DENDAM DAN CINTA : Terbelenggu Hasrat cinta

SALING MENCINTAI



SALING MENCINTAI

"Aku tidak bisa menjawabnya Amanda, semua terserah pada Jonathan dia mau menerima ajakanmu atau tidak. Itu semua tergantung pada keputusan Jonathan. Silakan bicara sendiri dengan Jonathan." jawab Nadia dengan hati yang sudah dipenuhi rasa cemburu.     

"Jonathan maukah kamu berdansa denganku malam ini? sebagai hadiah ulang tahunku?" tanya Amanda dengan tatapan memohon pada Jonathan.     

Jonathan terdiam, tidak tahu harus menjawab apa selain berpikir dan berpikir untuk menghindari semua masalah ini. Hingga pada detik terakhir terdengar suara seorang laki-laki yang tadi menabrak Nadia.     

"Nyonya...apakah kamu mau juga berdansa denganku? aku ingin mengajakmu berdansa malam ini." pinta laki-laki itu dengan sebuah senyuman yang sangat memikat dan menawan.     

Nadia menatap Jonathan dalam-dalam, dengan berusaha berpikir keras bagaimana caranya bukan dia yang akan mendapatkan hukuman malam nanti.     

Dengan menghela nafas panjang, Nadia menatap laki-laki yang ada di hadapannya.     

"Aku bisa saja berdansa denganmu... tapi mintalah ijin pada suamiku lebih dulu. Kalau suamiku membolehkan, tidak ada masalah bagiku untuk berdansa denganmu." jawab Nadia sambil melirik kearah Jonathan yang ada di sampingnya.     

"Jonathan...bagaimana? apa kamu mau berdansa denganku malam ini?" tanya Amanda dengan tatapan penuh harap.     

Setelah berpikir dengan keras Jonathan pun menatap Amanda dengan tatapan penuh arti.     

"Mintalah ijin pada istriku lebih dulu, kalau istriku membolehkannya... bagi ku tidak ada masalah berdansa denganmu." jawab Jonathan dengan jawaban yang serupa yang diucapkan Nadia.     

Secara bersamaan Amanda dan laki-laki itu menatap kearah Jonathan dan Nadia untuk meminta izin mengajak berdansa.     

Nadia dan Jonathan saling pandang cukup lama kemudian beralih menatap ke arah Amanda dan laki-laki itu untuk memberi jawaban.     

"TIDAK!" jawab Nadia dan Jonathan secara bersamaan yang membuat wajah Amanda dan laki-laki itu langsung merah padam menahan malu.     

"Jonathan...please ini hari ulang tahunku Jonathan, apa kamu tidak ingin membuat hatiku sedikit senang malam ini?" rengek Amanda dengan tatapan mata yang memelas.     

"Aku tidak bisa memenuhi permintaanmu itu selama istriku tidak mengijinkannya. Aku harap kamu mengerti Amanda." jawab Jonathan dengan tenang.     

"Kalau begitu? apa aku bisa meminta hal yang lain darimu?" tanya Amanda lagi tidak berputus asa untuk mendapatkan hati Jonathan.     

"Meminta apa?" tanya Jonathan dengan singkat.     

"Aku ingin bekerja di perusahaan mulai besok." ucap Amanda dengan tatapan penuh.     

Mendengar permintaan Amanda, Nadia menatap ke arah Jonathan dan memberikan sebuah peringatan dari tatapan matanya.     

"Aku tidak bisa menjawab sekarang, sebelum aku bisa membicarakan dengan penanam saham lainnya. Karena sepenuhnya hak perusahaan bukan di tanganku, tapi di tangan mereka, dan penanam terbesar adalah istriku jadi aku harus membicarakannya dengannya." jelas Jonathan pada Amanda yang sudah sangat mengerti dengan tatapan mata Nadia.     

"Nyonya..dari tadi kamu tidak melihatku sama sekali, kenalkan namaku Haris." ucap Haris tersenyum ramah dengan mengulurkan tangannya pada Nadia.     

"Nadia." sahut Nadia membalas uluran tangan Haris.     

Setelah berkenalan dengan Nadia, Haris memberikan kartu namanya pada Nadia.     

"Oh ya..ini kartu namaku.. simpanlah, mungkin suatu saat kamu membutuhkan sesuatu. Kamu bisa menghubungiku." ucap Haris masih dengan senyumannya.     

"Terima kasih." ucap Nadia seraya memasukkan kartu nama Haris ke dalam dompetnya.     

"Ngomong-ngomong...apakah dia suami kamu?" tanya Haris sambil menatap kearah Jonathan yang sedang berbicara dengan Amanda.     

"Iya...dia Jonathan suamiku kenapa memang?" tanya Nadia dengan tatapan curiga.     

"Apakah yang bicara dengan suamimu adalah mantan kekasih suamimu? karena aku lihat Amanda begitu manja pada suamimu." ucap Haris dengan serius.     

"Tahu dari mana kalau Amanda adalah mantan kekasih suamiku?" tanya Nadia semakin penasaran.     

"Amanda juga dulu pernah menjadi mantan kekasihku, dan aku kira Amanda wanita yang sangat pintar dalam segala hal." ucap Haris memberi pendapat tentang Amanda.     

"Oh begitu ya? sangat pintar dalam segala hal." sahut Nadia dengan pikiran yang cukup paham dengan maksud Haris.     

"Kalau kamu mantan Amanda, berarti kamu juga dari Singapura ya?" tanya Nadia dengan pandangannya yang tak lepas ke arah jonathan, dan Jonathan sendiripun beberapa kali menatap kearahnya.     

"Pemikiran kamu cukup pintar aku berharap kepintaran kamu melebihi dari kepintaran Amanda." ucap Haris dengan kata-kata yang membuat Nadia menjadi berpikir sesuatu yang lain.     

"Sudah berapa lama hubunganmu dengan Amanda saat di Singapura?" tanya Nadia ingin mengorek tentang masa lalu Amanda.     

"Cukup lama...hampir satu tahun kita berhubungan. Dan selama itu, apapun yang dilakukan Amanda cukup membuat aku semakin mengenalnya." jawab Haris dengan tenang.     

"Aku rasa apa yang kamu katakan dari tadi, sepertinya kamu ingin mengatakan sesuatu tentang Amanda kepadaku. Ada apa? katakan saja! Aku akan mendengarkan." ucap Nadia dengan tatapan penasaran.     

"Belum saatnya aku mengatakan semuanya kepadamu. Kalau ada waktu hubungi saja aku dengan senang hati aku akan menjelaskan semuanya." ucap Haris dengan sebuah senyuman.     

"Apakah kamu ada di pihak Amanda? katakan sekarang! aku tidak mau menghabiskan waktuku atau dekat-dekat dengan orang yang punya niat jahat padaku atau pada keluargaku." ucap Nadia tanpa ada basa-basi.     

"Apa yang kamu pikirkan sama dengan apa yang aku pikirkan. Aku juga tidak mau dekat-dekat dengan orang yang punya niat jahat padaku." ucap Haris dengan wajah serius.     

"Aku tidak mengenalmu? ada urusan apa aku punya niat jahat padamu?" ucap Nadia dengan perasaan tersinggung.     

"Aku tidak mengatakan kamu punya niat jahat padaku.. maksudku bukan kamu, tapi orang lain yang punya niat jahat padaku." ucap Haris tersenyum penuh arti.     

"Aku tidak terlalu suka berbasa-basi dengan orang yang tidak bisa terbuka ataupun berterus terang, jadi kalau kamu masih tetap seperti ini menjauhlah dariku aku tidak pandai bermain teka-teki." ucap Nadia tanpa ada basa-basi lagi.     

"Kamu cukup pintar dan sangat tegas. Aku suka hal itu, percayalah suatu saat pasti kamu akan membutuhkan aku dan aku bisa katakan sekarang aku pasti akan membantumu. Itu janji seorang Haris." ucap Haris dengan tersenyum kemudian meninggalkan Nadia dengan sebuah pertanyaan yang sangat besar.     

"Kalian berdua membicarakan apa Nad?aku lihat kalian berdua sangat serius sekali? apakah aku boleh tahu tentang masalah apa itu?" tanya Jonathan dengan nada cemburu setelah selesai bicara dengan Amanda dan menghampiri Nadia kembali.     

"Aku tidak tahu siapa dia, sepertinya dia sudah terlalu banyak bicara. Mungkin kamu bisa menyelidikinya Jo, dia memberikan kartu nama padaku. Dan aku rasa dia telah menyembunyikan sesuatu yang cukup besar dan itu berhubungan dengan Amanda." ucap Nadia dengan sangat serius.     

"Ingatkan aku saat kita di rumah nanti, sekarang kita harus melakukan apa di sini? makan, minum atau ikut dalam permainan yang di adakan Amanda?" ucap Jonathan dengan tatapan menggoda.     

"Kenapa kita tidak berdansa saja? bukankah kita bisa berdansa sambil bermain dengan permainannya Amanda?" tanya Nadia dengan tatapan penuh.     

"Tunggu dulu, sebelum kita berdansa ada satu pertanyaan dariku. Siapa diantara kita yang mendapat hukuman nanti malam?" tanya Jonathan dengan rasa penasaran yang tinggi.     

"Aku rasa tidak ada yang mendapat hukuman nanti malam, karena kita tidak ada yang kalah." jawab Nadia dengan sebuah senyuman.     

Jonathan tersenyum bahagia mendengar jawaban Nadia. Dengan tersenyum Jonathan meraih pinggang Nadia dan mendudukkannya di atas pangkuannya kemudian membawanya ke lantai dansa untuk berdansa.     

Tanpa memperdulikan tatapan mata dari Amanda atau pun Haris, Nadia dan Jonathan saling berpelukkan di bawah cahaya lampu dansa.     

Dengan penuh perasaan Jonathan memeluk pinggang ramping Nadia dengan menautkan keningnya pada kening Nadia.     

Setelah acara dansa terlewati, Amanda kembali berdiri ditengah-tengah dansa untuk mengumumkan sesuatu.     

"Mohon perhatian semuanya, beberapa acara sudah kita lewati dengan sangat lancar. Tiba saatnya aku mengumumkan sesuatu pada kalian." ucap Amanda seraya menatap ke arah para undangan.     

"Beberapa Minggu yang lalu saya sudah bekerja sama dengan perusahaan terkenal di kota ini dengan menanam saham hampir tujuh puluh persen. Untuk itu saya senang saat ada kabar dari sahabat saya jonathan yang sudah setuju untuk bekerja di tempat Perusahaannya." ucap Amanda dengan sebuah senyuman penuh kemenangan karena keinginannya untuk bisa menghancurkan rumah tangga Jonathan bisa lebih mudah tercapai jika dia bekerja di tempat Jonathan.     

Nadia menatap Jonathan dengan tatapan tak mengerti apa yang terjadi pada jonathan yang telah memutuskan sendiri untuk memberikan posisi pekerjaan pada Amanda.     

"Jonathan? Apa yang kamu lakukan? kenapa kamu berani memutuskan secara sepihak? kenapa kamu tidak bicara denganku Jo?!!" tanya Nadia dengan perasaan kesal.     

"Tenang Nadia, aku melakukan hal ini ada alasannya. Dan lagi pula kamu belum tahu Amanda aku ditempatkan dimana, ya kan?" ucap Jonathan dengan sebuah senyuman.     

"Aku tidak percaya ini? katakan padaku? apa yang kamu sembunyikan dariku Jo?!!!" ucap Nadia dengan tatapan kesal.     

"Aku tidak menyembunyikan apa-apa darimu Nadia. Tenanglah Nad." ucap Jonathan berusaha menenangkan hati Nadia.     

"Apa kamu benar-benar yakin memberikan posisi pada Amanda di tempat perusahaan kita? kamu tahu sendiri kalau Amanda punya rencana besar pada kita?" tanya Nadia dengan perasaan tak percaya.     

"Kamu tenang saja, jangan berpikir yang terlalu berat. Santai saja Nad, untuk menghadapi seorang Amanda. Aku sudah memberikan suatu kejutan besar padanya malam ini.Tunggu saja setelah dia datang ke sini." ucap jonathan dengan tatapan dalam.     

Nadia sedikit bernapas lega setelah bicara dengan Jonathan, dengan hati tenang Nadia kembali bersikap hal biasa.     

"Bagaimana Jo? kapan Amanda ke sini?" tanya Nadia dengan tatapan kesal.     

"Sebentar lagi pasti dia ke sini." usap Jonathan dengan tatapan tak lepas dari wajah Amanda.     

"Lihat dia ke sini." ucap Jonathan berbisik pada Nadia.     

"Hei Nadia. Apa kamu tadi sudah mendengar apa yang aku katakan? karena suamimu adalah mantan kekasihku dia memberikan posisi dalam perusahaan kita dan dia tidak memerlukan persetujuan kamu sebagai pemilik perusahaan." ucap Amanda dengan sebuah senyuman penuh kemenangan.     

"Kamu terlihat bahagia sekali Amanda Apa kamu senang dengan jawaban suamiku seperti itu ucap Nadia dengan perasaan kesal.     

"Iya tentu saja aku bahagia, karena hanya Jonathan yang peduli denganku... sudah mau memberikan aku posisi di perusahaan." ucap Amanda dengan wajah terlihat senang.     

"Selamat Amanda, selamat datang di perusahaan kita. Aku harap kamu bisa sungguh-sungguh bekerja untuk memajukan perusahaan kita." ucap Nadia dengan tatapan penuh.     

"Ngomong-ngomong di tempat perusahaan kita, posisi kamu sebagai apa?" tanya Nadia dengan tatapan serius.     

"Aku belum tahu." ucap Amanda kemudian menatap ke arah Jonathan.     

"Di perusahaan kamu posisi aku sebagai apa Jo? tanya Amanda dengan wajah serius.     

"Tentu saja kamu akan menjadi seorang CEO seperti Nadia untuk memegang satu perusahaan dan perusahaan itu ada di kota A, kamu bisa mengembangkan perusahaan itu menjadi lebih besar seperti perusahaan yang dipegang Nadia." ucap Jonathan dengan panjang lebar.     

Seketika raut wajah Amanda menjadi sangat pucat bercampur merah padam.     

"Apa maksudmu Jo? kenapa aku harus bekerja di perusahaan di kota A?" tanya Amanda tak mengerti.     

"Di sini sudah terlalu banyak tenaga orang yang mengelola perusahaan, sedang di kota A masih membutuhkan seseorang yang benar-benar hebat seperti kamu. Untuk itu, aku berpikir menempatkan kamu di sana agar kamu bisa mengembangkan bakat kamu." ucap Jonathan dengan sangat jelas.     

"Aku tidak bisa bekerja di sana Jo! Bagaimana aku bisa bekerja di kota A kalau tempat tinggalku di sini? Aku baru saja pindah rumah di sini! kenapa sekarang aku harus pindah di kota A?" tanya Amanda semakin tak mengerti dengan jalan pemikiran Jonathan, yang jelas dia tidak suka dengan keputusan Jonathan yang seolah-olah ingin menyingkirkan dirinya.     

"Sekarang terserah sama kamu Amanda, kamu bisa menerima pekerjaan ini atau tidak? kalau kamu ingin bekerja...kamu harus terima pekerjaan ini." ucap Jonathan dengan sangat santai.     

"Aku tidak percaya ini ternyata kamu sama saja dengan yang lainnya selalu menghina aku padahal aku sudah menanam modal yang sangat besar di perusahaan kamu tapi ini balasan kamu padaku." ucap Amanda dengan penuh kebencian menatap wajah Jonathan.     

"Aku sudah mengatakan padamu menanam modal bukan berarti harus bekerja kamu tidak perlu bekerja kamu pasti akan mendapatkan hasilnya kalau kamu masih bersikeras ingin bekerja hanya itu saja pilihannya kamu bisa menjadi seorang CEO tapi di kota A." ucap Jonathan dengan tanpa ekspresi.     

"Kamu ternyata sangat kejam padaku Jo, padahal selama ini aku selalu memberikan yang terbaik untukmu dan selalu mendukungmu aku benar-benar sangat kecewa padamu. Kamu sudah mempermainkan aku di hadapan semua orang." ucap Amanda dengan mata berkaca-kaca meninggalkan tempat sambil berlari ke dalam.     

Setelah tidak munculnya Amanda lagi di acara pesta itu, akhirnya Jonathan dan Nadia kembali pulang ke rumah diikuti Jean dan Renata.     

Sampai di rumah Nadia tersenyum sendiri sambil melepas pakaiannya dan berganti pakaian tidur. Dengan perasaan bahagia dan rasa puas sekali Nadia menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidurnya.     

"Ada apa Nadia? kenapa kamu senyum senyum sendiri sejak pulang dari rumah Amanda. Apa kamu sudah puas sekarang?" tanya Jonathan mendekati Nadia dan menatap penuh wajah Nadia yang sedang tersenyum sendiri.     

"Bagaimana aku tidak senang kalau kamu telah berhasil membuat Amanda kebakaran jenggot dengan memberikan pilihan yang sulit pada Amanda." ucap Nadia masih dengan tersenyum.     

"Kira-kira apa keputusan Amanda besok untuk penetapan pekerjaan dia yang ada di kota A?" tanya Nadia dengan rasa penasaran yang sangat besar.     

"Aku kira mungkin Amanda tidak akan menerimanya Nad, bukannya kamu sudah tahu sendiri kalau Amanda ingin dekat denganku disini?" ucap Jonathan dengan nada menggoda.     

"Begitu ya, jadi dia akan menolak pekerjaan itu? aku rasa tidak.. karena kalau kamu yang sudah mengambil keputusan itu biasanya harus selalu dikerjakan kan?" ucap Nadia sangat yakin kalau Amanda pasti mau menerima pekerjaannya.     

"Kenapa kamu begitu yakin kalau Amanda akan menerima pekerjaan ini Nad?" tanya Jonathan sambil mengusap lembut wajah Nadia yang terlihat sangat cantik akhir-akhir ini.     

"Bukannya kamu sendiri yang bilang kalau Amanda punya rencana besar pada perusahaan kita? kalau dia tidak mendapatkan posisi di perusahaan kita bagaimana cara dia bisa menghancurkannya?" ucap Nadia dengan pemikirannya.     

"Istri pintar...kamu memang sangat pintar sayang. Wajar saja kalau Jean menyerahkan perusahaannya pada kamu untuk mengelolanya." ucap Jonathan dengan tersenyum bangga.     

"Apa kamu baru menyadari kalau istrimu adalah seorang wanita yang pintar?" ucap Nadia dengan senyuman menggoda.     

"Tentu saja aku menyadarinya dari awal dulu sayang, kalau pilihanku itu bukan pilihan yang salah. Sudah cantik, pintar, menggemaskan dan satu hal lagi sangat pintar di atas ranjang." bisik Jonathan di telinga Nadia sambil mencium lembut ceruk leher Nadia.     

"Kamu jangan memujiku seperti itu Jo. Aku jadi malu." ucap Nadia dengan tatapan malu-malu.     

"Aku tidak memujimu aku mengatakan yang sebenarnya tentang kamu istriku yang aku cintai." ucap Jonathan dengan tersenyum     

memeluk pinggang Nadia dan mendudukkannya di atas pangkuannya.     

di saat Nadia dan Jonathan merasa bahagia karena bisa membuat Amanda malu, di tempat lain Jean menatap Renata dengan tatapan cemas.     

"Sebaiknya kita ke dokter karena Wajah kamu sangat pucat sekali Mungkin kamu benar-benar sangat kecapekan kerja." ucap Jean sambil menyetir mobilnya.     

"Aku tidak apa-apa kita pulang saja, aku akan istirahat karena besok pagi aku harus kerja. besok hari pertamaku." ucap Renata dengan suara hampir tak terdengar.     

"Kamu tidak perlu kerja istirahat saja dulu sampai kamu boleh kembali. Aku akan meminta izin pada Jonathan kalau kamu masih perlu istirahat." ucap Jean tetap menjalankan mobilnya ke arah rumahnya yang tinggal sebentar lagi.     

"Jangan!! Jangan!! lakukan itu Jean! nanti aku tidak enak sama Jonathan. Dia bisa berpikir karena aku adalah teman kamu jadi seenaknya saja. Biarkan aku besok kerja, aku tidak apa-apa." ucap Renata dengan tatapan memohon.     

"Kalau begitu kamu harus menurut padaku! kita harus ke Dokter baru setelah itu kamu bisa istirahat, dan kamu boleh bekerja. Mana yang kamu pilih? ke Dokter atau besok tidak kerja?" tanya Jean dengan wajah serius.     

"Kamu memberi pilihan aku yang sulit ya di mana malam-malam begini ada dokter sebaiknya pulang saja biasanya aku istirahat tidur langsung bisa sembuh." ucap Renata bersikeras tidak mau pergi ke dokter.     

Jean menghela nafas panjang merasa Renata tidak menuruti kata-katanya hingga dalam perjalanan Jean hanya diam saja tanpa bicara apa-apa.     

"Apa kamu marah Jean?" Tanya Renata saat melihat Jean diam-diam saja.     

"Aku tidak tahu, aku harus bagaimana kita harus marah atau hanya diam saja. Karena tetap sama saja kamu tidak akan sembuh kalau tidak pergi ke dokter." ucap Jean dengan pandangan tetap fokus pada jalanan.     

"baiklah aku menurutku bahwa aku ke dokter ucap Renata akhirnya mengalah karena melihatnya sangat marah padanya     

mendengar Renata mau diajak ke dokter akhirnya jin menggenggam tangan Renata kemudian menjalankan mobilnya ke arah dokter yang terdekat dengan rumahnya     

sampai di dokter Renata diperiksa dan diberikan beberapa obat untuk menghilangkan rasa lelah dan lemasnya     

jangan merasa lega karena tidak ada yang terlalu dikhawatirkan selain hanya kelelahan saja     

sampai di rumah jangan menghentikan mobilnya kemudian keluar membantu Renata masuk ke dalam rumah     

kamu harus tidur dan minum obat jangan lagi bekerja sebelum kamu besok sembuh kamu tidak perlu bekerja ucap Jen sudah memberikan keputusannya     

tapi katamu kalau aku ke dokter besok aku bisa kerja tanya Renata dengan tatapan membalas     

walaupun ke dokter kalau kamu masih belum sembuh besok kamu tidak perlu kerja aku yang akan memberikan pinjam kepada karena kamu bekerja untukku ucap jean kemudian membawa Renata masuk ke dalam kamarnya.     

"Duduklah dan minum obat dulu." ucap Jean seraya memberikan obat dan air putih pada Renata.     

Renata menurut saja dengan apa yang dilakukan jin padanya setelah meneguh obatnya Renata berbaring dan sudah menatapnya.     

istirahatlah aku akan menjagamu di sini sampai kamu tidur ucapin sambil menyelimuti Renata     

Renata hanya bisa menganggukkan kepalanya sambil menatap wajah jajan yang terlihat sangat tampan di matanya     

ada apa Kenapa kamu menatapku pejamkan matamu biar kamu bisa tidur ucapin menjadi syarat yang indah menutupnya terus     

Apa aku boleh jujur padamu ucap Renata dengan suara MP3 hampir tak terdengar     

Apa kamu mau bilang apa tanya Jonathan dengan hati baca-baca Dengan hati berdebar-debar     

kamu sangat tampan Aku suka melihat wajahmu dengan jujur kemudian memejamkan matanya dengan hati yang sudah tak menentu.     

kamu tidak adil kenapa setelah kamu mengatakan itu kamu memejamkan datang Ayo bukalah matamu dan lihat aku katakan lagi apa yang kamu katakan barusan ucap Jen dengan menatap wajah Renata yang terlihat pucat     

dengan perasaan tak menentu Renata kembali membuka matanya dan melihat wajah jin yang begitu sangat dekat dengan wajahnya     

katakan lagi apa yang kamu katakan tadi dengan menatap mataku tanpa meminjamkannya matamu lagi ucapkan dengan tatapan dalam     

"Kamu sangat tampan dan aku sangat suka menatap wajahmu." ucap Renata mengulang lagi kata-katanya dengan suara bergetar.     

Tanpa membalas ucapan Renata, Jean meraih tengku leher Renata kemudian mencium bibir Renata dengan sangat lembut.     

Jantung Renata berdegup kencang mendapat ciuman dari Jean yang tak pernah dibayangkan sebelumnya.     

"Kamu sudah memujiku, aku harus mengerti karena dia padamu karena selama ini tidak ada yang pernah membenciku seperti itu." ucap Jean setelah melepas ciumannya.     

Renata masih terpaku di tempatnya dengan jantung yang sangat keras.     

"Sekarang tidurlah, Aku akan kembali ke kamar aku tahu kamu pasti akan bisa tidur setelah mendapat ciumanku itu tadi." ucap Jean dengan sebuah senyuman kemudian meninggalkan Renata yang masih terpaku karena ciumannya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.