This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Aku Tidak Akan Melepaskanmu (2)



Aku Tidak Akan Melepaskanmu (2)

0Di dalam kamar, Mihai duduk termenung.     
0

"Da?" Liviu yang berada di dalam pelukannya bertanya bingung.     

Setelah mendengar cerita dari Ioan, Mihai masih tersenyum bahagia dan bahkan memanggil Steve 'ayah' hingga membuat Steve menangis terharu membuat semuanya tertawa terbahak-bahak. Ketika Viorel menyampaikan sebuah rencana rahasia pun, Mihai masih mengangguk dengan antusias.     

Baru setelah sosok ketiganya benar-benar hilang, ekspresi wajahnya menjadi mendung.     

Mihai terlalu serius dengan pikirannya hingga ia tidak mendengar gumaman Liviu membuat Liviu cemberut. Bayi mungil itu merangkak menaiki bahu Mihai lalu menepuk-nepuk pelan pipi papanya.     

"Da!" panggilnya lagi kali ini lebih keras.     

"Ya?" Pukulan itu tidak sakit tapi cukup menggelitik Mihai hingga ia tersadar. Senyum kembali tersungging di wajahnya tapi Liviu tetap tidak bahagia.     

Ia tahu papanya memaksakan senyum itu jadi ia ber-da lagi tanpa henti.     

Mihai kebingungan. Ia tidak paham apa yang ingin Liviu sampaikan. Ia hanya bisa merasakan bahwa Liviu sedang marah tapi ia tidak tahu alasannya.     

Tiba-tiba, sepasang tangan kokoh bersuhu dingin mengangkat tubuh mungil Liviu. "Ia kesal karena kau memaksakan senyum yang tidak sesuai dengan perasaanmu sekarang. Apa yang sedang kau sedihkan?" Suara dalam yang lembut terdengar dari atas kepala Mihai.     

Mihai refleks mendongak, langsung bertemu pandang dengan sepasang mata merah gelap yang tegas. Jantungnya berdegup kencang. "Luca …."     

"Mm." Luca mengangguk singkat lalu duduk di tepi tempat tidur. Pandangannya menyusuri seluruh wajah Mihai dengan seksama membuat Mihai sedikit salah tingkah.     

"Ada apa melihatku begitu?"     

"Mengapa sedih? Ada sesuatu yang tidak menyenangkan?" tanya Luca langsung. Seperti yang dikatakan Liviu, ia memang menemukan sesuatu yang tidak biasa dari ekspresi Mihai.     

"Daa! Daaa!" Liviu segera berseru lagi.     

"Dia bilang, kau bisa menceritakannya."     

Mihai diam. Ia terlihat sedang mempertimbangkan perkataan mereka.     

"Livi, boleh tinggalkan papa dan ayah untuk 10 menit?" Setelah beberapa saat, ekspresi wajah Mihai mulai memperlihatkan sebuah tekad kuat.     

Liviu mengernyit tidak setuju. "Da!" serunya seraya menggeleng kuat. Ia sudah menunggu papanya untuk bangun begitu lama. Tidak mungkin ia mau berpisah dengan papanya lagi walaupun itu hanya satu detik pun.     

Akan tetapi, Mihai kembali memohon. Ia benar-benar butuh waktu untuk bicara empat mata dengan Luca.     

Luca menyisir helai rambut Liviu dengan lembut. "Livi, jadilah anak baik. Dengarkan Papamu."     

Liviu menatap ayah dan papanya secara bergantian. Walaupun masih cemberut, pada akhirnya, dengan berat hati, ia setuju. "Da …."     

Sosok mungil itu terbang menuju pintu dengan kepala tertunduk, membuka pintu lalu keluar dari kamar.     

Melihat kesedihan putranya itu, Luca berpikir untuk memberinya hadiah kecil setelah ini.     

Di sampingnya, Mihai masih terlihat mempertimbangkan sesuatu. Luca tidak keberatan dan menunggu dalam diam.     

"Luca."     

"Mm?"     

"Aku sudah tahu mengapa kau tiba-tiba menjauhiku beberapa minggu yang lalu."     

Luca tidak menjawab. Tidak ada emosi spesifik yang terlukis di wajahnya. "Dan menurutmu apa penyebabnya?"     

Wajah Mihai tertunduk, semakin suram. Namun, ia kembali mengangkatnya dan menatap lurus-lurus pada Luca. Matanya mengkilat penuh tekad tapi jika dilihat dengan seksama, terdapat secercah ketakutan yang berusaha ditutupi.     

"Karena aku adalah mixed blood, benar?"     

Tidak ada perubahan pada ekspresi Luca seperti ia telah menduga apa yang akan dikatakan Mihai. "Mengapa kau berpikir begitu?"     

Kontras dengan Luca yang terlihat tenang, Mihai dalam keadaan kacau. Walaupun tekadnya sudah bulat, keringat dingin tidak mau berhenti membasahi tubuhnya. Jari jemarinya saling tertaut, memainkan satu sama lain, berusaha meredakan kecemasan intens yang ia rasakan.     

"Aku … Papa mengatakan bahwa aku adalah mixed blood tapi figur asliku disegel karena jika tidak, aku bisa terbunuh terutama oleh …." Mihai mengucapkan dengan enggan, "… mu …."     

"Jika sosok aslimu tersegel, bagaimana kau yakin aku bisa tahu kau adalah mixed blood sejak beberapa minggu yang lalu?"     

Mihai cemberut mendengarnya. 'Bukankah kau yang lebih tahu mengapa?!'     

"Aku tidak tahu kau tahu dari mana bahwa aku adalah mixed blood karena aku sendiri tidak tahu! Tapi … kau yang pertama kali menanyakanku apakah aku tahu tentang mixed blood ini. Lalu kau juga yang menceritakan mengenai kebencianmu kepada kaum itu dan kau juga yang memanggilku memastikan sesuatu kepada Papa. Yang ingin kau pastikan itu ada hubungannya dengan identitasku sebagai mixed blood bukan?"     

Luca tidak terkejut oleh analisa Mihai yang tepat sasaran. Walaupun pria harimau ini tidak pintar secara akademik tapi Mihai tidaklah bodoh.     

Lagipula, Luca tidak bermaksud menutupinya dan jika Mihai tidak menyadarinya, ia yang akan menjelaskannya secara pribadi. Namun, Luca tidak menyadari bahwa Mihai telah salah paham.     

Walaupun Luca sudah menyatakan cintanya kepada Mihai tapi kenyataan bahwa Luca tidak mampu memiliki perasaan itu ternyata tanpa sadar membuat Mihai merasa tidak aman. Masih ada rasa takut di dalam lubuk hatinya yang terdalam bahwa Luca akan merubah keputusannya.     

Ia tidak bisa berhenti memikirkan kemungkinan dimana setelah Luca telah memastikan kepastian identitas Mihai, Luca bisa berubah pikiran.     

"Benar. Aku memang berperilaku seperti itu karena tanpa sengaja menemukan bahwa sepertinya kau adalah mixed blood …."     

Telinga Mihai berdiri tegak. Luca masih melanjutkan ucapannya tapi Mihai tidak lagi mendengarkan. Walaupun ia telah menduganya tapi mendengar jawabannya secara langsung dari mulut Luca membuat ia semakin merasa tidak aman.     

Walaupun begitu, bukan berarti ia akan membiarkan Luca mencampakkannya semau hati. Tidak mungkin! Mihai bukan anak baik-baik yang penurut.     

Mihai tiba-tiba menggenggam kedua pergelangan tangan Luca dan menariknya hingga wajah mereka langsung berhadapan dengan sedikit jarak di antara mreka.     

"Tapi! Jangan pernah berpikir kau bisa lepas dariku lagi! Seperti yang sudah kau katakan sebelumnya, aku juga TIDAK akan pernah melepaskanmu walaupun kau bermaksud mendorongku pergi karena identitasku sekaliapun!" ucapnya tegas dan jelas.     

Pupil mata Luca menyusut. Ia terkesiap sekaligus terpesona oleh sepasang mata yang tajam dan kuat tersebut.     

Deg!     

Deg!     

Dentuman lemah terasa di dada Luca, memberinya sedikit rasa sesak.     

'Pria ini ….' Sudut bibir Luca tanpa sadar terangkat sedikit. Sudut matanya menyipit, memancarkan kelembutan dari bola matanya.     

"Bodoh," gumamnya lembut seraya menjitak pelan dahi Mihai.     

Mihai mengeluh kecil. "Mengapa tiba-tiba menjitakku? Dan apa yang kau tertawakan? Aku serius!" Ia sempat terkejut oleh senyum yang tiba-tiba menghiasi wajah dingin itu tapi segera tersadar bahwa sepertinya pria itu sedang mengejeknya.     

Luca menarik lengannya, memaksa Mihai mendekat dan ….     

Cup     

Ciuman ringan menyentuh bibir Mihai. Wajahnya langsung merah padam.     

"Dengarkan ketika seseorang berbicara tapi … ya, kau tidak ingin melepaskanku kan? Kalau begitu …." Luca menyatukan dahinya pada kening Mihai. Kedua lengannya terangkat, membawa tangan Mihai yang masih menggenggam pergelangan Luca ikut terangkat. "Genggam aku erat-erat dan jangan pernah lepaskan."     

Semilir angin musim semi yang sejuk mengalir masuk dari jendela kamar yang terbuka lebar, memainkan helai-helai rambut mereka.     

"Aku …." Kepala Mihai kosong melompong. Ucapan Luca terlalu tiba-tiba sehingga ia tidak bisa mencernanya dengan baik. Pada akhirnya, ia hanya mampu mengucapkan satu kata tanpa makna khusus seperti orang bodoh.     

Luca menyisir helai-helai rambut Mihai yang bertebangan, merapikannya dengan penuh perhatian dan kelembutan, selembut matahari pagi yang bersemayam di dasar pantulan bola matanya.     

"Dengar, aku memang tidak menyukai mixed blood seperti yang sudah pernah kuceritakan kepadamu juga. Sampai sekarang pun, aku tidak bisa mengatakan bahwa aku telah bisa melepaskan seluruh kebencianku itu tapi … aku mencintaimu Mihai. Siapapun dirimu, kaum apapun dirimu, tidak akan pernah berubah. Jadi …."     

Luca kembali mendaratkan kecupan lembut. "Jangan pernah lepaskan aku, ok?"     

Sepasang mata kuning hijau-keemasan itu terbelalak lebar. Mulutnya yang ternganga terbata-bata. "A—aku tidak … salah dengar kan?"     

Luca mengangguk. "100 persen tidak ada kesalahan."     

Rasa bahagia yang begitu besar meluap di dada Mihai hingga tidak bisa tertampung lagi dan merubah wujudnya menjadi tetesan air mata haru. Seluruh tubuhnya ikut bergemetar. Mihai buru-buru menghapusnya. Ia tidak ingin menangis di saat yang bahagia ini.     

"Aku tidak akan melepaskanmu! Janji!"     

Mihai melentangkan kedua tangannya dan dengan satu ayunan, ia memeluk erat Luca, bagaikan ingin bersatu dengannya.     

Luca balas memeluknya erat. Keduanya kembali berciuman, kali ini lebih dalam dan lama. Begitu bibir mereka hampir berpisah, salah satu dari mereka akan kembali menyatukannya. Tidak ada yang rela untuk menjauh untuk sedetik pun.     

"DA!"     

"Wuah!"     

Lagi-lagi bayi kecil mereka, Liviu datang pada waktu yang tidak tepat. Mihai hampir mati karena malu.     

"Sudah 10 menit," gumam Luca menjelaskan maksud 'da' dari Liviu.     

Mihai hanya bisa membenamkan wajahnya pada kedua tangan, tidak mau mengatakan apapun. Kepalanya mengepulkan asap.     

Di sisi lain, Liviu cemberut. Ia menunggu 10 menit berlalu dengan sabar di depan pintu dan ketika ia masuk ke dalam, kedua orang tuanya saling berbagai kasih sayang lagi tanpa dia!     

"Daa! Daaa!!" protesnya dengan kedua pipi menggembung bagaikan balon. Liviu terbang di antara keduanya sambil menunjuk kedua pipinya berkali-kali.     

Kali ini, berkat gestur dari buah hatinya, Mihai merasa ia bisa paham. Luca juga memberinya pembenaran melalui tatapannya.     

Mihai masih malu tapi ia memberanikan diri menatap lurus-lurus pada mata Luca, berkomunikasi melalui tatapan dan berakhir pada sebuah keputusan.     

Tawa kecil kabur dari mulut Mihai. "Livi!"     

Liviu berhenti mengomel. "Da--?!"     

Tiba-tiba, Mihai dan Luca memberinya kecupan di pipi dari kedua arah, yang satu di pipi kanan, dan yang lain di pipi kirinya.     

"Papa sayang Livi!" ujar Mihai di tengah kecupannya. Luca tidak ikut mengucapkan kata-kata sayang tersebut melainkan hanya mengecup putra kecilnya sekali lagi.     

Suasana hati Liviu langsung berubah. Ia tertawa-tawa bahagia dan langsung melupakan kekesalannya. Ia mulai mendaratkan ribuan ciuman pada Luca dan Mihai secara bersamaan ....     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.