[BL] RedBlue Academic. END✔

Bertemu Ayah mertua, beserta Kakek dan Nenek Sebastin



Bertemu Ayah mertua, beserta Kakek dan Nenek Sebastin

0  Hening... Hening...    
0

  Jika di ibaratkan dalam sebuah film komedi, mungkin saja akan ada suara jangkrik yang akan ditambahkan dalam suasana seperti yang dialami Defian saat ini.    

  Defian sangat gugu ditatap oleh Ayah Sebastin, beserta Kakek dan Nenek Sebastin. Bagaimana Defian tidak merasa gugup; Selama 30 menit, tidak ada percakapan yang keluar dari tiga orang itu.    

  Defian ingin mengatakan sesuatu untuk memecahkan keheningan. Tapi dia takut itu akan terlihat tidak sopan bagi keluarga Sebastin.     

  Didalam ruang tamu yang mewah dan cukup dingin ini, seorang Defian Mahesa sedang duduk sendirian dengan di temani oleh tiga orang yang sedang menatapnya penuh selidiki dan penilaian.     

  Rasanya Defian ingin segera memaki Sebastin yang katanya ingin pergi buang air kecil. Tapi 30 menit berlalu Sebastin sama sekali belum kembali-kembali.    

  Jangan bertanya dimana keempat orang lainya yang juga datang ke rumah ini(!) Setelah sarapan pagi mereka sudah pergi entah kemana.    

  Beberapa menit kemudian, Kakek Sebastin berdehem.    

  "Defian yah?"    

  "Ia kek." Jawab Defian antusias serta dilengkapi dengan wajah yang kelewatan berseri-seri.    

  'Akhirnya bicara juga...' Ucap Defian dalam hati.    

  Namun tidak terduga, keheningan itu terjadi kembali.    

  Defian, "..." ( ° _ ° )    

  ( – _ – )     

  30 menit kemudian.    

  Tiba-tiba saja Ayah Sebastin, Alfano Gabriel tertawa terbahak-bahak, karena melihat raut wajah gugup sekaligus raut wajah tegang milik menantunya.    

  'Sangat imut, pantas saja anaknya yang cuek dan cukup tertutup itu bisa terpikat olehnya.' Pikir Ayah Sebastin.    

  "Cukup, sudah cukup... Berhenti mengerjai menantu kita." Ucap Ayah Sebastin.    

  Ketiga orang itupun tertawa, "Baiklah-baiklah, kemari sayang, duduk disamping nenek." Ucap Nenek Sebastin sambil menepuk-nepuk kursi sofa disampingnya.     

  Defian berdiri menghampiri tetua tersebut dengan tampang bodoh.    

  "Ayah minta maaf, Ayah tidak hadir pada saat pertemuan keluarga beberapa minggu lalu."    

  "Ah, jangan. Paman.. oh bukan, Ayah tidak perlu minta maaf."    

  "Kenapa tadi kamu tidak berbicara?" Kata kakek Sebastin.    

  Nenek, "Ia benar."    

  Defian menyentuh telingannya dan berkata, "Itu, sebenarnya aku ingin berbicara. Tapi takutnya sedikit tidak sopan."    

  "Huu... Sangat imut, istri Sebastin ini." Kata Nenek Sebastin sambil memeluk erat Defian.    

  Kesan anggun dan kewibawaannya kini ia lupakan begitu saja.    

  "Oh ia, kapan kamu akan memberikan cicit untuk kakek dan nenek?"    

  Defian terkejut, "Cicit...?"    

  "Ia cicit. Cucu bagi Gabriel dan Cicit bagi nenek dan kakek."    

  Ayah Sebastin hanya tersenyum.    

  "Aaa ... itu..." Defian tidak bisa berkata-kata.    

  'Kenapa akhir-akhir ini, semua orang selalu mengatakan hal yang sama padaku?' Pikir Defian.    

  "Tentu saja Oma, kami berdua akan memberikan cicit pada kalian." Ucap Sebastin sambil berjalan masuk keruang tamu menuju kearah Defian duduk.    

  Sampai di depan Defian, tanpa berlama-lama iapun lang sung menggendong Defian seperti seorang putri di depan Ayah, kakek, beserta neneknya.    

  "Sebastin mengambil Defian dulu... Kami berdua akan membuat cicit untuk Oma dan Opa." Setelah mengatakan itu, Sebastin membawa Defian keluar dari ruang tamu.    

  Kakek dan Nenek, "..."    

  Gabriel, "..."    

  Kakek Sebastin yang bernama Alfano itu menggelengkan kepalanya, ketika melihat tingka dari sang cucu, "Sangat tidak sabaran. Aku baru saja berbicara dengan istrinya beberapa kata. Dia sudah membawanya pergi."    

  "Sifat tidak sabarannya sama sepertimu." Ucap Nenek Sebastin, Alfano Sastriamita Putri.    

  Dilain sisi, Defian marah dan berpidato panjang tanpa ada niat untuk menghentikan perkataanya. Sedangkan orang yang dimarahi, hanya duduk tenang di tempat tidur dan sesekali tersenyum melihat sang istri yang sedang mengamuk di depannya.    

  "Apa yang kamu lakukan tadi. Buang air kecil? Tidak ada orang yang buang air kecil selam sejam lebih! Kamar mandi mana yang kamu gunakan sampi butuh waktu sejam untuk kembali!? Atau kamu sengaja membiarkan aku terlihat bodoh sendiri didepan para Tetua. Kau tahu, betapa ketakutannya aku duduk di depan keluargamu sendirian! Betapa paniknya aku ketika melihat mereka tidak berbicara padaku selama sejam! Jangan ulangi lagi. Aku masih orang baru, bagaimana kalau aku tiba-tiba saja membuat kesalahan yang cukup fatal, karena ketidak tahuanku tentang keluargamu. Jangankan itu, bahkan jalan keluar dari tempat ini saja aku tidak tahu ada dimana." Defian berhenti berbicara dan kemudian melanjutkan kembali,    

  "Dan apa tadi! Kenapa kamu tiba-tiba menggendongku di depan Ayah, kakek dan nenek? Aku bahkan tidak tahu mau menyembunyikan wajahku di mana jika bertemu Ayah, kakek dan nenek lagi."    

  "Kenapa kamu malah tertawa? Aku ini sedang marah padamu, bukan lagi melawak di depanmu!" Ucap Defian kesal.    

  Sebastin menarik Defian kepangkuannya dan memeluknya penuh kasih sayang.    

  "Baiklah, aku tidak akan meninggalkanmu lagi sendirian. Tapi ada syaratnya..." Ucap Sebastin sambil tersenyum.    

  Defian menegang dan merasa waspada ketika melihat senyum itu. Kode merah telah berbunyi untuk melakukan pemberitahuan kepada Defian, agar cepat melepaskan diri dari singa yang sedang kelaparan.    

  Belum sempat Defian bergerak untuk melarikan diri. Sebastin pria cabul itu sudah membalikan posisi tubuhnya menindihnya.    

  "Ap–apa yang kamu lakukan?" Kata Defian gagap.    

  "Membuat cicit untuk Oma dan Opa."    

  Defian membelalakan matatanya.    

  Sebastin mengangkat tubuhnya dari atas Defian dam mulai membuka semua pakaian yang ia kenakan.    

  Defian panik, "Tunggu ... Tunggu dulu, kamu gila, ini masih jam 10 pagi...! Dan kamu ingin melakukannya? Sebastin jangan, tunggu dulu ... Hei!"    

  Karena termakan oleh suhu panas yang sudah menggelora didalam tubuhnya, Sebastin sama sekali tidak memperdulikan teriakan Defian. Dan yang ada dalam pikirannya saat ini adalah membuka semua pakaian milik sang istri dan memasuki mikiknya kedalam krisan milik istrinya.    

  "Brengsek, kamu pria brengsek!! Aaahh! Ngght..."    

  Pagi yang sangat indah.    

  Saat matahari mulai terbenam, barulah Sebastin memperbolehkan Defian keluar dari kamar.    

  Setelah mandi dan membersikan diri, Sebasti dan Defian berjalan menuju ke halaman belakang menemui teman mereka dan para tetua.    

  Halaman belakang sangat luas dan dipenuhi hamparan hijau serta beberapa jenis bunga-bunga yang cantik nan indah.    

  Defian berjalan sangat berhati-hati, tubuh bagian bawahnya terasa ngilu akibat ulah Sebastin.     

  Pria itu, sama sekali tidak merasa kelelahan ketika melakukan itu dengannya.    

  "Aiyo~ menantu nenek. Sini kemari." Panggil Nenek Sebastin yang sedang duduk di kursi santai berwarna putih sambil minum teh hijau.    

  Defian menghampiri Neneknya dan duduk dengan hati-hati namun pasti.    

  Nenek Sebastin memicingkan matanya, menatap Defian penuh selediki, "Sepertinya, kamu cukup terlihat kelelahan sore ini?!"    

  Defian, "..."    

  "Hahaha... Apa rumah ini terlalu besar sampai membuat kamu kelelahan sampai kemari?"    

  Defian ikut tertawa, "Ahahaha... Ia nenek benar, rumah ini sangat besar dan sangat luas."    

  "Minum teh ini" Nenek Sebastin menyerahkan cangkir hijau muda berukuran kecil pada Defian, "ini sangat baik untuk kesehatanmu dan kesehatan kandungan."    

  Defian, "..."    

  Defian menerimannya dan meminumnya seteguk.    

  "Nenek Defian seorang pria..." Kata Defian sopan.    

  Nenek Sebastin mencium aroma teh hijau dan meminumnya dengan sangat anggun.    

  "Emangnya yang bilang kamu wanita siapa? Nenek juga tahu kalau Defian itu pria."    

  Defian menundukan kepalanya dan menatap tangannya yang sudah dia remas-remas, "Defian pikir, nenek mengira Defian wanita. Dan... Defian juga minta maaf tidak bisa memberikan cicit kepada nenek."    

  Nenek Defian tersenyum, "Aiyoo~ sini, kemari-kemari nenek ingin memelukmu."    

  Nenek Sebastin memeluk Defian penuh dengan kasih sayang.    

  "Tapi bagaimana kalau suatu hari nanti kamu bisa hamil?"    

  Defian, "..." ( ° _ ° )    

  Di sisi lain, Firaz, Van Van dan Akemi sedang sibuk bermain catur melawan Alfano kakek Sebastin.    

  Sedangkan tidak jauh dari Defian dan kawan-kawan, Sebastin sedang menemani Gabriel, sang Ayah minum teh, dan sesekali Sebastin juga meminum teh miliknya.    

  Gabriel membuka suara terlebih dahulu, "Ayah hanya sekedar mengingatkan saja padamu; jangan sampai kebobolan, kalian berdua masih sama-sama pelajar SMA."    

  "Sebastin ingat. Sebastin juga sudah sangat berhati-hati melakukannya."    

  Bersambung ...    

  Sabtu, 28 Desember 2019


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.