DENDAM DAN CINTA : Terbelenggu Hasrat cinta

MENIKMATI HIDUP



MENIKMATI HIDUP

0"Ya Tuhan! Tuan Jonathan, sudah cukup aku menggendongmu tadi! dan jangan lagi! punggungku bisa patah!" ucap Nadia dengan mata melotot indah.     
0

"Ayolah Nadia...Bukankah kamu wanita yang yang sangat kuat? atau kamu lebih senang aku mengatakan kalau kamu punya pantat tipis?" ucap Jonathan dengan menahan senyum.     

"Sungguh!! anda benar-benar keterlaluan Tuan Jonathan." ucap Nadia sambil mencubit perut Jonathan dengan gemas.     

"Cukup Nadia! jangan membuat perutku merah-merah lagi." ucap Jonathan berusaha memegang kedua tangan Nadia.     

Nadia tertawa melihat Jonathan berusaha menangkap tangannya. Namun akhirnya Nadia mengalah dengan membiarkan Jonathan menangkap tangannya.     

"Nadia, bawa aku ke sungai. Apa kamu tidak ingin mengajakku bersenang-senang?" ucap Jonathan dengan tatapan memohon.     

"Tapi Tuan Jonathan, aku harus membawamu kesana." ucap Nadia sambil mengusap tengkuk lehernya.     

"Apa aku harus pingsan dulu agar kamu mau menggendongku kesana." ucap Jonathan dengan nada merajuk.     

"Ya Tuhan, mimpi aku semalam? Tuan Arogan jadi manja seperti ini?" ucap Nadia sambil menepuk keningnya.     

Dalam hati Jonathan tertawa melihat sikap Nadia jadi bingung dan panik karena permintaannya.     

"Aku pingsan saja ya?" ucap Jonathan sambil menyandarkan kepalanya di bahu Nadia.     

Nadia sangat terkejut kemudian tertawa keras melihat Jonathan pura-pura pingsan dengan bersandar di bahunya.     

"Baiklah, aku akan menggendongmu Tuan manja." ucap Nadia dengan gemas mencubit hidung Jonathan.     

Jonathan mengangkat wajahnya dengan tersenyum.     

"Aku tahu kamu tidak akan bisa menolak keinginanku." ucap Jonathan dengan sebuah kedipan di mata.     

"Bukan karena aku tidak bisa menolak anda Tuan Jonathan. Aku hanya tidak bisa melihat Tuan Arogan menjadi Tuan manja." ucap Nadia dengan nada kesal sambil menjauhkan kepala Jonathan.     

"Kamu jadi mengajakku ke sungai kan Nad?" tanya Jonathan dengan sebuah senyuman.     

"Hem... Aku harap kamu mengingat kebaikanku ini Tuan Jonathan." ucap Nadia kemudian duduk berjongkok di depan Jonathan.     

"Peluk leherku dengan kuat Tuan Jonathan." ucap Nadia seraya mengangkat pantat Jonathan dengan sangat kuat.     

Segera Jonathan memeluk leher Nadia dengan sangat kuat.     

Dengan kedua kaki Jonathan yang menggantung lurus Nadia memegang kuat tangan Jonathan yang memeluk lehernya.     

Sekuat tenaga Nadia menggendong Jonathan ke sungai yang tidak jauh dari tempatnya.     

Tiba pinggir sungai Nadia menyandarkan tubuh Jonathan pada sebuah batu besar.     

"Wuuhh!! akhirnya anda bisa juga duduk di sini Tuan Jonathan." ucap Nadia sambil memijat pahanya juga kedua bahunya.     

"Ya Nad, aku bangga padamu. Kamu berhasil membawaku sampai ke sini." ucap Jonathan dengan perasaan tersentuh.     

"Sekarang apa yang kita lakukan disini? hanya melihat air sungai yang mengalir atau kita harus memancing?" ucap Nadia duduk di samping Jonathan menghadap ke sungai.     

"Aku ingin bersenang-senang denganmu Nadia. Maksudku, aku ingin memancing seperti apa yang kamu lakukan dengan Jean di sini." ucap Jonathan dengan sebuah senyuman.     

"Kalau kita memancing disini, kita harus membutuhkan kail dan umpan. Kita harus menyewanya disana." ucap Nadia sambil menunjuk ke tempat khusus penyewaan alat mancing.     

"Tapi...seperti katamu, sayangnya kita tidak ada uang untuk menyewanya." ucap Jonathan dengan tatapan penuh.     

"Sebaiknya Tuan Jonathan tunggu saja di sini. Aku akan mencari cara bagaimana bisa menyewa alat mancing itu, agar kita bisa bersenang-senang. Sekarang tersenyumlah jangan menatapku seperti itu." ucap Nadia sambil mencubit hidung Jonathan.     

Jonathan menganggukkan kepalanya dengan tersenyum.     

Bergegas Nadia beranjak dari tempatnya pergi ke tempat penyewaan alat pancing sekaligus membeli umpannya.     

"Permisi Tuan, boleh menyewa alat pancing dan membeli umpan ikan itu? tapi aku membayarnya pakai kalungku ini. Aku akan segera mengambil kalungku ini saat aku sudah mendapatkan uang. Anggap saja kalungku ini sebagai jaminannya." ucap Nadia terpaksa melepas kalung milik ibunya pada pemilik toko penyewaan alat pancing.     

Pemilik toko penyewaan alat pancing tidak bisa berkata apa-apa selain menerima kalung dari Nadia.     

"Terima kasih Tuan, aku pasti akan menggantinya dengan uang lebih banyak, saat aku pulang ke rumah. Dan kalau Tuan percaya padaku, bolehkah aku pinjam uang untuk ongkos pulang? sungguh aku tidak ada uang karena ada orang jahat yang merampas dompet dan ponsel kami." ucap Nadia dengan tatapan memohon.     

Pemilik penyewaan alat pancing itu merasa kasihan pada Nadia.     

"Baiklah Nona, aku akan memberimu uang untuk ongkos pulang. Dan aku akan menunggu kedatangan Nona." ucap pemilik penyewaan alat pancing dengan ramah.     

Hati Nadia sangat bahagia, berkali-kali mengucapkan rasa syukur pada Tuhan. Sungguh ternyata Tuhan masih menyayangi dirinya.     

Sambil membawa dua alat pancing dan dua gelas umpan cacing tanah Nadia kembali ke tempat Jonathan yang sudah menunggunya.     

"Lihat Tuan Jonathan, apa yang aku bawa ini?" ucap Nadia sambil menunjukkan dua alat pancingnya dan dua gelas umpan cacing yang sudah di belinya.     

Wajah Jonathan terlihat bahagia melihat hal itu, tapi seketika wajah Jonathan berubah menjadi sedih saat tidak melihat kalung di leher Nadia.     

"Nadia duduklah di sini." ucap Jonathan dengan wajah serius.     

Nadia mengerutkan keningnya saat melihat wajah Jonathan yang terlihat serius sekali.     

"Ada apa Tuan Jonathan? Bukankah harusnya anda senang karena aku sudah mendapatkan alat pancing ini?" tanya Nadia dengan tatapan heran.     

"Dengan apa kamu bisa mendapatkan alat pancing ini Nad?" tanya Jonathan menatap penuh wajah Nadia.     

"Kebetulan sekali, pemilik penyewaan alat pancing ini orangnya baik hati jadi aku meminjamnya." ucap Nadia tidak ingin berterus terang dengan apa yang di lakukannya.     

"Benarkah begitu? Apa kamu tidak menyembunyikan sesuatu dariku?" tanya Jonathan merasa terharu dengan apa yang dilakukan Nadia hanya karena ingin memenuhi keinginannya.     

"Apa yang Tuan pikirkan? aku tidak menyembunyikan apapun darimu Tuan Jonathan." ucap Nadia sedikit gugup.     

"Di mana kalungmu, Nadia?" tanya Jonathan sambil melihat leher Nadia.     

Wajah Nadia seketika berubah menjadi pucat karena Jonathan mengetahui dirinya tidak memakai kalungnya lagi.     

"Kalungku ya? aku menyimpannya di dalam kantongku agar tidak mengundang para penjahat lagi." ucap Nadia merasa panik dan gugup saat menjawabnya.     

"Benarkah kalungmu kamu simpan di dalam kantongmu? Aku ingin melihatnya." ucap Jonathan dengan suara pelan.     

Wajah Nadia mulai merah padam, tidak tahu harus menjawab apa lagi dengan pertanyaan Jonathan yang sepertinya sudah mencurigainya.     

"Apa tidak bisa saat di rumah saja aku menunjukkannya Tuan." ucap Nadia sambil menelan salivanya.     

Jonathan menggelengkan kepalanya dengan pelan.     

"Tidak Nadia, aku ingin melihat kalungmu sekarang." ucap Jonathan dengan tatapan penuh dan tak berkedip.     

"Begini Tuan Jonathan, sementara aku menitipkan kalungku pada Pemilik tempat penyewaan alat pancing. Dan pemilik toko itu sangat baik. Selain menyewakan alat pancing ini, aku juga di pinjami uang agar kita bisa pulang. Dan kalau aku sudah punya uang, aku bisa mengambil kalungku itu lagi." ucap Nadia dengan perasaan sedikit ragu kalau Jonathan tidak akan setuju' dengan tindakannya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.