[BL] RedBlue Academic. END✔

Tinggal bersama Sebastin



Tinggal bersama Sebastin

0  Ke esokan harinya, tepatnya hari senin pagi, mereka ber enam sudah mengemasi barang-barang mereka untuk kembali ke asrama sekolah, setelah libur akhir pekan sabtu dan minggu, dan membuat tanggal merah sendiri pada hari senin.    
0

  "Paman, kakek, nenek. Sampai ketemu lagi di lain hari." Ucap Akemi dengan senyum ramah.    

  "Umm, sampai ketemu lagi, nak." Ucap Nenek Sebastin sambil memeluk sayang Akemi.    

  Firaz, Akemi, dan Arsen, akan kembali ke asrama sekolah menggunakan mobil Van Van. Sedangkan Defian tentu saja akan kembali menggunakan mobil Sebastin.    

  "Ayah, kakek, nenek. Jaga kesehatan kalian, jika Defian sempat, Defian akan datang berkunjung lagi ke sini."    

  Gabriel, "Umm, jaga kesehatanmu."    

  Alfano, "Umm, jaga kesehatanmu."    

  "Ayah jangan menciplak perkataanku." Sindir Gabriel pada Ayahnya.    

  Alfano, "..."    

  "Defian"    

  "Ia, nek?"    

  Nenek Sebastin mengusap puncak kepala Defian, "Ingat, jangan terlalu kelelahan, perbanyak makan makanan yang mengandung banyak gizi. Jaga perutmu baik-baik." Kata Nenek Sebastin sambil menepuk-nepuk perut Defian, "Sekarang kamu tidak lagi sendiri."    

  Defian, "..." ( ° _ ° ) Aku tidak paham.    

  .    

  .    

  Sepanjang perjalanan Defian hanya duduk diam menatap ke luar jendela mobil. Entah apa yang sedang dia pikirkan.    

  "Ada apa? Apa kamu sedang memikirkan perkataan Nenek?"    

  "Hmm." Jawab Defian, tanpa mengalihkan pandangannya dari jendela. Dia memegang perutnya dan berpikir 'mengapa dia bukan seorang wanita saja, agar dia bisa memberikan keturunan pada Sebastin dan memberikan cicit pada para Tetua'.    

  Sebastin menatap istrinya dan kembali fokus menyetir, "Minggu depan, aku akan menemanimu ke rumah sakit."    

  Defian mengalihkan pandangannya dari jendela, dan menatap Sebastin, "Aku tidak sakit, dan tidak berencana ke rumah sakit minggu depan." Ucap Defian bingung.    

  "Aku yang menginginkannya."    

  Defian memicingkan matanya, "Apa kamu sedang mendo'akanku agar sakit dan cepat mati?"    

  Sebastin tersenyum, ia mengusap rambut Defian dengan penuh kasih sayang, "Tentu saja tidak."    

  "Lalu?"    

  "Kamu akan tahu setelah kita disana."    

  Hening beberapa saat, Sebastin membuka percakapan kembali, "Mulai sekarang kamu akan tinggal bersamaku."    

  Defian bingung, "Kenapa tiba-tiba?"    

  Sejak pulang dari rumah besar. Defian merasa Sebastin sedikit berubah, entah apa(?) Defian juga tidak tahu.    

  "Aku berpikir, akan lebih aman jika kamu bersamaku."    

  "Tidak perlu terlalu khawatir. Firaz selalu bersamaku selama 24 jam penuh." Ucap Defian.    

  Sesampai di depan Gerbang Blue Academic, Sebastin masih mencoba membujuk Defian untuk tinggal bersamanya.    

  Hembusan napas pasrah terdengar dari mulut Sebastin. Ia sama sekali tidak tahu bagaimana cara menjelaskan pada istrinya agar mau tinggal bersamanya.    

  "Tenang saja, Akemi dan Firaz selalu bersamaku. Dan tidak ada orang yang akan mungkin menjahatiku." Kata Defian kesekian kalinya.    

  "Bukan itu yang aku permasalahkan, sayang. Ayo kita tinggal bersama, ok!"    

  Defian sedikit berpikir, dan setelah itu dia menganggukan kepalanya.    

  "Baiklah, kembali ke asrama. Sore ini, aku akan menyuruh beberapa orang untuk mengambil semua barang-barang milikmu." Ucap Sebastin.    

  "Baiklah, kalau begitu aku pergi."     

  Pada saat Defian ingin membuka pintu mobil, Sebastin menahan lenganya. Defian menatap Sebastin bingung.    

  Cupp...     

  Cium Sebastin tiba-tiba.    

  "Kamu melupakan salam perpisahan."    

  Defian menatap Sebastin dengan tampang bodoh.    

  Defian, "....."     

  .    

  .    

  "Apah!!" Teriak Firaz dan Akemi bersamaan.    

  Seperti hari-hari biasa, mereka bertiga selalu saja nongkrong di taman dekat Asrama mereka.     

  "Sangat tiba-tiba" Kata Akemi sambil memakan kripik kentang miliknya, "berarti sore ini dong kamu akan pergi." Lanjutnya.    

  Defian menganggukan kepalanya dengan frustasi.    

  "Kalau aku lihat, kamu seperti tidak ingin tinggal bersama Sebastin?" Pertanyaan Firaz hanya dijawab gelengan kepala oleh Defian.    

  Firaz, "Lalu?"    

  "Apa aku adopsi anak saja yah?!"    

  Firaz, Akemi, "....." Tidak nyambung.    

  "Tunggu dulu, tunggu dulu. Apa maksudmu dengan adopsi anak?" Tanya Akemi dan di anggukan setuju oleh Firaz.    

  Defian menyanggah dagu miliknya dengan kedua tangannya, "Aku pikir Sebastin ingin memiliki anak, begitu juga dengan para tetua."    

  Akemi menghembuskan napas, menatap ibah Defian yang terlihat sangat tertekan jika di lihat dari ekspresi wajah miliknya. Akemi duduk di samping Defian dan menghiburnya,     

  "Jangan terlalu di pikirkan, mereka tidak mungkin menuntut anak darimu, kamu seorang pria dan mereka juga tahu itu. Dan menurut penglihatanku yah, Paman, kakek, nenek beserta Sebastin, terlihat fine-fine aja tuh."    

  Mendengar ungkapan dari Akemi, membuat Firaz menambahkan, "Tapi menurutku, kita tidak tahu kan di belakangnya tuh kaya bagaimana! Mungkin saja di depan mereka baik-baik saja, tapi dibelakang mereka malah sebaliknya."    

  "Itu juga sih," Sambil memakan kripik kentang.    

  Sorenya, orang-orang yang di utuskan Sebastin datang ke Asrama dan membawa masuk semua barang-barang Defian ke dalam mobil.    

  Di depan gerbang sudah terdapat Sebastin yang sedang berdiri santai di samping mobilnya. Setiap orang yang lewat, mata mereka pasti akan tertuju padanya, walaupun itu hanya lirikan saja, karena orang-orang tidak berani terang-terangan menatap Sebastin. Yah, seperti yang kalian semua tahu tentang aurah menindas yang di pancarkan darinya. Menakutkan orang lain.    

  Defian datang menghampiri Sebastin.    

  "Apa semua barang milikmu sudah di dalam mobil?"    

  "Sudah,"    

  Perjalanan menuju rumah sebastin, diperkirakan memakan waktu kurang lebih 13 menit. Sesampai di sana beserta dengan barang-barang milik Defian, Sebastin menyuruh beberapa asisten rumah tangga untuk menaikan barang Defian ke lantai dua.    

  Sebastin dan Defian naik menuju ke lantai dua.    

  "Kamu mengganti lemari?" Kata Defian sambil melihat-lihat lemari kaca yang cukup memakan tempat itu.    

  "Umm" Jawab Sebastin.    

  Defian melihat pantulan keseluruhan dirinya di lemari cermin itu dan menilai-nilai wajahnya sendiri.    

  'Kenapa wajahku tidak setampan Sebastin'. Pikirnya dalam hati.    

  Sebastin menatap istrinya yang masih tengah sibuk dengan dunianya sendiri, "Sayang, tidak ingin mandi bersama?"    

  "Tidak, kamu lebih dulu saja." Ucap Defian sambil memandang wajah miliknya di cermin.    

  Sebastin menganggukan kepalanya dan kemudian berjalan menuju kamar mandi.    

  "Apa yang disukai Sebastin dariku? Muka pas-pasan, penampilan juga biasa-biasa saja. Tidak ada yang menarik sama sekali." Bicara Defian pada dirinya sendiri.    

  Defian meng hempaskan tubuhnya di atas ranjang, dan menatap kosong ke jendela kamar.    

  "Defian," Panggil Sebastin.    

  Sebastin berjalan menuju Defian di tempat tidur, "Apa yang kamu pikirkan?"    

  Defian menggeleng kepalanya, "Tidak ada."    

  "Yasudah, bangun dan mandi."    

  Selesai mandi, Defian dan Sebastin menuju ruang makan untuk menyantap makan malam mereka.    

  "Hari jumat, keluarga jauh Ayah akan datang di rumah. Ayah dan ibu mengundang kita untuk datang."    

  "di rumah besar Alfano?"    

  "Bukan, di rumah ibu yang ada di daerah D."    

  Bersambung ...    

  Minggu, 5 Januari 2020    

  Oh tidak, otaku sudah buntu:weary_face:


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.