DENDAM DAN CINTA : Terbelenggu Hasrat cinta

USAHA YANG TERBAIK



USAHA YANG TERBAIK

0"Aku tidak bisa membiarkan Tuan Jonathan tersiksa seperti ini." ucap Nadia dengan nekat berjalan ke pintu dan menguncinya dari dalam, kemudian pakaiannya yang atas dan naik ke atas tempat tidur berbaring di samping Jonathan.     
0

"Maafkan aku Tuan Jonathan, mungkin dengan cara seperti ini bisa menurunkan demam anda." ucap Nadia pernah membahas dengan salah satu temannya seorang dokter kalau bercinta punya pengaruh cukup besar untuk bisa menurunkan demam. Terutama untuk suami istri.     

Tanpa memikirkan balas dendamnya atau statusnya yang masih bertunangan dengan Jonathan Nadia memeluk tubuh Jonathan dengan sangat erat.     

Tanpa pengetahuan apa-apa, Nadia berusaha menyadarkan Jonathan dengan sentuhan-sentuhannya juga ciuman beruntun di bibir, leher dan perut Jonathan. Tubuh Jonathan bergetar seiring gerakan Nadia yang berada di atas tubuhnya.     

Tidak terlalu lama, Nadia sudah merasakan ada pergerakan yang hangat dari tubuh Jonathan. Perlahan-lahan ciumannya mendapat balasan dari Jonathan. Walau ciuman Jonathan sangat pelan namun desahan nafas Jonathan mampu menggetarkan hati Nadia hingga tak kuasa menahan hasratnya.     

Semakin intens dengan ciuman dan sentuhannya, Nadia merasakan tubuh Jonathan semakin menghangat.     

Perlahan kedua mata Jonathan mulai terbuka walau setengah terpejam, nafasnya mulai teratur dan kesadarannya mulai menguasainya.     

Dengan bibir yang sudah basah, Jonathan memberanikan diri memeluk pinggang Nadia dengan sangat erat.     

Jonathan merasakan detak jantungnya berdetak sangat kencang saat menyadari apa yang telah dia lakukan dengan Nadia.     

"Nadia, apa yang kamu lakukan?" tanya Jonathan dengan suara lemah masih dalam keadaan memeluk Nadia.     

Nadia mengangkat wajahnya menatap wajah Jonathan yang masih terlihat pucat.     

"Aku berusaha membuat anda sadar Tuan. Tuan Jonathan harus minum obat, demam anda sangat tinggi." ucap Nadia dengan suara pelan juga.     

"Aku sudah tidak memerlukan obat lagi kan? aku sudah sadar dan demamku sudah turun." ucap Jonathan perlahan membuka matanya seraya meraih tangan Nadia dan meletakkannya di atas keningnya.     

"Ya Tuan Jonathan, tapi anda tetap harus minum obat agar anda cepat sembuh." ucap Nadia seraya mengusap keringat dingin di kening Jonathan.     

Jonathan menggelengkan kepalanya dengan lemah.     

"Tidak perlu, aku sudah sembuh. Ada kamu di sini aku pasti cepat sembuh. Aku tidak mau minum obat lagi." ucap Jonathan seraya memejamkan matanya merasakan kehangatan di dalam pelukan Nadia.     

"Jangan keras kepala Tuan Jonathan, apa anda tidak menurut padaku? apa anda tidak percaya padaku?" ucap Nadia dengan pandangan tak lepas dari kedua mata Jonathan yang sembab.     

"Baiklah, lakukan apa yang kamu inginkan Nad. Aku percaya padamu." ucap Jonathan seraya menelan salivanya merasa tubuhnya sangat lemah.     

"Sebentar Tuan, aku akan mengambil obatnya." ucap Nadia berniat bangun dari tidurnya, namun Jonathan tak melepas pelukannya.     

"Jangan kemana-mana Nadia, tidurlah bersamaku. Aku akan sembuh dengan tidur memelukmu." ucap Jonathan menggenggam tangan Nadia dengan tatapan sayu.     

"Tapi Tuan Jonathan harus minum obat, Tuan jangan keras kepala lagi." ucap Nadia dengan tatapan lembut.     

"Sungguh aku tidak apa-apa Nadia, obat-obat itu tidak akan berpengaruh pada tubuhku." ucap Jonathan berusaha menceritakan tentang keadaan dirinya, namun Jonathan tidak sanggup kalau Nadia tahu tentang keadaannya kemudian meninggalkannya.     

"Baiklah, kali ini aku tidak akan memaksa anda. Tapi anda harus tidur agar cepat sembuh." ucap Nadia seraya mengusap wajah Jonathan yang terlihat lemah.     

Jonathan menganggukkan kepalanya dengan pelan.     

"Nadia, bisakah selimut ini kamu ganti? sepertinya selimut ini belum kering." ucap Jonathan tidak mengetahui sebelumnya kalau selimut basah itu yang menyelimuti tubuhnya.     

"Baik Tuan... biar aku menggantinya." ucap Nadia menarik selimut itu untuk menutupi badannya yang bagian atas.     

Jonathan mengedipkan matanya beberapa kali saat melihat jelas kedua bahu Nadia yang tertutup selimut basah.     

"Nadia di mana pakaianmu?" tanya Jonathan dengan kening mengkerut menatap Nadia.     

Wajah Nadia seketika memerah saat Jonathan bertanya di mana pakaiannya.     

"Anda menanyakan pakaianku Tuan? pakaianku basah karena tumpahan muntah anda saat demam." ucap Nadia dengan gugup mengambil pakaiannya kemudian masuk kamar mandi dan memakainya kembali.     

"Benarkah? aku lupa apa yang terjadi padaku. Yang aku ingat kamu di saat aku sadar kamu tidur di sampingku. Kamu tidak melakukan apa-apa padaku kan Nad?" tanya Jonathan dengan tatapan yang sangat dalam.     

"Tentu saja tidak Tuan, aku hanya tidur memelukmu saja agar demam anda segera turun.     

"Wuuuhh!!! syukurlah Tuan Jonathan tidak mengingat apa-apa. Tuhan masih melindungi harga diriku di mata Tuan Jonathan." ucap Nadia dengan cepat memakai pakaiannya.     

Di tempat tidur, Jonathan memejamkan matanya membayangkan bagian atas Nadia saat tidak memakai apa-apa.     

"Terima kasih Nadia, aku tidak akan melupakan apa yang telah kamu lakukan untukku. Walau hanya sebatas tidur bersama dan melakukan hal yang tidak terlalu dalam. Aku sudah sangat bahagia. Aku akan mengenang kenangan kita ini hingga kematianku tiba." ucap Jonathan seraya menyentuh bibirnya yang telah berkali-kali mencium bibir Nadia.     

"Hem...ada apa dengan bibir anda Tuan Jonathan? kenapa anda menyentuhnya? apa bibir anda terluka?" tanya Nadia setelah selesai memakai pakaiannya dan mengambil selimut hangat untuk Jonathan.     

Jonathan menggelengkan kepalanya dengan lemas.     

"Aku tidak tahu, bibirku terasa perih juga leher dan perutku, banyak bercak merah. Apa kamu mencubitku saat aku demam Nad?" tanya Jonathan seolah-olah tidak tahu apa yang di lakukan Nadia padanya.     

"Aku tidak tahu, mungkin Tuan alergi dengan selimut yang basah. Sekarang lebih baik Tuan Jonathan tidur, jangan terlalu banyak bicara dan bertanya." ucap Nadia sambil menyelimuti tubuh Jonathan.     

Jonathan hanya tersenyum mendengar ucapan Nadia.     

"Jangan tersenyum lagi Tuan, Tutup matamu dan tidurlah." ucap Nadia dengan wajah sedikit merah karena malu.     

Dengan hati dan perasaan yang tenang Jonathan memejamkan matanya untuk beristirahat.     

"Drrrt...Drrrt...Drrrt"     

Ponsel Nadia berbunyi berulang-ulang. Tidak ingin tidur Jonathan terganggu Nadia mengambil ponselnya di atas meja.     

"Jean." ucap Nadia dalam hati seraya menerima panggilan Jean.     

"Hallo Jean...ada apa?" tanya Nadia setelah menerima panggilan Jean.     

"Nadia, Ayah sudah pulang dari rumah sakit kemarin. Dan minggu besok, Ayah ingin kamu datang ke rumah. Ayah ingin bicara sesuatu denganmu." ucap Jean dengan suara pelan.     

"Syukurlah Jean kalau Ayah sudah pulang dari rumah sakit. Jam berapa aku harus ke sana?" tanya Nadia tidak bisa menolak permintaan orang tua Jean.     

"Jam sepuluh apa kamu bisa datang? hari ini Ibu ke pasar belanja banyak untuk makan siang kita besok di rumah." ucap Jean merasa tidak punya pilihan lain kecuali menuruti apa kata Ayahnya.     

"Baiklah Jean, aku akan datang besok jam sepuluh." ucap Nadia dengan suara semakin pelan saat melihat Jonathan membuka matanya dan menatapnya.     

"Ada apa Nadia? suaramu kecil sekali? kamu tidak apa-apa kan?" tanya Jean penasaran.     

"Aku...aku tidak apa-apa, aku hanya sedikit takut ada cecak besar di dinding kamarku. Dan cecak itu sedang menatapku." ucap Nadia dengan gugup.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.