Tante Seksi Itu Istriku

Menahan Rasa Cemburu



Menahan Rasa Cemburu

3Sudah tahu lama tentang Farisha yang tengah mengandung anak dari Usman, membuat Bram memilih untuk menyerah. Sebagai seorang pria sejati, ia tidak ingin menjadi penghalang bagi orang lain. Walaupun hidupnya sudah sulit, sejak sang istri yang telah mengkhianatinya. Sudah berbulan-bulan ia tidak menemui wanita itu. Sejak pertemuannya saat itu. Ia sudah senang saat melihat wanita yang ia sukai sejak zaman sekolah. Namun dia telah mengaku sudah hamil. Dan orang yang bertanggung jawab itu adalah Usman.     3

"Sekarang apa kabarnya anak itu? Jika Usman tidak kembali, mungkin akan kunikahi Farisha saja, hahaha!" tawa Bram pilu. Ia mengingat dulunya selalu menginginkan wanita itu selalu bersamanya. Namun kini sudah berlalu begitu saja. Membuatnya hanya bisa mengenang.     

"Apa yang tadi kamu katakan?" tanya seorang wanita. Yah, dia adalah mantan istri Bram yang sedang mengandung. Dan belum jelas asal-usul bayi yang ia kandung. Namun usia kehamilannya tidak sesuai dengan lamanya bercerai dengan sang suami. Yang berarti itu bukan anak dari Bram.     

Mendengar perkataan wanita yang selalu mengejar-ngejarnya, terasa muak dan emosi. Padahal sudah tidak ada rasa cinta sama sekali. Ia juga merasa, kemungkinan Farisha juga merasa demikian padanya. Namun dia tidak pernah menyimpang dalam hidupnya. Ia tidak akan berbuat sesuatu yang bukan yang seharusnya.     

"Pagi-pagi sudah datang ke sini. Tapi ini bukan tempat yang bisa Kau datangi sesuka hatimu. Jika membutuhkan uang, kenapa tidak meminta pada pria yang menghamilimu? Bukankah kita sudah tidak pernah selamar lagi sejak berpisah?"     

"Ah, kenapa kamu tega sekali padaku, Bram? Apakah Kamu lupa, Kamu pernah berjanji padaku, akan melindungi dan menjadikan aku wanita satu-satunya dalam hidupmu? Dan telah berjanji akan membuatku bahagia? Ke mana janji-janji yang pernah kau ucapkan itu padaku, Bram?" tagih Bianca dengan nada manja. Ia duduk di atas meja dengan mengenakan gaun terbuka.     

Dengan menampakan paha yang mulus dan membengkak itu. Ia mencoba menggoda dengan tubuhnya yang sedang hamil tua itu. Bagi Bianca, mendapatkan pria di ranjang adalah keahliannya sejak remaja. Dan kali ini hanya perlu melakukan itu pada mantan suaminya. Walaupun saat ini dia bukanlah tanggungan mantan suaminya lagi.     

Bram menggeleng pelan tanpa mau melihat Bianca lagi. Hanya dengan mengibaskan tangannya, dua orang wanita berpakaian hitam datang padanya. Mereka kemudian mengangkat Bianca dengan tenang. Wanita yang diangkat pun merasa terhina. Karena baru saja bisa bertemu dengan Bram setelah beberapa minggu. Karena dia sendiri menjalani perawatan intensif di rumah sakit. Dan Bram pun tidak pernah datang sekalipun. Karena pria itu lebih mementingkan kerja daripada harus wanita yang bukan menjadi haknya lagi.     

"Hei, kenapa Kalian? Kenapa tidak mau mendengarkanku? Aku belum bicara padamu, Bram? Hentikan! Aku lagi hamil anak dari bos kalian!" berang Bianca dan berontak pada dua wanita yang mengangkatnya. Ia memukul dan mendorong keduanya dengan sekuat tenaga.     

Dua pengawal wanita tidak akan membiarkan wanita itu terlepas. Karena sudah dibayar untuk melakukan pekerjaan khusus. Hanya untuk menyingkirkan orang-orang yang tidak diinginkan. Dan satu-satunya orang yang tidak ingin ditemuinya saat ini adalah Bianca.     

"Kamu brengsek, Bram! Kamu bajingan!" umpat Bianca pada Bram. "Lepaskan! Kenapa kalian berdua mau-maunya menjadi anjingnya si Bram! Saya ini nyonya Kalian! Kenapa malah mengusirku?"     

Dua wanita itu tetap diam, tanpa menjawab ucapan Bianca. Setelah mereka membawa wanita itu keluar, mereka kembali menuju ke arah Bram. Tugas mereka tidak berat untuk saat ini. Karena tidak terlalu sering dipakai. Namun jika ada ancaman, barulah mereka bergerak untuk menyelamatkan Bram.     

"Kami sudah mengusir wanita itu, Bos." Salah seorang dari wanita itu melaporkan tentang tugasnya. Ia baru merasakan sakit akibat cakaran dan beberapa pukulan dari wanita itu.     

"Baiklah ... terima kasih untuk kalian berdua. Sekarang kalian bisa istirahat. Karena mungkin akan datang lagi orang itu. Dan ingat, jangan sampai orang itu datang menemuiku!" perintah Bram pada keduanya.     

"Baik, Bos. Kami akan mengingat perintah itu. Kami permisi dulu, Bos. Selamat siang," pungkasnya dengan sopan. Lalu mengajak rekannya meninggalkan ruangan Bram.     

Setelah kepergian Bianca, hati terasa lebih tenang. Entah dengan cara apa, telah dilakukan oleh wanita itu untuk masuk ke dalam. Dan para orang di perusahaannya bahkan tidak berani mengusir wanita yang sedang hamil besar itu. Walaupun sudah diberi pengumuman kalau Bianca bukan lagi istri pemilik perusahaan itu. Bahkan Bram juga sudah mengatakan kalau anak di kandungan Bianca bukanlah anaknya. Namun tetap saja membuat para karyawan segan pada wanita itu. Mereka bukan takut pada sang wanita. Tapi takut jika menyakiti atau wanita itu bersiasat licik. Seperti yang diketahui, sifat licik itu sudah diketahui oleh para karyawan dan staf di kantor itu.     

"Akhirnya berguna juga, memiliki dua pengawal yang khusus untuk mengusir emak lampir itu. Kalau tidak, tidak tahu harus bagaimana lagi mengusir wanita gila itu." Ia memutar-mutar kursinya karena merasa jenuh dan sepi sendirian.     

Sudah lama bekerja di kantor, membuat rasa bosan Bram keluar. Ia sudah rindu dengan Farisha, walau hanya bisa melihat saja itu sudah cukup baginya. Hari menjelang sore, Bram bersiap pulang dan membawa dua pengawalnya yang sudah diobati. Walau luka cakaran Bianca membekas di tubuh mereka. Akan tetapi tidak masalah jika terus mendapat perawatan yang cukup.     

"Hei, apa kabarnya Farisha dan dedek bayinya? Ah, kurasa aku harus menemuinya sekarang. Mumpung hari ini ada waktu. Semoga si anak bodoh itu cepat ketemu dan balik lagi. Kalau tidak, akan kunikahi juga Farisha. Tapi tidak mau punya anak hanya satu. Harus memiliki lebih dari satu, hahaha!"     

Sore itu juga, Bram membawa dua pengawalnya menuju ke tempat yang biasanya bertemu. Ia menelpon Farisha untuk diajak bertemu di swalayan. Kalaupun tidak, mereka bisa bertemu di restoran yang ditentukan. Dengan dalih, terbukanya kantor cabang yang baru. Maka ia mengadakan acara makan-makan.     

Tibalah mereka di sebuah restoran yang tidak jauh dari lokasi. Ia memang tidak ingin bermusuhan dengan Usman. Mendengar kalau suami dari wanita yang ia cintai juga akan ikut, tidak ada masalah yang ia bilang. Walau sebenarnya hati terasa sakit.     

"Hei, Bram. Apakah kamu menunggu lama?" tanya Farisha yang datang menggandeng tangan seorang pria tampan. Yah, Usman sudah cukup tampan walaupun tidak akan bisa menyainginya ketampanan Bram.     

Usman merasa bersalah ketika melihat Bram yang melihatnya dan Farisha bersama. Seharusnya ia Usman tidak menyetujui yang dikatakan Farisha. Tapi karena takut terjadi apa-apa, membuat Usman harus ada di sampingnya.     

"Hei ... Farisha, Usman. Apa kabar kalian berdua? Apakah kalian sudah baikan?" Walau melihatnya saja, sudah dapat disimpulkan keadaan keduanya. Rasa sakit dan cemburu sudah tidak bisa ditahan. Tapi ia tetap menahannya. Karena ini demi kebahagiaan orang yang dicinta.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.