Tante Seksi Itu Istriku

Saling Melepas Rindu



Saling Melepas Rindu

0Perasaan bahagia tengah dirasakan pasangan itu. Dimana Farisha menceritakan semuanya pada Usman tentang kehamilannya. Mereka masuk ke dalam dan menuju ke ruangan atas berdua saja. Sementara di luar, Azhari dan Karyan yang tengah berada di depan. Mereka duduk di kursi plastik yang tersedia.      1

"Jadi Ibu ini adalah orang tua dari istri Usman? Kurasa saya pernah mendengar atau melihat Ibu. Tapi di mana saya tidak begitu yakin," ujar Karyan. Karena seperti yang ia katakan, ia pernah melihat wajah wanita paruh baya itu. Namun ia lupa bagaimana dan kapan itu.     

"Oh, mungkin saja bertemu di jalan atau bagaimana. Orang kita sama-sama tinggal di area sini, kan? Dan Bapak juga mungkin terbiasa lewat daerah sini. Kebetulan rumah kami tidak terlalu jauh dari swalayan," balas Azhari. Ia meminum teh yang dibuatkan oleh karyawan di swalayan. Ia juga melihat mereka yang giat bekerja.     

Karena adanya orang tua dari bos mereka, tentu bekerja menjadi lebih bersemangat. Apalagi saat mereka dilihat oleh Azhari. Mereka lebih giat dalam bekerja dan lebih bertenaga. Mereka harus membuat orang tua dari pemilik swalayan itu senang, melihat para karyawan yang seperti itu. Walaupun ini hanya dilakukan di saat ada yang melihat.     

"Iya mungkin saja, Bu. Saya tidak menyangka saja kalau nak Usman ternyata sudah menikah. Tapi dia sekarang sedang bekerja di rumah majikanku. Nak Usman kebetulan yanh menolong istri dari majikanku. Jadi karena itu, dia dipekerjakan di sana. Apa Ibu tidak keberatan jika anak muda itu bekerja sebagai orang yang membantu-bantu kami di rumah itu?"     

"Oh, dia pemuda yang baik dan mau bekerja apa saja. Jadi tidak masalah mau bekerja di mana saja. Yang penting saat ini mereka sudah bertemu. Tidak masalah jika mereka berpisah dengan istrinya. Ini juga menjadi pembelajaran baginya dan anakku. Yah, anakku itu umurnya sudah tiga puluh tahun. Tapi baru kali ini dekat dengan lelaki. Untungnya dia tidak salah pilih, dengan memilih orang yang mau bekerja keras. Dan tidak malu untuk melakukan pekerjaan apa saja."     

Karyan membenarkan perkataan Azhari. Ia mengangguk pelan dan mengingat semua yang dilakukan oleh Usman. Dia anak yang baik dan terampil. Juga tidak pilih-pilih pekerjaan. Bahkan membantu apa saja dia tidak perlu disuruh atau harus menunggu orang melihatnya.     

***     

Sementara itu, di kamar atas, tempat yang biasa untuk tidur Usman, kedua orang tengah melepas rindu. Tak hentinya Farisha menatap suaminya yang sudah lama tidak bertemu. Ia tidak hentinya tersenyum dan membuat Usman jadi salah tingkah.     

"Kenapa Tante terus menatapku seperti itu?" tanya Usman, yang masih saja memanggil tante pada istrinya. "Apa benar Tante lagi hamil anakku?" Ditatapnya perut istrinya yang terlihat lebih berisi dari biasanya.     

"Hemm ... bagaimana, yah? Maunya ini anak kamu atau bukan? Kalau aku sebagai istri yang hanya pernah melakukan itu dengan satu lelaki, tentu yakin, hanya satu orang yang menjadi ayah dari anak ini." Tetap Farisha menyunggingkan senyumnya pada sang suami. Ia ingin memeluk dan perutnya dielusnya. Namun ia masih menahan diri agar tidak mengatakan itu. Ia ingin lelaki itu yang berinisiatif untuk mengelus perutnya.     

Usman menelan salivanya, mengerti apa yang dimaksud oleh Farisha. Ia juga sadar, Farisha dan dia baru pertama kali melakukan itu saat berada di desa, di tepi pantai. Tentu saja tidak bisa diragukan lagi. Walaupun Farisha yang mengusir Usman, lelaki itu tetap berharap, suatu hari nanti ia bisa bersama istri kembali. Walaupun tidak sebagai pasangan lagi, cukup dengan menjadi karyawan atau bawahan saja. Namun tidak menyangka, ia sudah akan menjadi orang tua.     

"Apa yang sedang kamu pikirkan, Usman? Apakah kamu tidak suka? Kamu yang menghamiliku. Apa kamu tidak akan bertanggung jawab pada anak ini? Kamu jahat, Man. Masa sudah dapat enaknya, masih tidak mau mengakui anak yang di dalam rahimku adalah anakmu?"     

"Eh, bukan ... bukan seperti itu. Anu ... apa aku boleh elus perut Tante?" Dari tadi pemuda itu sudah memperhatikan perut sang istri. Sudah sewajarnya ia merasa takut bertemu Farisha. Karena ia adalah orang yang bersalah, telah membuat wanita itu mengandung anaknya.     

"Apa aku masih istrimu? Kalau aku masih istrimu, mau kamu pegang perut atau mau pegang yang lain, tentu saja boleh. Mau nengok anakmu juga aku izinkan, hihihi," kikik Farisha. Ia juga takut kalau Usman akan meninggalkannya. Walaupun ia melihat wajah suaminya yang lugu dan seperti tidak ingin berpisah.     

Usman kembali menelan salivanya. Ia memberanikan diri untuk menyentuh perut itu dengan gemetar. Menatap sang istri yang juga berharap perutnya mendapatkan sentuhan dari sang suami. Dengan perlahan, tangan Usman menuju perut Farisha dan menempelkannya. Terasa hangat dan ada getarannya, yang dirasa oleh Usman. Melihat Farisha hanya tersenyum, ia pun bergetar. Ini yang diinginkan oleh Usman sebagai seorang lelaki yang normal. Memiliki istri yang begitu cantik dan baik. Selain itu, dia hanya untuknya seorang.     

"Tapi aku sudah bekerja dan tinggal di rumah orang lain. Apa kamu tidak apa-apa? Aku juga bukan orang yang kaya dan tidak seperti lelaki lain yang ganteng dan bisa membahagiakan kamu." Walaupun ia merasa minder, ia tidak berhenti untuk mengusap perut sang istri. Malah ia berharap lebih dari itu. Karena sudah lama mereka tidak bertemu, rasa rindu kini telah berkumpul menjadi satu.     

"Aku tidak perduli kamu ganteng atau tidak, kaya atau tidak. Yang penting kamu harus tanggung jawab. Kamu yang sudah membuatku seperti ini, Man. Apa kamu tidak mau berkumpul lagi denganku? Aku juga tidak perduli kalau kamu bekerja di tempat lain. Yang penting kamu jangan tergoda wanita lain!"     

"Tidak ... aku menyukaimu. Maafkan aku yang membuatmu menderita seperti ini. Kalau mau memukulku, silahkan saja. Tapi kalau boleh, mau peluk lagi. Apa aku boleh memelukmu?" tanya Usman dengan hati-hati lagi.     

Farisha menghela nafasnya. Sudah jelas-jelas ia menginginkan dipeluk lagi, malah lelaki itu masih saja tidak peka. Maka ia memeluk Usman dengan cepat. Menekan dadanya yang bersentuhan dengan dada bidang Usman. Rasa hangat dan lembut dirasakan pemuda itu dengan perasaan yang campur aduk. Ia memeluk dan melingkarkan tangannya di punggung sang istri. Juga memberikan pelukan hangat untuk wanita itu.     

"Peluk aku, Man. Peluk yang erat! Tapi jangan tekan perutku, yah. Aku lagi hamil anak orang paling ganteng se dunia, nih, hehehe," kekeh Farisha, merasa senang. Bahagia rasanya bila ada sang suami di sisinya.     

Kedua insan larut dalam kerinduannya. Saling mengusap punggung lawan bicaranya saat ini. Keduanya melepas rindu yang sudah lama tidak dirasakan. Sebuah pelajaran berharga bagi mereka. Karena ternyata kata-kata yang populer, rindu itu berat. Maka untuk kali ini, mereka melepaskan segala beban yang ada selama kerinduan itu masih belum tuntas.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.