DENDAM DAN CINTA : Terbelenggu Hasrat cinta

SALING MENGERJAI



SALING MENGERJAI

0"Kamu harus banyak berenang Nadia, agar pernapasan kamu bisa panjang tidak seperti sekarang ini." ucap Jonathan dengan suara pelan dan tatapan yang sangat dalam.     
0

Dengan refleks Nadia mencubit perut Jonathan dengan sangat keras sampai Jonathan menjerit.     

"Auhhhh!! kenapa kamu suka sekali mencubitku Nadia? sangat sakit rasanya, kalau kamu ingin tahu." ucap Jonathan sambil mengusap perutnya yang terasa perih.     

"Biar saja! sekalian saja berdarah. Siapa juga punya mulut selalu pahit seperti itu?" ucap Nadia dengan menahan senyum.     

"Aku bicara kenyataan Nadia, nafas kamu mudah tersengal-sengal. Dengan berenang napas kamu bisa panjang. Apa aku salah bicara seperti itu?" ucap Jonathan masih mengusap perutnya yang terasa sakit.     

Nadia terdiam mendengar ucapan Jonathan yang ada benarnya juga.     

"Lagi pula, kenapa juga kamu membalas ciumanku." ucap Jonathan dengan menahan senyum.     

Wajah Nadia semakin memerah karena malu. Dengan gemas Nadia berniat mencubit lagi perut Jonathan namun dengan cepat Jonathan menarik pinggang Nadia hingga terjatuh dalam pelukannya.     

Jonathan terjengkang ke belakang dengan tubuh terlentang dan Nadia berada di atasnya.     

"Jangan lakukan lagi, cubitanmu sangat sakit. Lihat perutku." ucap Jonathan dengan suara pelan sambil memeluk pinggang Nadia.     

Nadia mengangkat punggungnya sedikit dan melihat perut Jonathan.     

Ternyata Jonathan tidak berbohong, seluruh kulit perut Jonathan kemerahan dan pada tempat yang dia cubit terlihat merah sekali.     

"Kenapa perut anda merah semua seperti ini Tuan Jonathan?" tanya Nadia sambil melihat ke seluruh kulit tubuh Jonathan yang lain, terlihat merah semua.     

Sungguh Nadia tidak memperhatikannya.     

"Kulitku sangat sensitif Nadia, tidak bisa terkena air atau debu yang kotor. Juga mudah terluka. Rasanya perih kalau sampai merah seperti ini." ucap Jonathan seraya menutupi perutnya dengan kemejanya.     

"Aku tidak percaya dengan semua ini Tuan Jonathan? kenapa tubuh anda begitu rentan dengan semua penyakit?" tanya Nadia dengan wajah serius.     

"Kamu tidak tahu sebenarnya keadaanku Nadia. Tapi kamu jangan serius seperti itu! aku masih punya tenaga untuk melawanmu jika aku menikah denganmu nanti. Aku mantan olahragawan jadi aku masih bertahan dengan keadaanku." ucap Jonathan tidak ingin menceritakan apapun tentang semua penyakitnya pada Nadia. Juga tentang dirinya yang sudah mendaftar di sebuah lembaga yang membantu orang yang sudah tidak punya harapan hidup dengan memberikan suntikan mati. Dan Jonathan sudah mendaftarkan diri untuk mengakhiri hidupnya dengan suntikan mati.     

"Baiklah Tuan Jonathan, kita lupakan sejenak ketegangan ini. Sekarang anda harus makan sayuran ini sesuai dengan janji Anda." ucap Nadia seraya mengambil sayuran yang masih banyak belum di makan Jonathan.     

"Aku akan makan sayuran itu sesuai janjiku Nadia. Tapi aku tidak berjanji, kalau nanti aku muntah setelah makan sayuran itu. Dan kamu harus bersiap-siap untuk membersihkannya." ucap Jonathan dengan sebuah senyuman.     

"Siapa takut! di habiskan dulu makanan ini dan kita akan tahu reaksinya nanti." ucap Nadia punya cara untuk menghentikan rasa mual yang di rasakan Jonathan.     

Dengan perasaan berat akhirnya Jonathan membuka mulutnya saat Nadia menyuapinya. Di saat awal memakannya, Jonathan tidak merasakan mual dalam perutnya. Tetapi setelah sayuran itu sudah habis, Jonathan baru merasakan rasa mual itu.     

"Nadia! Nadia! perutku terasa mual, aku mau muntah! kamu cepat minggir!" ucap Jonathan sambil menutup mulutnya dengan salah satu tangannya.     

Nadia bangun dari duduknya, tidak minggir seperti permintaan Jonathan tapi dengan cepat menarik tangan Jonathan dari mulutnya dan berganti menutupnya dengan bibirnya.     

Nadia mencium bibir Jonathan dengan sangat penuh, tidak memberikan akses mulut Jonathan untuk bergerak sedikitpun.     

Jonathan menatap kedua mata Nadia dengan tatapan tak berkedip.     

Rasa mual di perutnya terasa lenyap berganti dengan degup jantungnya yang berdetak sangat keras.     

Nadia tersenyum dalam hati ternyata Jonathan benar-benar berotak mesum. Hanya dengan sebuah ciuman saja rasa mual dalam perutnya seketika hilang.     

Setelah beberapa saat Nadia melepas ciumannya, kemudian tertawa keras.     

"Lihat Tuan Jonathan, hanya dengan sebuah ciuman rasa mual di perutmu seketika hilang kan?" ucap Nadia menatap Jonathan dengan gemas.     

Jonathan mengusap tenggorakannya juga perutnya. Sungguh, Jonathan juga tak percaya kenapa itu bisa terjadi. Rasa mual di perut dan keinginannya untuk muntah seketika hilang hanya karena ciuman Nadia.     

"Kamu tidak pakai guna-guna kan? aku tidak percaya dengan hal ini! kenapa ini bisa terjadi?" ucap Jonathan sambil mengusap tengkuk lehernya.     

"Apa anda ingin tahu kenapa itu bisa terjadi Tuan Jonathan?" ucap Nadia dengan menahan senyum.     

"Kenapa?" tanya Jonathan dengan penasaran.     

"Itu semua terjadi karena di otak pikiran Tuan Jonathan selalu berotak mesum, itulah kelemahan anda. Dan aku memakai kelemahan anda itu untuk menghentikan rasa mual dalam perut ini." ucap Nadia dengan tersenyum menepuk perut Jonathan.     

Wajah Jonathan merah padam karena malu. Apa yang di katakan Nadia ada benarnya juga tapi tidak seperti itu.     

Jonathan baru mengalaminya saat bersama Nadia. Suatu perasaan selalu ingin di sayang dan di peluk Nadia.     

"Cukup, kamu jangan sok tahu Nadia! apa yang kamu katakan tidaklah benar." ucap Jonathan seraya menjauhkan wajahnya dari wajah Nadia.     

"Tuan Jonathan, ternyata sudah pagi. Apa Tuan tidak mengantuk?" tanya Nadia mengalihkan pembicaraan saat melihat cahaya masuk dari celah-celah dauh pohon palem.     

Jonathan menegakkan punggungnya ikut melihat cahaya yang samar-samar menyinari sungai di depannya.     

"Nadia, apa kursi rodaku benar-benar tidak ada di sungai itu?" tanya Jonathan merasa hidupnya benar-benar berakhir tanpa adanya kursi rodanya.     

"Aku akan mencarinya lagi, seharusnya air ini mengalir ke air terjun di sebelah sana." ucap Nadia merasa kasihan melihat keadaan Jonathan.     

"Bukankah harusnya sungai ini mengalir ke tempat yang lebih rendah lagi?" tanya Jonathan dengan perasaan heran.     

"Mungkin menurut Tuan Jonathan seperti itu. Tapi sebenarnya sungai ini di tempat yang tinggi, dan di bawah sana ada air terjun yang tidak begitu besar." ucap Nadia menjelaskan posisi tempat rumah makan Nature.     

"Tidak perlu mencarinya Nad, Seandainya ketemu pasti kursi rodaku sudah tidak berbentuk." ucap Jonathan berusaha melupakan apa yang terjadi.     

"Apa yang Tuan Jonathan katakan sangatlah benar, kita bisa saja menghubungi Tuan Marcos untuk membawa kursi roda Tuan yang lain. Tapi sayangnya kita tidak punya ponsel untuk menghubungi Tuan Marcos. Dan kita juga tidak punya uang lagi. Sekarang bagaimana kita bisa pulang?" tanya Nadia sambil bertopang dagu.     

"Sudahlah, lupakan saja tentang hal itu. Sekarang, apa yang kamu inginkan tadi? Bukankah kamu mau mengajakku ke sungai?" ucap Jonathan merasa bosan duduk di tempatnya.     

"Memang aku ingin ke sungai, tapi bagaimana aku bisa membawa anda ke sana? Anda sangat berat sekali Tuan Jonathan." ucap Nadia masih dengan wajah sedih.     

"Kenapa kamu tidak menggendongku saja? bukankah saat aku pingsan kamu bisa membawaku ke Gazebo ini?" ucap Jonathan dengan tersenyum.     

"Ya Tuhan! Tuan Jonathan, sudah cukup aku menggendongmu tadi! dan jangan lagi! punggungku bisa patah!" ucap Nadia dengan mata melotot indah.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.