[BL] RedBlue Academic. END✔

Menginjak Tanah Red Academic



Menginjak Tanah Red Academic

0  Sudah seminggu masa olimpiade telah berlalu dan masing-masing sekolah sudah mulai kembali aktif dengan kegiatan yang ada di sekolah mereka masing-masing. Begitu juga dengan Defian Mahesa yang berada di Sekolah Blue.    
0

  Saat ini Defian sedang fokus mendengarkan pelajaran Fisika yang tengah diterangkan salah satu guru mereka, dan sekali-sekali Defian menganggukan kepala tanda mengerti.    

  :envelope_with_arrow: Tring (Pesan masuk)    

  Akemi    

  Gimana, jadi tidak kita eksperimen?    

  Sudah seminggu berlalu loh...    

  Defian melihat Akemi yang duduk di barisan depannya yang tengah serius seakan tengah fokus mendengarkan pelajaran yang dibawakan guru fisika.    

  :up_arrow: Defian    

  Aku sedang mencari hari baik.    

  :envelope_with_arrow: Akemi    

  :expressionless_face: Jadi, apa sudah ketemu hari baiknya?    

  :up_arrow: Defian    

  Firaz mengatakan minggu ini bukan hari baik untuku. Jadi dia mengatakan untuk tidak melakukan hal yang membahayakan diri.    

  :envelope_with_arrow: Akemi    

  :face_with_steam_from_nose: Aw, sudah jangan dengarkan dia.    

  Sekedar info, Firaz adalah salah satu teman dekat Defian selain Akemi. Firaz ini merupakan tipe orang yang sangat suka membual tentang hal-hal magic atau hal-hal yang diluar nalar. Dia (Firaz) juga pernah mengatakan pada semua orang, bahwa dia melihat borgol yang berantai besi berjalan seperti ular mengelilingi daerah Red, seakan sedang memantau keadaan. Namun semua orang hanya mengabaikan ocehanya.    

  Dan ... Satu-satunya orang yang mempercayai ucapannya hanyalah Defian Mahesa. Entah apa yang ada dalam pikiran Defian sampai bisa mempercayai ucapan Firaz.    

  Akemi pernah sempat mengatakan pada Defian untuk tidak terlalu mempercayai ucapan Firaz sekaligus sahabat dekat mereka itu. Namun jawaban yang Akemi dapatkan dari Defian, 'Tidak ada salahnya kita mempercayai hal itu. Selagi hal itu tidak merugikan kita'. Itulah jawaban yang diberikan seorang Defian.    

  .    

  .    

  .    

  "Sialan, kalian ... Kalian serius mau menginjaki tanah Red!"     

  Akemi menjitak kepala Firaz, "Pelankan suaramu."    

  Pukul 1 malam mereka bertiga keluar secara diam-diam dari Asrama dan bertemu di belakang sekolah Blue.    

  Defian melihat kedua temannya yang saat ini sedang membungkuk ditanaman bunga Asoka, "Gimana, apa kalian siap?"    

  "Siap." Jawab Akemi pelan.    

  Akemi memalingkan pandanganya ke arah Firaz, "Kamu yang lebih dulu"    

  "Ap–apa. Apa ka–kau sudah tidak waras! Aku tidak mau kau saja yang lebih dulu, baru setelah itu giliranku."    

  "Apah! Jangan memerintahku se enaknya."    

  "Kamu juga jangan memerintahku se enaknya..."    

  Defian, "Hey-hey hentikan. Kita bisa ketahuan jika kalian berdua ribut seperti ini."    

  Firaz dan Akemi sama sekali tidak memperdulikan keadaan. Mereka berdua hanya sibuk dengan pertengkaran mereka dan masing-masing tidak ada yang mau mengalah satu sama lain. Entah siapa di antara mereka berdua yang tidak sengaja menyiku Defian yang tengah menghentikan pertengkaran mereka sampai membuatnya terjungkal ke belakang.    

  Defian pun kehilangan keseimbangan dan jatoh mencium tanah.    

  Firaz, "..."    

  Akemi, "..."    

  Hening...    

  Hening...    

  "A–aw, hidungku." Defian berdiri sambil membersikan sisa-sisa tanah yang melekat pada pakaiannya dan memegang hidungnya yang sakit, "Ah tidak, hidungku berdarah."    

  "Mau tisu?"    

  Defian mengambil tisu yang di berikan padanya dan menutup hidungnya yang berdarah sambil mengangkat wajahnya ke atas untuk mencegah perdarahan berlebih.    

  "Apa itu sakit?"    

  "Tidak terlalu sakit."    

  "Benarkah?"    

  Jawab defian singkat 'Umm'. Setelah beberapa saat kemudian, Defian merasa ada sesuatu yang sedikit mengganjal. Tapi apa(?) Defian berpikir keras. Beberapa detik kemudian, Defian membulatkan matanya dan menoleh ke samping kirinya, hanya dua kata yang bisa dia pikirkan 'bukan temannya', orang yang berdiri di depanya saat ini adalah seorang pria bertubuh tinggi sekitar dua kaki atau setara dengan 190 Cm, memakai baju merah walaupun sebagian dari wajahnya tidak terlihat karena tertutup gelapnya malam, setelah itu Defian melihat sekeliling dengan raut wajah panik,     

  "ini, ini Wilayah Red."    

  Serangan panik pun melanda Defian, diapun berniat lari melompati pagar pembatas setinggi satu meter itu. Namun sayang baru selangkah saja lengannya sudah di tahan erat oleh pria berbaju merah itu. Defian berusaha melepaskan diri dari cengkraman pria tersebut, akan tetapi kekuatannya tidak sebanding dengan orang itu.    

  "Ah, ka, kau ... Lenganku sakit." Ucap Defian sambil berusaha melepaskan diri.    

  "... Borgol." Ucap pria berbaju merah tersebut.    

  Sring... Sring... Sring...(bunyi suara rantai)    

  Defian terdiam dan berhenti melawan, dia melihat di sekeliling, suara rantai bergemah di tengah malam yang sunyi.    

  Semakin hari suara rantai itu sdmakin mendekati mereka.    

  Sring... Sring    

  Pria tersebut menarik Defian kedalam pelukannya. Tatapan mata Defian berkeliaran di sekitar bahkan dia sama sekali tidak lagi menyadari bahwa dia saat ini sedang berada dalam pelukan seorang pria tidak dikenal.    

  "Penasaran, hmm?" Tanya pria itu pada Defian. Defian menarik pandangannya dan memandang pria yang tengah memeluknya saat ini. Pria tersebut menunduk dan berbisik di telinga Defian,    

  "Apa yang ingin kamu lihat berada di bawa kakimu." Seketika Defian menundukan kepala melihat ke arah kakinya sendiri.    

  Sring... Clek (Ter borgol)    

  Kaki kanan Defian terborgol dengan rantai besi.    

  Defian... Defian... Defian (suara orang memanggil)    

  Firaz, "Astaga anak ini, di panggil dari tadi hanya berdiri bengong."    

  "Defian Mahesa, kamu sekarang lagi berdiri di atas tanah Red. Jadi bengongnya nanti saja."    

  Defian mengalihkan pandangannya menatap kedua temannya. Wajah Defian saat ini terlihat sangat cemas, "Kita kembali saja ke asrama." Setelah mengatakan itu, Defianpun memanjat pagar setinggi satu meter itu dan berjalan melewati kedua temannya kembali ke asrama.    

  Firaz, "..."    

  Akemi, "Ada apa? Kenapa dia tiba-tiba saja minta kembali?"    

  Setelah sampai kedalam kamar asramanya, Defianpun langsung naik ke tempat tidur dan membungkus seluruh tubuhnya dengan selimut.     

  Defian melihat tangan kanannya dengan gemetaran.    

  Di tangan kanannya saat ini tepatnya di jari manisnya kini telah terlingkari cincin berwarna merah dan bergaris biru yang sangat indah di jari putih bersihnya.    

  Melihat cincin itu kini mengingatnya tentang kejadian di alaminya beberapa menit yang lalu.    

  "Budak atau ikatan pernikahan. Pilih salah satunya." Ucap pria berbaju merah tersebut kepada pria yang ada dalam pelukannya saat ini, "Salah satu pilihanmu akan menentukan apakah kamu akan tetap di Red atau kembali ke Blue. Waktumu 2 detik jika kamu terlambat menjawab, rantai ini akan melilitmu dengan keras sampai membuat seluruh tubuhmu terpotong. Jawab 2 detik dari sekarang."    

  Tanpa di sadari keringat turun dari dahi Defian. Jangan menganggap cuman dua pilihan, itu adalah hal yang mudah saja. Justru dua pilihanlah yang membuat orang merasa sangat gugup dan takut memilih, apa lagi hal ini berkaitan antara hidup dan mati.    

  "Du–dua" Ucap Defian gugup.    

  "Hm? Lebih di perjelas"    

  "Pernikahan, p–pernikahan. Aku memilih pernikahan."     

  Pria berbaju merah tersebut menyunggingkan bibirnya, "Berikan tangan kanannmu."    

  Apa yang bisa defian lakukan(?) Dia hanya bisa menuruti dan memberikan tangan kanannya kepada seorang pria yang sama sekali tidak dia kenal. Bahkan wajahnyapun tidak terlalu jelas terlihat di dalam kegelapan malam.    

  Bersambung . . .    

  Selasa, 17 Desember 2019


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.