Tante Seksi Itu Istriku

Tentang Orang Di Rumah



Tentang Orang Di Rumah

1Melihat orang yang telah menyelamatkan nyawanya, bukan berterima kasih, malah membenci orang itu. Sesungguhnya Dasim merasa takut jika dipecat oleh Rinto dan istrinya. Apalagi karena kesalahan yang ia perbuat sendiri. Sebenarnya ia akan mengantar Menik ke sebuah acara yang mengundang istri orang-orang kaya. Sebenarnya mobil juga memerlukan perbaikan. Namun ia tetap ngotot kalau mobilnya tidak apa-apa.      0

Menyesali perbuatannya sendiri, itulah yang dirasakan oleh Dasim. Ia hanya berharap masih dibutuhkan sebagai seorang sopir. Tidak rela jika harus dipecat dan kebingungan mencari pekerjaan. Menjadi sopir juga sulit akhir-akhir ini. Dengan adanya sopir muda yang bisa bekerja lebih kompeten darinya. Ia yakin tidak akan bertahan lama karena keteledorannya.     

"Mohon maaf sebelumnya, Pak. Saya juga tidak bisa menyetir mobil. Jadi kurasa tidak akan menjadi sopir di rumah ini. Aku mungkin akan membantu apa saja di rumah ini. Aku juga bingung mau ngapain. Jadi, apakah ada yang bisa ku bantu di sini?" tawar Usman dengan tulus. Bahkan jika dirinya bisa mengendarai mobil, tidak mungkin juga bagi dirinya untuk mengambil pekerjaan orang lain.     

"Kalau begitu, kamu keluar saja! Saya tidak butuh bantuan dari siapapun juga. Ya baguslah kalau kamu tidak bisa menyetir mobil. Lagian anak kecil mana bisa dipercaya untuk dijadikan sopir. Mungkin akan dimanfaatkan untuk menarik cewek-cewek di jalanan."     

Seharusnya Dasim merasa lega karena tahu kalau anak itu tidak bisa menyetir. Namun ia tetap menjaga image di depan Usman. Lagipula anak itu tidak akan bisa menggantikan posisinya. Walau tidak tahu bagaimana nasibnya nanti. Ia belum mendapatkan konfirmasi bahkan informasi tentang pemecatan dirinya. Namun ia tahu sifat tuannya yang terbilang dingin terhadap semua bawahannya. Hanya pada istrinya saja, sikap Rinto menghangat.     

"Maafkan aku kalau mengganggu, Pak. Kalau begitu, saya pamit ke depan. Sekali lagi saya minta maaf karena bersalah. Walau nggak tahu apa yang salah dariku." Setelah mengatakan hal demikian, Usman meninggalkan sopir itu sendiri di dalam garasi.     

Setiap orang berbeda-beda. Ada yang menyukai dan ada juga yang tidak suka. Usman merasakan itu semua sejak dahulu. Ia berharap tidak ada lagi orang yang membencinya. Dengan berusaha berlaku sopan terhadap semua orang yang ada di rumah. Kepalanya pusing jika memikirkan hal itu. Namun ia memilih untuk tidak menyerah dalam hal itu.     

Di luar, sudah ada dua orang yang sedang bermain catur. Mereka berada di halaman depan. Di teras depan garasi, bermain catur dan menikmati kopi hitam. Terlihat dua lelaki sedang menikmati hidup dengan tertawa terbahak. Apalagi dengan candaan yang mereka lontarkan itu.     

"Hei, kamu Usman ... kamu bisa main catur, kan? Saya bisa main catur dengan kemenangan mencapai delapan puluh persen. Sini, kopinya juga sudah mulai dingin, nih!" ajak Karyan menepuk lantai di sampingnya.     

"Oh, ini anak yang akan menjadi keluarga baru di sini? Wah, jadi semakin ramai keadaan rumah. Ayo, Dek. Kita minum kopi di sini! Santai saja kalau bersama kita. Kami nggak akan menggigit atau semacamnya, kok. Dan lihat ini ..." ucap penjaga rumah yang memperlihatkan mulutnya yang menganga. Terlihat giginya juga jarang-jarang.     

"Iya, kamu batu saja dimakan. Bagaimana tidak habis itu gigi. Sudah tua, masih sok-sokan makan batu. Jadi beginilah akibatnya, hahaha!" tawa Karyan disertai memegangi perutnya. Walaupun tidak lucu bagi orang lain, baginya cukup lucu kalau mengingat kejadian itu. Namun ia tidak berniat menceritakan itu kepada Usman.     

"Ini ... tadi kan Bapak ini sudah janji, akan menceritakan semua tentang orang-orang di rumah ini. Aku ingin tahu. Agar nanti aku tahu harus bagaimana menghadapi semua orang. Aku takutnya ada orang datang yang tidak dikenal dan menipuku. Ku dengar di kota ini, banyak orang yang berbuat jahat.     

"Oh, iya-iya. Saya juga sudah janji akan menceritakan semuanya padamu, kan? Jadi kamu dengarkan baik-baik! Peetama saya akan memperkenalkan diri terlebih dahulu. Namaku adalah Karyan. Dan sudah bekerja di keluarga ini sebelum tuan Rinto menikah dengan istri pertamanya. Dan saya juga tahu tentang istri pertama yang ia ceraikan. Tapi saya tidak akan beritahu soal istri pertama tuan Rinto."     

"Lah, ini orang tua, suka sekali mendongeng. Kalau begitu, saya lebih baik jaga gerbang! Kalau kamu mau dengarkan, dengarkan saja sampai bosan. Karena ia sering cerita berulang-ulang." Satpam itu pun mengambil kopi dan meninggalkan tempat itu. Ia juga sudah mendapatkan kopi hitam yang disukainya.     

"Kamu jangan dengarkan orang itu. Kurasa tidak perlu kuceritakan orang itu karena tidak penting sama sekali. Dia juga sudah lama bekerja di sini. Tapi yang paling lama ya tentu saya. Dan satu pembantu tua. Kalau kamu melihat wanita itu, lebih baik menghindar saja. Karena kamu bukan lawan bicaranya. Tapi jika dia menyuruh kamu, segera laksanakan! Jangan pernah membantah nenek tua itu ...."     

Karyan menceritakan tentang wanita itu dengan singkat dan jelas. Usman tahu kalau wanita itu sudah lama bekerja. Menurut cerita dari orang tua itu, Maemunah berusia lima puluh tahun lebih. Sama dengan orang yang sedang bercerita itu.     

"Iya, Pak. Saya tidak akan melawan dan akan menghindar jika bertemu. Kalaupun tidak, aku akan sopan pada beliau." Bukan hanya pada orang itu, Usman juga harus memberikan rasa hormat kepada semua orang. Bersyukur ada orang baik yang mau memberitahu semuanya. Tidak perlu diceritakan pun ia sudah tahu sikapnya. Jadi tidak perlu penjelasan lagi.     

"Dan tuan kami adalah seorang pebisnis muda waktu itu. Ia bisa menjalankan beberapa perusahaan dan meneruskan perjuangan orang tuanya. Dan soal orang tuanya, akan kuceritakan nanti. Kurasa beliau tidak akan datang di waktu dekat ini. Untuk tuan Rinto sendiri merupakan seorang yang tegas dan dingin. Jadi jangan sekali-kali mengeluarkan suara yang bisa mengganggu. Berbeda dengan istrinya yang bisa diajak bercanda."     

"Iya, Pak. Kenapa bu Rani juga kadang bercanda. Pak sopir juga bisa bercanda dengan bu Menik, kan? Jadi beliau orang yang menyenangkan, yah? Syukurlah kalau begitu. Bagaimana dengan anak-anak mereka?"     

"Sssttt! Kamu jangan keras-keras, yah. Ku kasih tahu padamu. Dengarkan baik-baik! Mereka tidak akan memiliki anak. Karena tuan Rinto itu orang yang tidak bisa memberikan keturunan. Saat menikah dengan istri pertamanya juga tidak punya anak. Dan sekedar informasi, non Menik juga dulunya pernah menikah dan punya anak. Tapi sayangnya saya tidak tahu. Entah ke mana anak itu tapi non Menik pernah terdengar berbicara pada tuan Rinto kalau dia punya anak laki-laki. Soal siapa dan di mana, saya tidak tahu."     

Usman merasa bersedih dan merasa marah mendengar cerita itu. Bagaimana kalau nasib anak itu sama dengan nasibnya? Bagaimana kalau anaknya juga merasakan sakit di hatinya? Hidup dalam penyiksaan yang tidak ada habisnya. Bahkan hanya diperas tenaganya untuk mencari nafkah? Tidak bisa dibayangkan bagaimana jahatnya nyonya majikannya. Di balik sifatnya yang baik, tersimpan rahasia besar yang merupakan sebuah aib.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.