DENDAM DAN CINTA : Terbelenggu Hasrat cinta

KEPUTUSAN YANG TEPAT



KEPUTUSAN YANG TEPAT

0"Dan apa jawabanmu sekarang?" tanya Gladys menatap penuh wajah Nadia.     
0

"Kalau menurut kamu, aku harus bagaimana?" tanya Nadia membalas tatapan Gladys dengan tatapan rumit.     

"Sebaiknya lupakan saja dendam kamu itu Nadia. Sudah waktunya kamu berdamai dengan masa lalu. Secara hukum alam saja, Tuan Daren sudah mendapatkan karmanya. Jonathan putra yang di banggakan Tuan Daren tiba-tiba kecelakaan hingga sampai sekarang mengalami kelumpuhan permanen. Dari kejadian itu Tuhan sudah menjawab doa kamu Nadia." ucap Gladys memberi saran pada Nadia agar melupakan dendamnya.     

"Aku tidak bisa melupakan sedetik saja rasa dendam di hatiku Gladys. Kamu tidak tahu bagaimana rasanya saat Mama meninggal, Mama memanggil nama Papa terus sambil menangis. Rasa sakit dan sedih aku melihat semua itu Glad." ucap Nadia dengan kedua matanya berkaca-kaca.     

"Maafkan aku, telah membuatmu bersedih. Aku tahu rasanya kesedihanmu itu Nadia." ucap Gladys seraya menggenggam kedua tangan Nadia.     

"Tidak apa-apa, aku tahu tujuanmu baik. Ingin aku menjadi wanita yang tidak punya rasa dendam pada orang yang telah menyakiti hati kita. Tapi... untuk hal ini aku tidak bisa Gladys. Tuan Daren harus merasakan juga bagaimana rasanya di tinggalkan oleh orang yang di sayangnya.     

"Kalau niat kamu sudah bulat. Sekarang tinggal kamu untuk mengambil keputusan. Kamu menolak atau menerima pekerjaan itu?" tanya Gladys dengan tatapan serius.     

"Aku belum tahu, aku akan mencari jalan lain agar aku bisa menjadi perawat di rumah Tuan Daren. Aku dengar, selain ada wawancara langsung, Tuan Daren juga membuka pendaftaran dan wawancara secara online. Aku akan mencobanya nanti saat di rumah." ucap Nadia berusaha tetap semangat demi rasa sakit yang di derita Mamanya selama bertahun-tahun.     

"Ya sudah...sebaiknya kita pulang, aku sangat lelah hari ini. Apalagi sebentar lagi Tuan Bastian akan mengundurkan diri dan di gantikan puteranya. Dan yang aku dengar, putranya Pak Bastian pernah terlibat cinta sesama alias gay." ucap Gladys sambil menekan pelipisnya. Gladys tidak bisa membayangkan bagaimana dia bisa kerja dalam satu ruangan dengan laki-laki gay.     

Tiba-tiba Nadia tersenyum penuh arti pada Gladys.     

"Kenapa kamu tersenyum seperti itu Nadia? kamu tahu sendiri, aku sangat alergi dan merasa jijik dengan laki-laki gay atau wanita lesbi. Sepertinya mereka tidak merasa bersyukur telah mendapat karunia besar dari Tuhan dengan memberi mereka jenis kelamin yang jelas! ya kan?" ucap Gladys dengan tatapan kesal.     

"Kenapa kamu tidak berpikir netral saja Glad. Semua orang itu pasti punya alasan kenapa mereka melakukan hal itu. Bisa saja putra Pak Bastian ada alasan yang mendasar hingga melakukan hal seperti itu. Dan satu lagi benci dan cinta itu beda tipis sekali. Kamu bisa saja hari ini membencinya, tapi besok..kamu bisa saja berputar haluan menjadi mencintainya." ucap Nadia berniat mengaduk-aduk emosi Gladys yang biasanya bersikap tenang tidak seperti dirinya yang mudah meledak-ledak.     

"Hem...aku rasa pemikiran kamu kali ini salah besar Nona Nadia. Apapun yang tidak aku sukai selamanya tidak akan aku suka. Ingat itu Nona Nadia." ucap Gladys masih dengan ketenangannya setelah tampak kesal dengan keputusan Pak Bastian yang mengundurkan diri dan di ganti putranya William seorang gay.     

Nadia kembali tersenyum seraya berdiri dari tempatnya.     

"Kita lihat saja nanti Nona Gladys, apa kamu masih mempertahankan motto mu itu." ucap Nadia kemudian melihat ke jam tangannya yang sudah menunjukkan jam setengah empat sore.     

"Kamu mau pulang atau ke toko bunga?" tanya Gladys sambil berjalan keluar cafe.     

"Aku mau ke toko bunga, ada pesanan bunga yang harus aku selesaikan sore ini. Kata Jean pesanan mendadak besok pagi harus di kirim." jawab Nadia, sangat bersyukur mempunyai teman seperti Jean yang selalu membantunya dalam segala hal. Jean bagi Nadia tidak ada bedanya dengan Gladys. Dua sahabat yang sangat perduli padanya.     

"Oke... jangan pulang terlalu malam, tidak baik untuk kesehatan kamu." ucap Gladys sambil menepuk bahu Nadia kemudian pergi mengambil motornya.     

Nadia menatap ke arah jalanan, mencari keberadaan bis kota yang akan mengantarkan dirinya ke toko bunga milik Jean. Dan untuk di ketahui saja kenapa Nadia kemana-mana selalu naik bis kota? karena selama ini Nadia tidak bisa naik motor karena takut jatuh dan terluka.     

Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya Nadia mendapatkan juga bis kota yang akan mengantarnya ke toko bunga milik Jean.     

Tiba di tempat Jean, segera Nadia masuk ke dalam ruangan kaca yang di hiasi dengan banyak bunga yang tertata apik dan unik.     

Di mata Nadia, walau Jean seorang laki-laki tulen tapi Jean suka sekali dengan keindahan dan kerapihan. Semua harus tampak indah dan rapi di mata Jean, hingga sudah menjadi hal yang biasa bagi Nadia kalau Jean setiap kali datang ke rumah kontrakannya selalu membersihkan dan merapikannya.     

"Hai Jean! kamu melamun?" tanya Nadia saat melihat Jean duduk di mejanya dengan menyandarkan kepalanya.     

Jean menegakkan punggungnya saat mendengar suara Nadia yang begitu tiba-tiba.     

"Kamu terlambat sedikit Nona Nadia?" tanya Jean berdiri dari duduknya mendekati Nadia yang sedang memakai pakaian kebesarannya sebagai perangkai bunga.     

"Aku tidak terlambat Jean, kamu saja yang terlambat menyadarinya. Sudah dari tadi aku berdiri di pintu melihat kamu melamun." jawab Nadia seraya memakai kaos plastik untuk kedua tangannya.     

"Ini tugasmu sore ini Nad." ucap Jean memberikan buku pesanan pada Nadia tanpa menjawab pertanyaan Nadia.     

"Kamu tidak menjawab pertanyaanku Jean?" tanya Nadia sambil menerima buku pesanan dari Jean.     

"Bekerjalah sekarang, setelah pekerjaanmu selesai aku akan menceritakannya padamu." ucap Jean hendak keluar dari rumah kacanya.     

"Jean! tunggu!" panggil Nadia kemudian bergegas mengambil satu kaleng kopi dari almari es dan di lemparkannya pada Jean. Dengan sigap Jean menangkapnya.     

"Minumlah untuk menenangkan hatimu sementara. Akan aku selesaikan dulu pekerjaanku." ucap Nadia dengan tersenyum.     

"Terima kasih, bekerja dengan baik. Aku menunggumu di luar di tempat biasa." ucap Jean tersenyum dan mengedipkan salah satu matanya kemudian meninggalkan Nadia dengan pekerjaannya.     

Melihat ada senyuman di bibir Jean hati Nadia sedikit tenang. Dengan semangat baru Nadia membuka buku pesanan bunga yang akan di kirimnya besok pagi.     

"Aku penasaran, siapa yang memesan bunga secara mendadak? apa dia pikir merangkai bunga dengan pesanan dua puluh paket, bisa langsung jadi? seperti main sulap saja!" gumam Nadia sambil membaca nama pemesan di buku pesanan.     

"Jonathan Daren? bukannya itu nama Jonathan putranya Tuan Daren?" tanya Nadia dalam hati sambil membaca alamat lengkap pemesan untuk memastikan pemikirannya.     

"Ternyata benar, yang pesan bunga adalah Jonathan. Hem... ternyata di balik sifat dingin dan arogannya Jonathan tenyata dia pecinta bunga. Pantas saja Carlos mengatakan taman samping adalah rumah kedua bagi Jonathan." ucap Nadia dengan tersenyum sudah mendapatkan keputusan apa yang harus di lakukannya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.