Raja Terakhir ( Last King)

Planet Gaya



Planet Gaya

0Jadi bisa dikatakan itu bukan hanya mimpi omong kosong, namun itu adalah sebuah memori yang dimasukan ke dalam pikirannya dan berubah menjadi sebuah mimpi yang panjang     
0

Dan nampak nyata bagi dirinya, karena alasan itulah dia menyadari bahwa semua ini pasti ada sebab dan akibatnya terlebih ia dengan sadar tahu bahwa semua ini     

Memiliki arti dan maksud tersendiri, meski begitu ia juga sadar ada hal yang tak bisa ia ketahui secara terburu-buru jadi dia hanya akan menerima saat ini     

########     

Jauh sebelum semua kerajaan manusia dan ras lain ada     

Tahun 6000 Saka, disebuah aula yang besar dan megah dengan ukiran relief dari pahatan batu marmer, yang terbuat dari baja dengan ukiran emas di empat sisi pintu, dengan tujuh ukiran angka yang mengitari gambar cahaya dari matahari yang bersinar. Di dalam ruangan dengan meja bundar yang besar, yang mampu menampung sepuluh orang. Terdapat delapan Makhluk dari tujuh Ras, yang berkumpul bersama untuk merumuskan nasib dari tujuh Ras yang ada. Seorang lelaki paruh baya dengan tubuh yang kekar dengan raut muka yang tajam namun tenang, duduk di posisi tengah sebagai Pemimpin dalam sidang. Diantara para Ras yang ada Dia menggunakan jubah putih yang bersinar dan pedang hitam, dengan panjang semester tersaring di pinggang kanan. Duduk diam dengan memejamkan matanya.     

Seorang pria dari Ras Tumbuhan, dengan perawakan yang tampan dan tenang, dengan kulit yang berwarna hijau dan sulur rambat tumbuhan yang mengitari kepalanya sebagai Mahkota berbicara.     

" Jibril mari kita mulai rapat ini dan jangan menunda terlalu lama, karena tampaknya ada beberapa orang yang sudah sulit bernafas". Dengan seringai di bibirnya dia berkata.     

" Aldela, aku tahu maksud mu untuk berbicara seperti itu, tapi ini belum waktunya, karena bulan belum tepat di tengah". Jawab Jibril yang masih memejamkan matanya.     

" Heiiiii, sudah waktunya bagi Rasmu untuk berguling, terlalu membosankan dunia ini dipimpin oleh Ras mu...!!!!!!" . Kata seorang pria besar dengan tubuh yang kekar, yang memperlihatkan ototnya yang padat.     

" Jenggo, diam lah kau. Kau ini tidak ada bedanya dengan dia, sama" bodohnya seperti biasa, dasar blok otot". Sambil mencibir seorang pria kurus dengan wajah yang layu.     

" well well well belum apa-apa sudah terasa panas ruangan ini, alangkah baiknya jika kalian bisa saling menahan diri, Jenggo dan Frans". Kata seorang pria yang tampan dengan senyum lembut di wajahnya.     

" ha ha ha ha ha, melihat kalian seperti ini, kembali mengingatkan ku ke 100 tahun yang lalu. Saat kalian masih muda dan suka bertengkar hahahaha". Sebut Pria besar dengan bulu yang menutupi kedua pipinya.     

"Dasar kalian pria tidak berguna, tidak pernah berubah, huuuuuu terlalu membosankan disini". Jawab wanita cantik yang bersisik di sekitar lehernya.     

" Dahlia kau benar, disini mulai membosankan dan kau Bento, kecilkan suaramuuuuuuuuu.... kau tahu kau terlalu berisik". Jawab seorang wanita cantik yang terlihat seperti berumur 30 tahun, dengan menggunakan kaca mata disertai rambut lurus yang dikuncir rapi, memperlihatkan keseriusan dan ketelitiannya.     

" Heyyyy Dahlia dan Saras kalian ini, terlalu serius tahu ! sudah berapa dekade kita tidak berkumpul seperti ini, sedikit humor bukan masalah kan?"" . Jawab Bento dengan senyum main - main.     

Berdebat seperti anak kecil adalah cara bagi tujuh pemimpin Ras, untuk sekedar meregangkan beban pada pundak dan pikiran mereka, setelah hampir seratus tahun mereka memimpin Rasnya. Terlepas dari itu semua di sebuah benua luas yang dihuni oleh Ras Manusia, Benua yang hijau dan indah yang bernama PENGGER yang berbentuk seperti pria gendut yang membungkuk, jika di lihat dari atas. Pengger nama benua manusia yang di dalamnya hidup Ratusan juta manusia. Dengan tiga kerajaan besar yang mendiami, yang masing-masing bernama JAVA, BORNEO, FLORES. Dengan Java sebagai kerajaan terbesar dan terkuat diantara ketiganya. di sebuah desa kecil di kerajaan Java, desa yang terletak di dekat aliran sungai suci yang bernama Bengawan. Hidup damai ratusan manusia dengan cara bertani dan berkebun, hidup sederhana dengan menjalankan tradisi adat istiadat leluhurnya. Desa Lawang Sewu, sebuah desa dengan ketrentaman dan kedamaian yang membuat penduduknya hidup bahagia dan sejahtera. Adi bocah remaja yang berusia 14 tahun, berpenampilan manis dengan wajah yang oval, memiliki alis mata yang tebal dan tegas, serta mata yang tajam namun tenang. Mempunyai perawakan sedang dengan badan yang tergolong kuat untuk anak seusianya, memiliki kulit coklat sawo matang bersih dan rambut pendek yang tebal. Membuat orang yang melihatnya memiliki kesan ramah dan penuh apresiasi saat bertemu dengannya. Di sebuah Rumah besar dengan tembok setinggi 3 meter yang mengelilingi dengan tembok berwarna merah tua, terdapat patung batu di kedua sisi tangga pintu masuk, yang terbuat dari batu hitam yang terlihat keras, dengan bentuk seperti manusia gendut yang memegang tongkat di tangan kanan, dan memiliki taring di giginya serta dengan mata melotot yang besar yang melihat keluar. Pintu kayu besar setinggi 2 meter dengan lebar 3 meter yang berwarna coklat ketuanan, yang terbuat dari pohon Jati berusia sangat tua dengan ukiran bunga di keempat sisi pintu. Dan dengan gagang yang terbuat dari Kuningan yang berwarna emas melingkar, sebagai ketukan pintu. Mempunyai plakat dengan tulisan Bejik dan Wani, yang tergantung di atas pintu masuk. Adalah rumah dari Adi Kuncoro.     

Rumah Adi adalah rumah terbesar di desanya, itu bisa dimaklumi karena desa Lawang Sewu adalah desa dimana keluarga Adi secara turun temurun memimpin. Hal ini bisa terjadi karena gelar Demang yang diberikan oleh Raja pertama kepada leluhur Adi, yang masih kerabat jauh dari Raja. Jadi sudah menjadi hal yang lumrah dari setiap anak di keluarga Adi, untuk menjadi seorang kepala desa dengan gelar Demang, karena tanah dan gelar yang diberikan Raja kepada keluarganya.     

Adi tergolong anak yang pendiam untuk warga desa tetapi tidak untuk keluarganya khususnya kakek dan neneknya, sikap pendiam Adi tidak terlepas dari kondisi keluarganya, yang hanya menyisahkan Adi dan kakek serta neneknya. Awalnya Adi adalah anak yang ceria dan suka bercanda, ini terjadi sebelum tragedi yang dialami olehnya ketika Adi berusia 10 tahun, keluarga yang bahagia dan penuh canda tawa itu, menjadi sepi selama beberapa tahun. Karena meninggalnya kedua orang tua Adi dan adik perempuannya dalam sebuah tragedi, kecelakaan yang menimpa Adi dan keluarganya, saat sedang dalam perjalanan mengunjungi kerabatnya di luar daerah.     

Seperti pada umumnya di seluruh kerajaan Java, setiap anak dibawah 7 tahun memiliki kesempatan untuk menjadi seorang Penjaga, terlepas dari status dan kondisi keluarga mereka. setiap anak baik laki-laki maupun perempuan wajib menguji bakat mereka di sebuah gedung yang didedikasikan untuk mengetes jiwa dan kekuatan mental mereka. dan gedung tersebut bernama Budoyo, yang dimiliki setiap desa, dengan seorang Sesepuh sebagai pemimpinnya.     

Pagi hari di sebuah halaman yang luas dengan pagar tembok setinggi 3 meter yang mengelilingi halaman tersebut. Duduk seorang anak laki-laki, dengan cara bersila dengan menyatukan kedua telapak tangan di depan dadanya. Berdiam diri dan mencoba khusuk memahami, aura alam semesta, ya bocah itu adalah adi, yang sedang berusaha keras untuk dapat menembus alam kebatinan diusia yang muda. Di dampingi oleh kakeknya, yang berperawakan kurus menggunakan kaca mata, tetapi memiliki mata yang tajam dan tegas. Duduk di depan Adi sejauh 5 meter, sambil memejamkan matanya dengan tangan yang menyatu. Mengangkat tinggi ke arah matahari, posisi mereka sudah bertahan semenjak subuh, sampai matahari yang sudah mulai meninggi dan mulai sejajar dengan bayangan mereka. Dan tepat saat matahari sejajar dengan kedua bayangan Adi dan kakeknya, hembusan awan putih keluar dari mulut Adi dan kakeknya. membuka kedua matanya secara peelahan, Adi melihat sosok lelaki paruh baya yang tersenyum kepadanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.