Menjalin Cinta Dengan Paman

Paman, Apa yang Tergantung di Kepala Ranjangmu?



Paman, Apa yang Tergantung di Kepala Ranjangmu?

0Keesokan harinya.     
0

Ketika An Ge'er bangun dan turun, Bo Yan sudah duduk di bawah sambil membaca dokumen.     

Pria itu mengenakan jas hitam Armani dan kemeja putih. Seperti biasa, tampak dingin dan tidak ada sedikit pun keanehan yang terlihat di ekspresi wajahnya.     

An Ge'er mengusap matanya karena sedikit tidam percaya dengan apa yang dia lihat.     

Orang yang tadi malam menggila dan memperlakukannya dengan buas itu sama sekali tidak cocok dengan orang dengan aura dingin dan elegan depannya itu.     

Hanya dengan melihat penampilan Bo Yan sekarang, bagaimanapun An Ge'er tidak akan dapat membayangkan jika ternyata…     

Bo Yan bisa menjadi sosok yang sangat berbeda.     

Duduk makan di meja, Ah Dong menerima sebuah dokumen dari tangan Bo Yan.     

Ah Dong kemudian melirik An Ge'er lalu bertanya dengan santai, "Nona Kecil, suhu udara begitu panas, mengapa pakaianmu sangat panjang sampai menutupi leher? Apa kamu tidak takut biang keringat?"     

Mendengar pertanyaan Ah Dong, wajah mungil An Ge'er pun seketika berubah menjadi agak aneh, rona merah yang tipis mewarnai telinganya.     

Tanpa sadar, An Ge'er menyusutkan lehernya ke dalam kemeja.     

Apa boleh buat, An Ge'er tidak bisa memakai pakaian dengan leher terbuka. Pasalnya, lehernya penuh dengan bekas ciuman berwarna kemerahan, apa yang harus dilakukannya dengan itu semua?     

"Uhuk! Aku tidak merasa panas…"     

An Ge'er makan sambil menunduk, matanya berkilat.     

Pandangan Bo Yan terangkat dari dokumen, matanya yang sipit tertuju pada telinga An Ge'er yang memerah. Tanpa sadar, sudut bibirnya sedikit terangkat.     

"Benarkah? Aku malah merasa akhir-akhir ini cukup panas." An Dong dengan polos melirik langit biru dan matahari yang terik di luar, cemberut dan mengernyit.      

An Ge'er semakin malu. Suasana menjadi sedikit ambigu.     

Setelah itu, An Ge'er seakan-akan tiba-tiba teringat sesuatu. Antara sengaja dan tidak sengaja, dia ingin mencairkan suasana dengan membuka obrolan. Maka, sambil minum susu dia pun bertanya, "Oh ya, Paman, aku ingin bertanya sesuatu kepadamu."     

"Apa?"     

Suara Bo Yan masih dingin, tetapi membawa perasaan yang dalam.     

"Itu… aku sangat penasaran. Bingkai yang tergantung di atas kepala ranjang di kamarmu, yang dipasang dengan kain putih itu, yang berwarna merah tua itu… itu apa, Paman? Apakah itu darah? Darah siapa? Paman, apakah Paman dulu pernah terluka?"     

An Ge'er menanyakan beberapa pertanyaan sekaligus secara berturut-turut.     

"Pfft!"     

Ah Dong yang baru saja minum tiba-tiba menyemburkan air setelah mendengar pertanyaan An Ge'er itu.     

An Ge'er pun memandang Ah Dong dengan bingung. Namun, pria itu langsung berdiri dan dengan cepat pergi sambil membawa dokumen di tangannya.     

"Bo… Bos, Nona, aku pergi dulu."     

Ah Dong keluar dari vila, hampir tanpa menolehkan kepalanya. Pria itu agak terengah-engah, dahinya basah oleh keringat.     

'Tiba-tiba?'     

'Apa yang ditanyakan Nona kepada Bos?'     

'Kain putih?'     

'Darah merah tua?'     

'Apa aku tidak salah dengar?'     

Ah Dong sepertinya memiliki ingatan terhadap benda seperti itu. Dalam hati, dia kurang lebih tahu apa itu.     

Namun, Ah Dong tidak mengira kalau Bo Yan akan menyimpanny dan bahkan membingkainya.     

'Bukankah itu adalah… darah malam ketika Nona Kecil diberi obat dan dibegitukan oleh Bos...?'     

Namun, baru saja, Ah Dong mendengar An Ge'er menanyakan sendiri hal itu kepada Bo Yan. Menanyakan apa yang digantung di dinding itu.     

Wajah tampan Ah Dong pun langsung memerah.     

***     

Di dalam vila.     

An Ge'er tidak bodoh. Melihat reaksi Ah Dong yang seperti itu, tiba-tiba dia pun langsung mengerti kalau benda itu tidak sesederhana yang dibayangkannya.     

'Tapi, apa sebenarnya benda itu?'     

'Darah dari mana?'     

"Paman… Ah Dong, kenapa dia…?"     

"Tidak apa-apa, makanlah."     

Saat berbicara, mata Bo Yan sedikit berkilat. Setelah ragu-ragu sejenak, pria itu pun berkata, "Dulu memang ada yang pernah terluka, tapi bukan aku. Aku yang membuat orang itu terluka. Jadi, aku menyimpannya sebagai harta kenangan."     

An Ge'er terkejut dan mengangguk, antara mengerti dan tidak mengerti.     

"Oh, benarkah…"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.