadi berpikir ulang. Mengapa ia bisa menyukai orang seperti ini?     

Radar cinta Ioan yang dimiliki Steve tiba-tiba bereaksi. Ia merasakan bahaya. "I—Io! Apa yang kau pikirkan tadi? Jangan bilang kau tiba-tiba tidak menyukaiku lagi?!"     

"Hah?! Omong kosong apa yang kau katakan?! Tidak hanya menjadi cengeng tapi kau juga mau jadi raja drama?!"     

Keadaan menjadi kacau dengan Steve yang merengek dan tidak mau melepaskan Ioan sementara Ioan sudah sangat bising dengan semua itu hingga berusaha menjauhkan Steve darinya. Cezar dan Viorel terus dikejutkan oleh perubahan ayahnya dan hanya bisa tertawa canggung.     

"Hahaha … Tuan berhentilah sebelum kau benar-benar akan dicampak oleh Io."     

Pergerakan Ioan terhenti. Matanya terbelalak. Ia buru-buru melihat ke arah sumber suara itu dan matanya langsung berkaca-kaca.     

Tidak jauh dari mereka, berdiri Damian dengan senyum ramahnya. Di sampingnya, Jack juga tertawa melihat kekonyolan sang tuan. Ia sudah tidak lagi terkejut oleh perubahan absurd tuannya itu.     

"Damian!" Ioan sangat merindukan pria ini. Damian adalah satu-satunya yang berlaku sangat ramah kepadanya sejak awal jadi ia sangat berhutang dengan kebaikan Damian.     

Ia mendorong Steve pergi dan langsung berlari memeluk Damian.     

"Io! Lama tidak jumpa!" Damian balas memeluknya dengan erat.     

Tidak jauh dari mereka, Steve masih terlentang di atas lantai, syok. "Io bahkan tidak menyambutku sehangat itu ketika pertama kali bertemu."     

Kedua putranya tidak bisa tidak bersimpati dengan ayah mereka yang malang.     

Steve bangun dari posisi telentangnya dan menembakkan tatapan tajam kepada Damian. Damian hanya terkekeh acuh tak acuh terhadap Steve membuat Steve semakin kesal.     

*****     

"Bagaimana keadaan Miha—" Ioan memasuki kamar Mihai ketika siang hari tiba untuk menanyakan keadaan putra bungsunya itu hanya untuk disodorkan pemandangan yang membuatnya merah padam.     

Luca sedang mencium Mihai – lebih tepatnya, ia sedang menyalurkan energi kepada Mihai melalui ciuman karena itu akan membuat penyembuhan Mihai lebih cepat. Disampingnya, Liviu sedang cemberut karena ia tidak diperbolehkan mencium papanya juga padahal ia ingin berkontribusi dalam penyembuhan Mihai.     

Menyadari keberadaan Ioan, Luca menghentikan penyaluran energinya dan menegakkan kembali tubuhnya. Melihat ada kesempatan, Liviu ingin mencium papanya juga tapi Luca menghentikannya.     

"Tidak boleh cium bibir. Itu hanya untuk Ayah."     

Liviu cemberut. "Da!!"     

Luca menjadi lebih lunak. "Livi, bibir itu eksklusif untuk Ayah. Jika kau ingin memberitahu Papa bahwa kau menyayanginya, kau bisa mencium pipinya atau keningnya, ok?"     

Setelah beberapa saat akhirnya Liviu menyanggupi. Ia segera mendaratkan ciuman yang bertubi-tubi pada pipi dan kening papanya berharap dengan itu Mihai dapat bangun lebih cepat.     

Luca tersenyum sangat tipis seraya menarik Liviu kembali ke dalam pelukannya. "Sudah cukup," gumamnya. Tangannya mengelus kepala Liviu dengan lembut.     

Ioan masih mati gaya di depan pintu sementara Steve yang mengekorinya menatap tajam pada Luca.     

"Kau! Berani-beraninya mencium putraku seintim itu tanpa persetujuanku!" Steve ternyata sangat posesif sebagai seorang ayah. Ia mendesis kepada Luca tapi Luca hanya mengabaikannya.     

"Keadaannya semakin membaik, Ayah," ujarnya kepada Ioan.     

Ioan terlonjak lagi karena tidak terbiasa dengan panggilan itu. "Ah … ba—baguslah."     

Di sampingnya, Steve semakin cemberut. Ia menunjuk Luca di hidungnya dengan tatapan tajam. "Panggil aku Ayah juga! Kau sudah menjadi menantuku!"     

Luca meliriknya sejenak. Matanya mengatakan 'dalam mimpimu!' sebelum ia kembali mengabaikan Steve lagi.     

Steve hanya bisa pasrah. Ia sebenarnya ingin menjahili Luca untuk memanggilnya ayah tapi respons Luca hanya membuatnya semakin kesal.     

Pada akhirnya, setelah melihat keadaan putra bungsunya itu, Steve pamit keluar dari kamar untuk mencari Jack.     

"Ada apa Tuan?" tanya Jack.     

Ekspresi wajah Steve menjadi serius dan dingin. "Cari Rachel dan jangan biarkan dia lolos kali ini!" Aura membunuh sekilas menguar dari tubuhnya.     

"Baik!" Jack dengan patuh menerima tugasnya.     

*****     

Toma memasuki kamar tamu di rumah keluarga adiknya dengan senyum lebar. Ia mendapatkan ijin untuk mengunjungi dan menginap di rumah adiknya. Ia berhasil bertemu dengan anak adiknya dan merasakan kehangatan keluarga ini.     

'Nicole benar-benar beruntung telah bertemu dengan David,' pikirnya senang sekaligus sedikit iri.     

Wajah Vasile memasuki bayangannya. 'Aku juga ingin memiliki kehidupan yang hangat dengan si Paman…,' pikirnya tanpa sadar dan sedetik kemudian ia langsung merah padam.     

Namun, ia tidak lagi menyangkal perasaannya dan mulai merindukan pria itu.     

Ia telah memutuskan untuk memilih Vasile dan kebahagiaannya dibandingkan tugas untuk membunuh Luca. Namun, ia tidak tahu bagaimana ia bisa menyampaikan penolakan terhadap tugas itu sekarang.     

Tiba-tiba, alat komunikasi rahasianya berkedip. Toma buru-buru membaca isi pesannya.     

['Segera mendapatkan darah Luca Mocanu dalam satu minggu ini! Kita akan bertemu di hari Minggu di XX jam XX']     

Sebuah ide terlintas di benak Toma setelah membaca pesan itu. Ia segera mengirimkan balasan.     

['Baik! Ada sesuatu yang ingin kubicarakan juga di hari itu']     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.