Tante Seksi Itu Istriku

Kemarahan Farisha



Kemarahan Farisha

0"Jadi kamu dan Usman sudah tidak bersama lagi? Itu yang membuat kamu tidak bersamanya? Kenapa kamu bisa-bisanya memutuskan semua itu? Kan semua menjadi kacau."     
0

"Maafkan aku, Bu. Ini salahku karena emosi. Jadi aku mengusir menantu ibu yang sangat baik itu. Maafkan aku, Bu. Aku menyesal! Aku pasti akan mencarinya kembali! Aku pasti akan menemukannya, di manapun berada."     

Kembali mereka saling berpelukan. Farisha menangis sepuasnya di pundak sang ibu. Air mata tidak bisa ditahan, membuat pakaian Azhari basah. Farisha menutup matanya dan kembali mengingat apa yang telah terjadi di antara mereka.     

"Iya, Sha. Nggak apa-apa. Kamu bisa melakukan apapun yang kamu suka. Tapi ku harap kamu tidak menyakiti orang lain. Usman itu anak yang baik, Farisha. Jangan samakan semua lelaki seperti ayahmu! Walaupun ibu tahu, kamu tidak benar-benar mencintai Usmani, kamu harus tetap jaga perasaannya. Setidaknya kamu jangan seperti ayahmu."     

"Ayah? Siapa ayahku? Aku tidak punya ayah, Bu. Ibu satu-satunya orang tuaku. Eh, dari mana ibu tahu kalau aku tidak mencintai Usman? Apa yang ibu ketahui lagi?" tanya Farisha penasaran. Ia memang awalnya berniat lari dari pernikahan dengan menikahi lelaki yang terlihat bodoh itu.     

"Kamu jangan bilang begitu, Sha. Meskipun dia sudah melakukan hal buruk terhadapmu, darahnya mengalir di tubuhmu. Hubungan darah itu tidak akan bisa diputus. Kalau suami dan istri bisa bercerai. Tapi anak dan orang tua itu sudah mutlak."     

Farisha yang datang menemui ibunya, berharap bisa melepas rindu, malah mengingatkan kembali kepada pria yang paling ia benci. Tentu kebencian seorang anak yang tidak mengakui ayahnya sendiri itu pun semakin besar. Apapun yang berhubungan dengan pria parasit itu, akan membuatnya tersulut emosi tinggi.     

"Sudahlah, Bu. Aku datang ke sini tidak untuk memikirkan orang itu lagi. Aku ke sini karena kangen sama ibu. Oh, iya ... aku juga sudah mengambil beberapa rumah milik ibu. Dan sertifikat itu sudah ada di tanganku. Tapi untuk rumah kita, aku belum mendapatkannya. Bagaimana kalau kita tinggal di tempat yang layak? Ibu juga tidak perlu lagi jualan pakaian murah di sini."     

"Eh, kamu melakukannya, Sha? Bagaimana bisa kamu mendapatkannya? Dan satu lagi ... bagaimana kamu bisa tahu kalau ibu kehilangan semua rumah dan properti milik ibu?"     

"Aku menebaknya, Bu. Karena sudah seminggu aku kembali ke kota. Dan aku juga ingin bertanya, sejak kapan ibu tahu kalau aku menikahi Usman bukan karena cinta? Tapi aku ... aku kayaknya sudah cinta sama dia."     

"Yah, syukurlah kalau begitu. Iya, ibu tahu kamu paling benci dengan lelaki manapun. Tidak ada rasa percaya terhadap seorang lelaki. Mendengar kamu akan menikah dengan orang yang kerja di swalayan kamu, ibu juga sudah curiga. Tidak mungkin kan, jika ibu tidak tahu perasaan anaknya? Apalagi kamu tidak mungkin bisa berbohong kepada ibumu? Ibu yang memiliki naluri yang kuat terhadap anaknya."     

Memang Farisha tidak akan bisa menyembunyikan semuanya dari sang ibu yang tahu segalanya. Entah apa lagi yang ibunya ketahui tentang dirinya. Tetapi ia tidak berharap akan ketahuan rahasia dirinya yang lain. Yang ia simpan bertahun-tahun lamanya.     

"Ibu juga tahu rahasia kamu yang lain. Tapi entah kamu mau menerima atau tidak. Apa mau ibu kasih tahu apa saja yang kamu sembunyikan? Dan ini adalah hal yang tidak sepantasnya untuk dikatakan. Dan rahasia yang kamu sembunyikan bertahun-tahun lamanya, ibu sudah menduga dari awal."     

"A-apa yang ibu ketahui? Ba-bagaimana bisa?" tanya Farisha dengan jantung berdebar. Ia mulai takut dengan wanita yang bisa menjadi tempat mencurahkan rasa rindu dan pemegang rahasia besarnya.     

"Soal Vania, ibu sudah duga dari awal. Jujur ibu tidak bisa menerima kamu akan melenceng seperti itu. Tapi kuharap kamu segera kembali pada kodratmu. Kamu seorang wanita. Dan kuharap kamu tidak lagi berhubungan dengan wanita itu. Ibu tidak mau jika anak ibu yang cantik ini, menyukai sesama jenis. Dan kamu juga sempat bernafsu sama ibumu sendiri. Tapi kamu ini anakku, anak kandungku yang aku lahirkan. Jadi kurasa tidak masalah. Kita bisa memperbaikinya saat ini juga."     

"Apa kamu tidak mau tidur bersamaku lagi? Maafkan aku, Bu. Aku sudah sangat bersalah kepadamu. Namun aku sudah sama Usman melakukan itu. Bu ... asal ibu tahu, perawan Farisha, yang mendapatkannya itu Usman. Jadi sebelum menikah, aku masih suci, kan?"     

"Benarkah? Kalau begitu, nanti ibu tanya menantu ibu. Apakah melihat darah ketika sedang berolah raga bersama, hihihi. "Dan kamu ini anak ibu yang sudah dewasa tapi tingkahmu seperti anak-anak. Dan kuharap kamu segera mengandung anaknya Usman. Apakah kamu belum hamil?"     

Karena tidak pernah pergi ke dokter, ia tidak tahu, entah sudah hamil atau belum. Namun akhir-akhir ini, ia merasa sangat lelah. Apalagi pikirannya sudah bercabang, memikirkan bagaimana ia bisa bertemu dengan suami, dengan ibu dan bagaimana caranya bisa merebut semua harta yang dimiliki oleh Azhari. Jelas ini karena kesibukannya mengurus semuanya. Belum lagi jika bertemu dens Vania. Entah apa yang akan terjadi selanjutnya.     

"Bagaimana, Bu? Ayo kita bereskan semua pakaian dan barang-barang Ibu. Kita segera pindah dari sini! Setidaknya ibu bisa kembali menurus semuanya. Aku tidak membawa semua sertifikatnya karena berada di rumah itu. Aku sudah membawanya ke rumah yang kurasa cocok."     

"Baiklah ... dengan itu, kita bisa membawa ayahmu dan kita bisa menjual beberapa properti dan uang itu untuk biaya pengobatan ayahmu." Azhari bersyukur karena anaknya bisa mendapatkan beberapa meski tidak tahu bagaimana caranya.     

"Tidak! Kenapa mesti dia, sih? Pokoknya jangan pikirkan orang itu. Mungkin si parasit itu sudah pergi dengan mereka, kan? Ya pasti ia sedang menemani para wanita yang bahkan lebih muda dariku." Sebenci itulah Farisha kepada Benny. Jadi ia tidak ingin mendengar tentangnya.     

"Tetapi ayahmu benar-benar sakit, Farisha! Dia sedang ada di kamar dan mungkin juga sudah mendengar percakapan kita. Jadi tidak perlu kamu sembunyikan semuanya dari ayah kamu."     

"Sialan! Kenapa ibu masih berhubungan dengan keparat itu? Sakit apakah dia? Apa dia sampai pura-pura sakit untuk mengejek kita karena harta ibu sepenuhnya diambil oleh mereka?" Setelah tahu Benny ada di kamar, Farisha meninggalkan ibunya menuju ke kamar yang dimaksud Azhari.     

Saat Farisha masuk ke dalam kamar, seorang tengah berada di tempat tidur. Benny sudah mendengar semuanya dan berharap mereka bisa membawanya ke rumah sakit. Ia sudah tidak tahan dengan rasa sakit yang dirasakannya.     

"Fa-ri-sha, i-ni a-yah mu, Nak. Ayah ka-ngen ... sa-ma ka-mu. To-long a-yah, Nak ...." Benny tidak ada tenaga lagi untuk berbicara sekedar minta pertolongan.     

"Bagaimana kamu hidup seperti in. Apalah karena penyakit yang kamu derita? Kanu sudah sepatutnya tidak dikasihani. Mati saja kamu!" bentak Farisha.     

"Jangan bicara begitu dengan ayahmu, Nak. Dia sedang sakit dan seharusnya kamu bantu dia untuk sembuh. Mungkin setelah dia sembuh, ayahmu akan berubah."     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.