Tante Seksi Itu Istriku

Sifat Orang Yang Berbeda



Sifat Orang Yang Berbeda

0Seperti yang dikatakan oleh Rani, di dapur ada lemari kaca yang berisi makanan. Usman hendak mengambil nasi ketika pintu kamar mandi terbuka. Sopir yang mengantarkan mereka sampai di rumah, dari tadi berada di kamar mandi. Usman sampai tidak tahu ke mana perginya karena terburu-buru.     
2

"Wahh! Akhirnya perut ini terasa lega ... setelah pembuangan, saatnya pemasukan! Eh, kamu ada di sini juga, Nak? Mau makan? Ya sudah kamu makan saja dulu. Biar cepat gede dan menikah, hahaha!" tawa Karyan dengan memegang perutnya.     

Usman bingung harus mengatakannya atau tidak. Bahwa dirinya sudah menikah dengan seorang wanita cantik dan tentu wanita paling cantik di dunia, bagi Usman. Tidak ada yang mengalahkan kecantikan dari Farisha. Namun ia merasa tidak perlu mengatakannya. Ia tidak berniat untuk berbohong. Tapi ia tidak akan mengelak jika ada orang yang mengatakan bahwa dia sudah pernah menikah. Walaupun pernikahan itu hanya pura-pura. Tetapi ia merasa pernikahan dirinya dan Farisha adalah hal yang nyata baginya.     

"Kamu mau kopi juga atau tidak? Kalau mau, nanti saya buatkan kopi untukmu sekalian! Ini bisa masak air dua gelas. Sekalian temani saya ngopi sebelum menjemput tuan Rinto."     

"Aku harus kerja, kan? Tapi kata bu Rani, saya bisa bantu-bantu apa saja. Juga disuruh untuk melakukan apa yang anda suruh," elak Usman dengan sopan. Di rumah tempat ia bekerja seharusnya digunakan untuk melakukan pekerjaan. Bukannya bersantai-santai.     

"Tenang saja, Nak. Kita di sini ada kerjaannya masing-masing. Sekarang waktunya kita beristirahat sebentar. Bisa saja nanti sore atau malam-malam larut kita dipanggil sama tuan atau nyonya. Kita kerja di perumahan, Mas. Jadi tidak seperti kerja di pabrik atau jualan makanan. Jadi kita kerjanya tidak menentu. Kamu paham maksudku, kan?"     

Karyan merangkul pundak Usman lalu mendorongnya. Ia mengambil alat pemanas air dan memasukan air kran ke alat pemanas tersebut. Setelah itu, ia colokan stop kontak ke terminal yang ada di meja dapur yang terbuat dari keramik. Tidak lupa untuk mengambil gelas dan kopi.     

Usman mengambil makanan yang sudah tersedia. Tidak mengambil banyak karena takut kena marah. Ia mengambil nasi dan lauk tidak semuanya. Walaupun ada daging ayam atau sapi pun tidak berani mengambilnya. Ia duduk di lantai dan Karyan yang melihat itu menggelengkan kepalanya.     

"Lah, benar-benar anak yang polos banget. Ada ayam goreng dan gulai sapi, kenapa hanya mengambil sayur lodeh dan gorengan tempe? Hei, Nak. Itu ada ayam juga buat kamu! Kenapa tidak kamu ambil juga? Di sini makan sepuasmu. Asalkan ada dan bukan yang ada di meja makan tuan Rinto dan Non Menik."     

"Enggak apa-apa, Pak. Ini saja sudah cukup. Saya makan dulu yah! Bapak nggak makan juga? Ini kan sudah waktunya makan siang."     

"Nggak. Saya sudah makan sebelum ke rumah sakit. Orang saya bisa makan di mana saja, kok. Di perusahan tuan Rinto juga ada kantinnya. Jadi bisa makan di situ. Setiap karyawan dapat uang makan setiap harinya. Bisa beli makan di kantin itu." Karyan kemudian memasukan kopi ke dalam gelas.     

Usman menganggukkan kepala pada Karyan. Kesan yang diberikan tergadap pria tua itu adalah seorang yang terlihat santai dan tidak merasa bekerja. Lelaki itu tidak menganggap pekerjaan itu sebagai tuntutan. Tapi ia menikmati semuanya. Di usianya sekarang, bisa saja dirinya berhenti dan beristirahat di rumah bersama anak dan cucunya. Namun ia memilih tetap bekerja sebagai sopir keluarga.     

Pernah Karyan mengundurkan diri dari pekerjaan yang membuatnya memiliki banyak hal. Namun beberapa waktu kemudian, hidupnya terasa hampa. Ia sudah teelalu nyaman bekerja untuk mengantarkan orang. Tentu itu sudah melekat di dalam jiwanya sebagai seorang pria yang bekerja sampai masa tua.     

"Kamu masih muda dan bisa melakukan apa yang kamu mau. Tapi jangan sampai masa mudamu terbuang sia-sia! Lakukan apa yang harus kamu lakukan. Dengan syarat, itu adalah sesuatu yang benar. Bekerja di manapun kalau niatnya baik, untuk mencari berkah, gajian itu bukanlah masalah. Jadi gunakan waktu sebaik-baiknya untuk mencari berkah dalam bekerja itu."     

Usman mengangguk saat mulutnya terisi makanan. Tidak bisa membalas ucapan pria itu karena sedang tidak bisa berbicara saat ini. Benar yang dikatakan orang tua. Kadang nasehat datang dari orang yang lebih tua. Bukan karena ilmunya yang lebih tinggi. Tapi soal pengalamannya yang lebih jauh dari anak muda kebanyakan.     

"Saya sudah bekerja di rumah ini selama ... ah, kurasa sampai lupa. Yang penting saat tuan Rinto masih sekolah dasar, saya sudah ikut dengan keluarga ini. Kamu juga harus mengetahui kepribadian orang-orang di rumah ini. Nanti saya ceritakan saat kamu selesai makan. Kita bisa ngobrol sambil ngopi di teras rumah," tandas Karyan.     

Air yang dimasak sudah matang dan dituangkan ke dalam gelas yang berisi kopi dan gula. Usman juga mengharapkan cerita dari sopir tua itu. Ia akan banyak terbantu dengan apa yang akan diberitahukan kepadanya. Ia takutnya malah membuat keributan dan bikin masalah untuk orang-orang yang bekerja atau pemilik rumah.     

'Ke mana anak-anak pak Rinto dan bu Menik? Apa mereka sedang sekolah atau sedang berada di mana? Mengapa orang tuanya di rumah sakit, mereka tidak ada yang datang? Orang kaya memang seperti ini, kah?' pikir Usman yang semakin penasaran dengan keluarga di rumah itu.     

Semakin dipikirkan, semakin membuat bingung. Tapi nanti ia akan bertanya langsung pada Karyan yang terlihat mudah untuk diajak berbicara. Apalagi berbicara padanya yang orang baru. Selesai makan, Usman mencuci piring dan mengambil gelas untuk minum. Ia mencari ke mana-mana tidak ada air minum sama sekali.     

"Kamu cari air minum? Itu ada di dalam kulkas. Di sana ada botol minumannya dan kamu bisa minum apa yang ada. Tapi kalau mau yang nggak dingin, di dispenser juga ada. Itu dispenser ada di belakangmu, Mas," tunjuk Karyan ke arah Usman.     

"Oh, ternyata ada di sini rupanya. Hehehe, malah nggak tahu ada galon di sini. Ke mana saja mataku ini, emm?" Usman tersenyum pada dirinya sendiri. Rasanya malu atas ketidak tahuannya.     

"Ada-ada saja kamu ini. Ya sudah, kamu selesaikan semuanya, deh! Saya tinggal ke depan dulu, yah! Ini sudah ku buatkan tiga gelas kopi. Karena si Dasim sedang sakit, dia nggak boleh ngopi. Karena minum obat juga. Saya tunggu di teras depan, yah! Dari sini kita bisa langsung ke garasi dan di luar garasi di sebelahnya halaman rumah." Karyan tidak ingin Usman tersesat lagi. Karena itu, ia memberitahukan lokasi saat ini dan harus ke mana jalannya.     

Usman mengikuti ke arah mana pria itu pergi. Setelan mencuci gelasnya kembali. Ia menuju ke dalam garasi yang di dalamnya ada sebuah mobil. Saat ke depan, ternyata garasi cukup luas. Itu bisa menampung tiga mobil kalau semuanya masuk. Ada juga sepeda motor di dekat tembok. Di sana ada seorang pria paruh baya yang sedang mengotak-atik motor.     

"Eh, kamu sudah ada di sini? Ada-ada saja. Pakai memasukan orang tidak dikenal ke rumah. Ya sudahlah ... saya juga sudah tidak butuh bekerja lagi. Kamu yang akan gantian aku jadi sopir, kan? Selamat kalau begitu! Mungkin karena saya yang kurang memeriksa mobil sebelum berangkat."     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.