Tante Seksi Itu Istriku

Kamar Baru Usman



Kamar Baru Usman

0Hari pertama Usman berada di rumah besar keluarga Rinto. Ia melangkahkan kakinya ke dalam rumah mengikuti dua wanita di depannya. Ini adalah rumah orang kaya ke dua kalinya ia masuki. Saat pertama memasuki ruangan depan, terlihat beberapa lukisan dan terdapat sebuah ukiran naga dari kayu. Rani menuntun Menik karena masih belum bisa berjalan lancar. Kakinya memiliki luka ringan.      3

"Apa yang kamu lihat, Man? Ini pasti pertama kali kamu masuk ke rumah sebesar ini, kan?" ujar Rani tanpa melihat ke belakang. Tanpa menoleh, ia hanya menebak saja apa yang dilakukan oleh Usman.     

"Enggak, Bu. Ini rumah besar yang ke dua," jawab Usman dengan nada yang lebih sopan. 'Kenapa mereka terlihat meremehkanku? Ah, sudahlah ... mungkin aku tidak mungkin juga dapat beli rumah yang segini besar,' keluhnya di dalam hati.     

Rani dan Menik menaiki tangga untuk mencapai lantai atas. Karena sudah ada di ruang tengah, Usman meninggalkan tasnya karena arahan dari Rani. Sementara nyonya rumah tetap diam dengan tingkah pembantunya. Yang penting ia dilayani dengan baik dan soal sopan santun, tidak begitu diperhatikan.     

Di lantai dua, mereka masuk ke kamar yang luas. Usman masuk ke dalam begitu dua wanita terlebih dahulu berada di dalam ruangan. Di kamar yang luas, terdapat sebuah rak buku. Ada pula beberapa pigura pernikahan Rinto dan Menik. Usman melihat foto wanita cantik dan seorang pria tampan sedang tersenyum mengenakan pakaian pengantin.     

"Kamu letakan saja tas itu di depan lemari, Man!" perintah Dini. Ia membantu Menik untuk duduk di tempat tidur. "Nyah, pelan-pelan duduknya. Saya akan mengantar anak itu ke kamarnya dulu. Nanti saya kembali ambilkan makan. Mau makan apa, Nyah?"     

"Apa saja, Ran. Masakan Maemunah pasti enak semua. Yang penting jangan kebanyakan ambilnya. Perutku sakit dan pusing kalau kebanyakan. Oh, iya. Nanti suruh saja Usman bantu-bantu kalian. Mas Rinto nggak kasih tahu anak itu mau dipekerjakan di mana."     

"Iya, Nyah. Akan aku urus semuanya. Kalau begitu, saya keluar dulu, yah. Nyonya istirahat saja dulu." Rani membuka korden dan jendela kamar. Asisten rumah tangga itu tahu apa yang menjadi kebiasaan nyonya majikannya. Karena ia lebih suka udara alami yang masuk. Untungnya di luar ada pohon yang bikin teduh dan menghasilkan udara bersih.     

Usman melihat-lihat di penjuru ruangan. Kesan mewah di kamar yang ditempati oleh Menik dan Rinto membuat Usman kagum. Selain dengan adanya rak buku dan jendela yang langsung mengarah ke taman, ada sebuah piano besar yang berada tidak jauh dari tempatnya berdiri. Sebenarnya Usman tidak tahu benda apa itu. Namun karena penasaran, ia melihat dari dekat.     

"Apa kamu bisa memainkan piano, Usman? Ini piano yang sering dimainkan oleh tuan Rinto. Tapi lebih baik jangan dekat-dekat, deh. Ayo kita ke kamarmu! Dan jangan masuk ke kamar ini sembarangan, yah!" peringat Rani. Ditariknya tangan Usman dan diajaknya keluar dari kamar     

Memang Usman tidak tahu apa benda yang besar itu. Melihatnya saja tidak pernah, apalagi memainkannya. Lelaki itu mengikuti sang asisten rumah tangga keluar dari kamar. Tidak perlu dikasih tahu juga Usman sudah tahu kalau itu adalah kamar pemilik rumah dan sebagai orang yang memiliki sopan santun, Usman tidak akan datang ke kamar tersebut.     

"Ingat, yah. Kamu juga sebaiknya jangan ke lantai atas! Kamu tugasnya di belakang membantuku atau bantu mbak Maemunah. Kamu paham apa yang ku katakan, 'kan?"     

"Iya, Bu. Aku paham, kok. Aku tidak boleh ke lantai atas dan tugasku di belakang untuk membantu–" Sebelum mengatakannya, Usman bingung harus menyapa orang itu apa. Karena Rani menyebutnya dengan 'Mbak' sementara ia tidak tahu umur Maemunah. Bisa lebih muda atau tua dari Rani. Tapi teringat kembali kalah Maemunah adalah asisten rumah tangga senior, maka ada kemungkinan berumur lebih tua dari Rani.     

"Rani ... itu tadi aku melihat tas yang di lantai. Itu tas milik siapa? Kok ada sedikit kotor dan bau apek? Jadi saya bawa ke belakang dan mau aku cuci sekaligus bajunya!" Seorang wanita menghampiri Rani dan ia melihat Usman di belakangnya. "Bukankah kamu anak yang semalam?" tunjuknya pada Usman.     

"Iya, Bu. Saya Usman. Saya akan kerja di rumah ini. Pasti ini Bu Maemunah, yah? Selamat siang ...." Usman mengulurkan tangannya pada wanita paruh baya di depannya.     

"Oh, ya sudah ... kamu ikuti saja Rani. Itu berarti tas punya kamu, kan? Jadi anak laki-laki kok punya tas begitu kotor. Badanmu juga ini ... kayak kurang terawat. Sudah, kamu mandi yang bersih lalu bantu Rani!" perintah Maemunah.     

Sebagai seorang yang lama bekerja di rumah itu, Maemunah adalah orang yang paling dipercaya. Baik itu oleh Rinto maupun oleh Menik. Semua orang menaruh hormat kepada wanita itu. Di usianya yang lebih dari lima puluh tahun membuatkan menjadi sosok yang tegas dan kadang tidak bisa mengontrol emosinya. Namun kali ini ia belum menemukan kesalahan Usman. Hanya bisa memperingatkan anak muda itu.     

"Sudah, kamu bawa ini anak baru ke kamarnya! Saya sudah memasak untuk Non Menik." Karena Menik berusia lebih muda darinya, ia memanggil istri tuannya dengan panggilan 'Non' dan hanya dia yang berani memanggil demikian. Ia bahkan dihormati oleh Menik dan juga Rinto. Terlepas dari dirinya yang merupakan seorang asisten rumah tangga.     

"Iya, Mbak. Kalau begitu, saya bawa anak ini. Saya permisi, Mbak." Setelah pamitan pada Maemunah, Rani menarik tangan Usman dan mengajaknya. "Ayo ke kamar kamu dulu. Dan ini adalah orang kepercayaan dari tuan Rinto dan nyonya Menik. Jadi perintahnya juga hampir sama dengan mereka."     

Usman menganggukkan kepalanya. Ia tahu apa yang harus ia lakukan. Walau situasi tersebut membuatnya bingung. Jika dikatakan umurnya yang lebih tua, memang ada benarnya. Tapi yang namanya pembantu itu sewajarnya mengikuti perintah tuannya. Asalkan perintah itu masih di batas kemanusiaan. Tetapi tidak perlu berburuk sangka karena Usman tidak mengetahui apapun.     

Mereka sampai di ruangan belakang. Rani membawa Usman ke kamar untuk ditempati oleh anak muda itu. Kamar di belakang terlihat lebih kecil tapi cukup bagi Usman. Karena pada dasarnya itu yang diperlukan untuk bisa beristirahat dan tidur dengan tenang.     

"Ini kamar kamu dan mungkin tas kamu ada di belakang. Di tempat biasa kami mencuci pakaian. Makan di sini juga sudah di siapkan di lemari. Kamu makannya yang di lemari, yah! Jangan yang di meja. Itu milik tuan Rinto dan nyonya Menik."     

"Iya, Bu. Aku tahu dan akan mematuhi semuanya. Sekarang tugasku apa, yah?" tanya Usman. Ia tidak sabar untuk bekerja di tempat barunya. Tentu harus memiliki semangat tinggi agar tidak mengecewakan siapapun.     

"Kamu makan dulu! Biar saya mau bawakan makan ke nyonya. Atau kamu bisa tanya ke mbak Maemunah atau pak Karyan. Mereka mungkin perlu bantuan dan kamu bantu saja mereka jika diperlukan."     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.