Tante Seksi Itu Istriku

Kedatangan Azhari Ke Desa



Kedatangan Azhari Ke Desa

2"Apa kamu beneran mau ke rumah pamanmu lagi? Apakah tidak perlu aku temani?" tanya Farisha pada Usman. Saat itu Usman hendak pergi ke rumah pamannya. Sebagai istri, ia khawatir dan tentu tidak rela jika ia harus berbagi suami.     
3

"Tidak apa-apa, kok. Kamu nggak perlu ikutan dulu, yah. Aku akan selesaikan ini, setelah selesai, kamu dan anak kita akan diajak. Maafkan aku yang belum kasih tahu pamanku kalau kamu istriku. Aku sudah mengatakannya tapi belum berani bawa kamu ke sana." Usman pun mencegah istrinya yang ingin ikut. Tidak ingin terjadi apapun nantinya. Apalagi dengan ikutnya istri, ia tidak bisa menjaganya agar tetap aman.     

Farisha menganggukan kepalanya sambil menggendong anaknya. Ia ingin mencegah kepergian sang suami lebih lama lagi. Namun ia harus patuh pada suaminya agar tidak ikut ke rumah pamannya. Sementara ia sendiri harus membawa anaknya. Tidak mungkin dia membawa anaknya yang masih kecil ke rumah yang nantinya akan ada keributan. Tidak mau dirinya menjadi seorang yang turut membuat suasana panas. Nasib Usman pun belum ada yang tahu akan seperti apa nantinya.     

"Kenapa kamu cemberut, Tante? Emm, anak kita nantinya nangis melihat ibunya yang cantik ini cemberut. Bagaimana jika aku nantinya akan membawakan makanan untuk kamu? Kamu belum pernah makan mie ayam di desa ini, kan? Aku akan belikan untuk kamu, setelah selesai." Usman menyentuh kepala sang istri. Namun karena tinggi badannya dibawah istrinya, ia harus menjinjit.     

Farisha menundukkan kepalanya lalu memberi kecupan di dahi Usman. Ia tidak berharap makanan apapun dari Usman. Ia sudah bisa memasak sendiri dan sudah tidak perlu lagi meminta pada Azhari. Saat ini yang paling penting adalah hidup bahagia bersama suami dan anaknya. Untuk masalah yang terjadi pada mereka, akan mereka hadapi bersama-sama.     

"Sudah, sana pergi, Papa. Kita kan sudah punya anak dan sudah agak besar juga. Apa kamu masih mau panggil aku tante? Tapi nggak apa-apa, deh. Aku panggil kamu papah muda, hihihi." Farisha terkikik, memperlihatkan giginya yang manis.     

"Ada-ada saja, Tante. Hehehe ... aku masa panggilnya gitu terus sampai sekarang. Ya sudah, aku berangkat dulu yah, Sayang," ucapnya mengecup dahi Farisha. "Dan untuk kamu juga, Anakku, jagoan papa. Selamat tinggal, yah!" Lalu dikecupnya pipi anaknya yang bernama Farhan itu.     

Mereka saling tersenyum dan kemudian Usman meninggalkan istri dan anaknya. Ia hanya membawa pakaian kemeja kotak-kotak dan celana panjang. Ia tidak membawa yang lainnya karena ia hanya datang untuk menyelesaikan masalah.     

Selepas kepergian sang suami, Farisha merasa tidak tenang. Apalagi pertemuannya dengan orang yang merupakan juragan cendol itu. Tidak tahu seperti apa, yang digadang-gadang sebagai orang nomor satu di desa itu. Apakah kekayaannya sudah melebihi Usman atau tidak. Walaupun Usman termasuk baru dalam dunia bisnis, Farisha turut membantu bersama Azhari. Dan berkat campur tangannya juga, bisnis berkembang.     

Farisha hanya duduk-duduk saja di tempatnya. Ia menggendong dan mengajak anaknya bermain. Beberapa saat kemudian ibunya meminta alamat tempat tinggalnya saat ini. Karena wanita itu khawatir dengan anaknya yang berada di desa. Untung saja jaringan di desanya Usman masih termasuk baik. Jadi Farisha dengan mudah langsung mengirimkan lokasinya saat ini.     

"Sebentar lagi nenek akan datang menemani kita, Nak. Ayo kita harus siap-siap menyambut dia. Kamu mandi dulu, yah! Mama juga belum mandi, habisnya papa kamu nakal banget sama mama. Jangan sampai nenek tahu, aku nggak mandi, hihihi."     

Farisha lalu membawa anaknya ke kamar mandi. Ia sebelumnya sudah memanaskan air untuk mandi anaknya. Sementara dirinya mandi dengan air dingin. Ia membuka pakaiannya dan pakain anaknya dan mulai memandikan anaknya terlebih dahulu. Barulah giliran dirinya untuk mandi.     

Dalam waktu setengah jam, Farisha sudah selesai mandi dan memandikan anaknya. Ia telah berganti dengan daster dan sudah memakaikan pakaian untuk sang anak. Beberapa saat kemudian, ia mendapat panggilan dari Azhari. Ia yakin ibunya akan tahu penginapan itu. Karena di desa itu hanya ada satu penginapan saja. Juga mobilnya telah terparkir di luar. Sementara Farisha berada di tempat yang bisa dijangkau oleh ibunya.     

Setelah melalui perjalanan panjang, Azhari pun sampai di penginapan. Ia melihat mobil anak dan menantunya berada di depan. Segera saja ia memarkirkan mobilnya di samping mobil Farisha dan Usman. Farisha dan Usman hanya memakai satu mobil berdua. Dan mobil yang lama sudah dijual karena tidak ingin nomor platnya sampai ketahuan oleh Vania.     

"Jadi kalian tinggal di sini?" Azhari turun dari mobilnya. Lalu masuk ke dalam penginapan untuk mencari di mana Farisha berada. Ia celingukan ke sana kemari sampai ada yang memanggil.     

"Neneekk! Halo nenek, Farhan ada di sini, Nek," panggil Farisha dengan suara yang dikecilkan dan melambai-lambaikan tangan anaknya.     

Mendengar suara anaknya yang memanggilnya pun menyahut, "Eh, cucu nenek ada di sini, toh." Ia kemudian mendekat ke arah Farisha yang sedang menggendong Farhan. Lalu wanita itu pun mengikuti anaknya yang mengajaknya masuk ke kamar.     

"Ibu, maaf karena kami hanya bisa menginap di sini untuk sementara. Usman kali ini ada masalah besar. Dia ternyata sudah dijodohkan dengan orang kaya di desa ini. Tapi Usmannya tidak mau. Tapi entah, aku mau bantu tapi tidak bisa." Farisha memainkan tangan Farhan dengan lembut. Ia mengajak main anaknya sambil menceritakan masalah suaminya.     

"Jadi ini yang jadi masalahnya? Mungkin ibu bisa bantu? Kamu tanyakan saja sama suami kamu, apa yang terjadi dengan lamarannya. Bagaimana rinciannya." Azhari pun turut memainkan cucunya. Ia melihat anaknya juga terlihat murung. Tentu itu adalah masalah anaknya dah suami. Tapi ia tetap bisa membantu mereka untuk menjalani masalah.     

"Dia sudah mengatakan semuanya padaku. Kan Usman tahu sendiri, orangnya sangat jujur padaku. Mungkin dia sulit menolak pernikahannya. Tapi entahlah ... aku nggak mau ada wanita lain yang hadir di kehidupan kami, Bu. Aku takut Usman membagi cinta pada wanita lain." Kekhawatiran Farisha sudah ia rasakan sebelum pergi ke desa. Ia khawatir pamannya tidak menerima dirinya dan Usman. Dan ternyata malah mendatangkan masalah baru.     

Mereka hanya berniat meminta restu pada Kardi dan istrinya. Namun malah terjadi hal-hal yang tidak mereka inginkan. Sesuatu yang sulit dihadapi baginya dan juga sang suami. Farisha menceritakan semua yang dikatakan oleh suaminya pada sang ibu. Ia hanya memiliki ibu sebagai tempat untuk menceritakan masalahnya. Sampai saat ini pun, ia belum pernah melihat atau bertemu dengan paman dan bibi Usman. Karena Usman sendiri yang melarangnya.     

"Apa kamu memiliki alamat rumahnya? Suami kamu mungkin mengatakannya padamu juga, kan? Kalau ada alamatnya, kita akan datangi rumah pamannya. Ibu yang akan bicara sama mereka!" Dengan bertekad, Azhari akan membantu masalah yang menimpa anak dan menantunya itu.     

"Ada ... ada kok, Bu. Kemarin malah sudah dikasih tahu sebelum kita sampai di sini. Aku masih memiliki riwayat lokasi saat kita datang ke sini. Ayo kita datangi rumahnya, Bu." Farisha menjadi lebih senang jika ada ibunya membantu. Ini lebih baik daripada hanya tinggal diam di rumah.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.