This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Aku Tidak Akan Melepaskanmu (1)



Aku Tidak Akan Melepaskanmu (1)

0"Ada yang ingin Papa ceritakan setelah Tuan Albert selesai mengecek keadaanmu."     
0

Luca mendengar perkataan Ioan ketika ia baru membuka pintu kamar. Pergerakan tangannya terhenti sejenak sebelum kembali menutup pintu.     

Keluarga Asaka membutuhkan waktu untuk menjelaskan semuanya kepada Mihai jadi Luca tidak akan mengganggu.     

Ia bersandar pada dinding dingin di seberang pintu kamar dalam diam. Kedua tangannya terlipat di depan dada dan kaki kirinya disilangkan di depan kaki kanannya yang semampai. Siapa saja yang melihatnya pasti akan terpukau oleh kesempurnaan figur itu.     

Bahkan, Vasile yang buru-buru datang karena mendengar Mihai telah bangun berhenti sejenak untuk mengagumi pemandangan itu sebelum tersadar kembali.     

'Dia benar-benar perpaduan ayah dan ibunya …,' pikir Vasile. Kakak laki-lakinya serta kakak iparnya memiliki keindahan fisik yang luar biasa. Sayangnya, di masa para incubus bahkan tidak pernah merasa kenyang, keindahan itu sedikit tertutup oleh tubuh yang ringkih diakibatkan malnutrisi.     

Jika keduanya ada di sini, Vasile yakin mereka akan seperti Luca yang sekarang.     

"Paman? Ada apa berdiri diam di sana?"     

Vasile ditarik kembali dari nostalgianya. Ia menggeleng. "Tidak ada apa-apa. Hanya teringat sesuatu. Dari pada itu, mengapa Tuan ada di luar? Bagaimana dengan Mihai?"     

"Biarkan mereka berbicara dengan Mihai dulu. Aku tidak ingin mengganggu."     

"Begitu." Vasile akhirnya mengurungkan niatnya juga untuk menjenguk Mihai. Ia akan kembali lagi nanti.     

Luca melirik Vasile yang sudah berbalik, tiba-tiba teringat sesuatu. "Bukankah hari ini Shikida Toma akan pulang? Paman tidak pergi menjemputnya?"     

"Oh itu … Toma bilang ia akan menginap selama satu minggu lagi karena ada acara penting yang perlu ia hadiri bersama keluarga adiknya. Jadi, aku akan menjemputnya Senin minggu depan."     

Luca menggumamkan 'mm' seraya mengangguk singkat. "Paman pasti kesepian."     

Ucapan itu muncul tanpa pemikiran mendalam dari Luca tapi berhasil membuat Vasile mematung di tempat dengan mata terbelalak. Di saat yang sama, Albert yang tadi dipanggil baru saja tiba dan mendengarkan ucapan Luca juga. Sama seperti Vasile, langkah koki itu langsung terhenti dengan mata terbelalak memandang Luca.     

"Ada apa? Ada sesuatu di wajahku?" Luca tidak paham mengapa mereka merespons seperti itu.     

Vasile dan Albert masih tidak bisa berkata-kata. 'Tuan benar-benar mengatakan kata 'pasti kesepian'?!' Dari mulut tuan mereka yang selalu dingin, datar, dan tidak memiliki perasaan itu?     

Kenyataan bahwa Luca bisa bersimpati pada Vasile adalah perubahan yang sangat besar!     

'Ini … apakah Mihai benar-benar 'orang itu' yang disampaikan si Pak Tua?!' Vasile sangat yakin dengan pemikirannya dan tidak bisa lebih senang dari ini.     

Albert tertawa lebar sebelum menggeleng kepada Luca. "Tidak ada. Aku hanya senang Tuan kita telah kembali dewasa!" Setelah menyerukan itu, ia kembali tertawa seraya memasuki kamar tidur.     

"Haa … aku benar-benar terharu! Hari ini adalah perayaan! Makan besar!" Vasile melangkah besar, hendak menuju dapur, sembari menulis di buku catatannya mengenai sang tuan.     

Luca ditinggalkan dalam keadaan bingung. Tanda tanya memenuhi kepalanya.     

"Mereka … sebenarnya kenapa?"     

Dengan otak briliannya pun, Luca tetap tidak bisa memahami maksud mereka ….     

*****     

Setelah beberapa menit kemudian, Albert keluar dari kamar tidur. Sambil menyunggingkan senyum penuh arti yang semakin menggugah tanda tanya dari Luca, Albert melaporkan keadaan Mihai.     

"Dia sudah sembuh total. Tidak perlu khawatir lagi, Tuan. Namun, untuk berjaga-jaga, pastikan ia tidak melakukan kegiatan yang berat dulu selama dua hari ke depan."     

Luca mengangguk paham.     

Albert pamit undur diri untuk kembali ke dapur. Sebelum pergi, ia melirik Silver yang entah sejak kapan telah berdiri diam di samping Luca lalu mengangguk kecil padanya.     

Silver membalas dengan anggukan kecil juga lalu kembali diam.     

Luca melirik Silver, tanda tanya di kepalanya semakin besar. Beberapa saat sebelumnya, tiba-tiba Silver memasuki pintu lorong kamar yang tidak terkunci – Luca telah melepaskan sihir kuncinya untuk sementara waktu agar keluarga Mihai dapat keluar masuk dengan mudah.     

"Tuan Luca," panggil Silver seraya membungkuk hormat.     

Luca mengangguk lalu menunggu Silver membicarakan tujuannya kemari, mengira ada laporan baru yang penting untuk ia dengar.     

Mengkhianati pemikirannya, Silver ikut bersandar di dinding di samping Luca lalu diam seribu bahasa hingga sekarang.     

'Sebenarnya, apa yang ia inginkan dengan berdiri di sini?' Luca akhirnya mengucapkan pertanyaannya itu.     

"Ah … aku menunggu orang," jelas Silver singkat. Teringat bahwa ia telah begitu tidak sopan berdiri di sana tanpa menjelaskan apapun, ia kembali membungkuk sebagai permintaan maaf.     

"Oh begitu," gumam Luca dan keheningan kembali melanda mereka.     

*****     

Hampir 30 menit kemudian, Ioan dan Steve keluar dari kamar.     

"Istirahatlah, Mihai. Nanti Papa akan kembali lagi. Vio ayo!" pesan Ioan ketika ia telah mencapai daun pintu.     

"Ayah juga!" seru Steve dengan wajah secerah matahari. Ia sangat senang karena akhirnya Mihai telah mengetahui kenyataan bahwa ia adalah ayahnya dan bahkan bersedia memanggilnya ayah dengan sangat manis.     

'Aghhhhh!!!!!!!' Hatinya berteriak bahagia.     

"Tunggu sebentar! Ada yang ingin aku sampaikan ke Mihai." Suara Viorel terdengar dari bagian dalam kamar.     

Setelah berpesan kepada Viorel untuk tidak berbicara terlalu lama agar Mihai bisa beristirahat, Ioan dan Steve menutup kembali pintu kamar.     

Ioan hampir mundur beberapa langkah ketika menyadari keberadaan Luca dan Silver yang diam seribu bahasa bagaikan patung. Untung saja dibelakangnya adalah Steve jadi pria itu menghentikannya dengan sigap.     

"Tu—Tuan Luca," sapa Ioan yang masih canggung dengan menantunya ini.     

Luca mengangguk. "Tidak perlu Tuan, Ayah. Panggil saja Luca."     

Ioan hampir tersedak ludahnya sendiri. Ia belum terbiasa dengan panggilan 'Ayah' itu dan ia terlalu terkejut disuruh memanggil Luca hanya dengan nama. 'Aku tidak berani!' Keringat dingin membasahi punggungnya.     

Steve tahu Ioan kesulitan jadi ia dengan sengaja memprotes, "Kapan kau akan memanggilku Ayah juga?!"     

Luca tidak mengatakan apapun. Hanya ekspresi wajahnya yang mengatakan 'Mimpimu!' membuat Steve geram.     

"Sialan kau! Ayo sekarang panggil aku Ayah!" Steve jadi kesal beneran, berusaha menjepit leher Luca di lengannya.     

Luca menghindar dengan gampang membuat Steve menangkap udara kosong.     

Steve mendecakkan lidahnya masih tidak mau menyerah ketika Viorel tiba-tiba membuka pintu kamar. Melihat bahwa Viorel telah selesai, Luca kembali menghindar dari Steve dan melangkah mendekati pintu kamar.     

"Sudah selesai?" tanyanya bermaksud santai tapi di telinga semua orang di sana terdengar sangat tidak sabaran.     

Steve terpukau oleh perubahan yang tidak terduga itu. Suasana hatinya menjadi sedikit lebih baik jadi ia tidak lagi mengejar Luca.     

"Ayo kita ke perpustakaan, koleksi buku Luca tidak kalah banyak dengan milikku." Steve menarik lengan Ioan, menyadarkan pria itu dari keterkejutannya.     

"Oh, ok," jawab Ioan singkat. Selama berada di dalam kediaman ini, ia sudah mengetahui bahwa Luca Mocanu ternyata kehilangan kemampuannya untuk memiliki perasaan dan ia langsung percaya ketika melihat bagaimana Luca berinteraksi dengan mereka semua.     

Untuk Luca yang memiliki keadaan seperti itu, Ioan menemukan setiap tingkah laku Luca yang penuh ragam emosi ketika berhubungan dengan putranya mengejutkan sekaligus mengagumkan. Ia bisa merasakan bahwa posisi putranya sangat spesial di dalam diri Luca dan itu membuatnya ikut senang.     

Viorel juga menyadari itu dan tiba-tiba ia memiliki ide baru untuk novelnya.     

"Ayah, Papa, aku ada urusan yang perlu di urus langsung di kantor penerbit, jadi aku pergi dulu," pesan Viorel yang sudah mengenakan pakaian rapi – biasanya Viorel hanya akan mengenakan piyama ketika di dalam rumah. Sebenarnya ia sudah mau pergi tadi tapi tertunda karena kabar adiknya sudah bangun.     

Ioan yang sudah bertanya-tanya mengapa Viorel begitu rapi daritadi akhirnya tercerahkan. "Hati-hati di jalan."     

Di sisi lain, Silver juga akhirnya bergerak dari dinding. "Aku juga memiliki urusan lain. Aku pamit dulu, Tuan Luca."     

Luca mengangguk paham bercampur bingung. 'Bukankah dia bilang dia menunggu seseorang? Jadi siapa yang dia tunggu?'     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.