Tante Seksi Itu Istriku

Dituduh Copet



Dituduh Copet

0"Aku memang bukan siapa-siapa, Pak. Tapi setidaknya mencoba berbicara pada mereka. Tapi saya yakin, mereka orang baik. Ini juga kecelakaan yang tidak disengaja, kan? Maafkan saya kalau salah." Usman tidak tahu apa yang dipikirkan oleh sopir itu. Tidak tahu juga nantinya akan seperti apa.     
3

Yang pernah dialami Usman saat bertemu dengan orang arogan, tidak segan-segan memukul dan sebagainya. Bahkan untuk memecat orangnya pun tidak bermasalah. Siapa yang kayaa, akan mendapatkan apa yang dimau. Tidak seperti orang miskin yang harus terima nasibnya.     

"Sudahlah ... lagian kamu masih bocah! Mungkin kamu belum tahu apapun. Jadi ya sudahlah ... lebih baik kamu pergi saja dari sini. Semua orang kaya itu sama saja. Sudah beberapa kali bekerja di tempat orang kaya. Dan selalu dipecat dan sering dipukuli."     

Benar apa yang dikatakan sopir itu. Namun mengingat wajah Rinto, Usman merasa orang itu adakah seorang yang baik, tidak seperti yang dikatakan oleh sopir itu. Meskipun ia sendiri pernah mengalami kejadian tidak menyenangkan dari mertuanya yang kaya. Benny yang arogan bahkan tidak segan memukul istri dan anaknya. Apalagi orang lain? Mungkin akan lebih parah lagi.     

"Maafkan kalau begitu, maafkan saya, Pak. Semoga saja Bapak tidak dipecat, yah!" tandas Usman. Setelah mengatakan itu, segera ia meninggalkan sopir itu. Lagipula orang itu sudah tidak akan perduli jika Usman membalas ucapannya. Lebih baik mencari tempat lain di rumah sakit. Seperti mencari satpam yang jaga shift malam ini.     

***     

Pagi hari adalah waktu yang ditunggu-tunggu oleh Usman. Ia semalam tidur di pos keamanan seorang diri dan terbangun setelah pukul tujuh pagi. Langsung saja ia bangun dan di sana sudah ada beberapa petugas jaga. Tentu berbeda dengan orang semalam karena ini bukan shift mereka. Beberapa orang hanya cuek saja tanpa memperdulikan anak muda itu.     

"Waduh, ini sudah siang saja. Sepertinya aku keduanya bangunnya. Apa orang itu sudah meninggalkan tempat ini atau belum, yah? Jangan-jangan aku dicariin atau ditinggal." Begitu ia berbicara sendiri, tiga orang menatapinya dengan raut bingung.     

"Hei, Bocah! Semalam tidur di sini? Ini sudah pagi dan kurasa kamu perlu mandi. Kata satpam yang berjaga semalan, ada anak yang menolong orang kaya dan akan diajak ke rumah orang itu. Jadi kamu bocah itu. Kalau mau kopi, ini ada kopi, kamu bikin sendiri. Jangan lupa, nanti gelasnya dicuci sekalian."     

Semalam Usman juga sempat menikmati kopi bersama beberapa orang. Apalagi malam hari biasanya orang akan mengantuk. Menjaga rumah sakit agar tetap aman adalah tugas mereka sebagai satpam. Bukannya nurut pada satpam, Usman malah meninggalkan pos itu dengan berpamitan terlebih dahulu.     

"Terima kasih, Pak. Tapi saya harus pastikan kalau bu Menik masih di rumah sakit atau sudah pulang. Soalnya aku nggak tahu rumahnya. Nggak tahu cara mencarinya." Usman sudah tahu tempat-tempat di rumah sakit. Ia semalam beberapa kali berkeliling.     

Pagi-pagi sekali, Usman melihat pemandangan menyedihkan. Karena ada orang dalam keadaan darurat. Dibawa dengan menggunakan ranjang rumah sakit yang memiliki roda. Beberapa perawat dan orang yang mengantar, mendorong tempat tidur itu dengan cepat. Teriakan penuh kesedihan tergambarkan dengan jelas. Saat melewatinya, Usman melihat ceceran darah yang menetes.     

"Ibuu! Huhuhu! Kenapa? Kenapa bukan aku saja yang kecelakaan?" ucap seorang wanita yang berusia dua puluh tahunan. Ia juga mengalami luka di lengan kirinya. Kepalanya juga ada darah yang mengering. Dengan rambut yang acak-acakan terus saja meneriaki orang tuanya.     

Kejadian itu begitu cepat tapi malah terlihat ngeri. Entah apa yang dialami oleh orang itu, Usman merinding dan berlari dari tempatnya. Ia tidak bisa membayangkan apa yang terjadi. Setelah kemarin melihat darah wanita yang ia keluarkan dari mobil yang mengalami kecelakaan, sudah pasti luka wanita yang ia tolong itu termasuk lebih ringan karena darah tidak terlalu banyak yang keluar.     

"Hei, hati-hati! Jangan berlarian di rumah sakit!" maki seorang wanita yang sedang menggendong anaknya yang masih balita kepada Usman. "Huhh, ini rumah sakit, bukan taman bermain," imbuhnya dengan suara lebih rendah. Karena kesal, membuat raut wajahnya mengkerut.     

Tanpa memperdulikan omelan wanita itu, Usman malah berlari lebih kencang lagi. Hal itu sungguh meresahkan orang lain. Bahkan ada juga yang meneriaki copet. Membuat Usman dikejar-kejar oleh orang. Hingga pada akhirnya tertangkap oleh seorang pemuda. Usman yang tidak tahu apa-apa, tertunduk pasrah saat ada yang menangkapnya.     

"Mau ke mana kamu, hah? Ini rumah sakit, masih saja mau mencopet. Mau mati kamu, hehh?" Pemuda itu lalu mendaratkan beberapa pukulan terhadap Usman.     

"Ayo tangkap copet itu! Jangan sampai lolos! Pukuli terus ayo! Anak muda seperti ini hanya bikin rusuh saja!" Karena kesal, lelaki tua ikut serta memukul Usman dengan tongkatnya.     

"Ampuunn! Aku bukan copet! Ampuuunn ... aku bukan copet ... huhuhu!" Rasa sakit di punggungnya. Namun ia merasakan pukulan orang-orang semakin banyak. Ia merasakan banyak pukulan walau tidak sesakit pukulan pertama dari pemuda yang menangkapnya.     

"Udah nyuri, nggak ngaku juga, loh! Kita gledah saja dia! Kita cari apa yang telah dicuri oleh anak ini! Rumah sakit bukannya tempat orang berobat, malah dijadikan tempat copet!" maki wanita tua dengan kesal.     

Jaket Usman pun dibuka dengan paksa. Beberapa lelaki mencari apa yang telah dicuri. Namun setelah lama mencari, tidak ditemukan barang berharga yang disembunyikan. Bahkan dompet sendiri tidak ada, ponsel tidak ada dan memang Usman tidak memiliki itu semua. Mereka pun pasrah dan mencari siapa yang merasa kehilangan.     

"Siapa yang jadi korban copet ini? Apa yang sudah diambil? Kita hanya punya jaket ini yang berharga. Masa iya, mencopet jaket langsung dipakai begini?" ungkap pemuda yang menangkap Usman. Ia melihat ke sekeliling tidak ada yang mengaku kehilangan. Namun ia tetap memegang tangan Usman bersama pria lainnya.     

"Hei, ada apa ini? Ini rumah sakit! Jangan ada keributan di sini!" Seorang satpam yang mendengar suara keributan pun mendatangi tempat itu. Ia melerai kerumunan dan membubarkan masa. "Ayo bubar-bubar!" teriaknya dengan disertai geraka tangan mengusir.     

Sementara itu, ada beberapa orang yang masih memegangi Usman. Karena ada yang teriak copet, mereka tidak akan melepaskan begitu saja. Entah siapa yang meneriaki demikian, yang jelas karena melihat Usman berlari, orang akan mengira itu adalah seorang copet. Tentu saja ada saja orang yang menganggapi dan berteriak.     

"Pak, ini ada copet yang telah mengambil barang orang lain. Tapi kami tidak menemukan apapun dan tidak ada yang mengaku. Padahal tadi ada ysh teriak copet!" terang pria berusia tiga puluh tahunan pada petugas keamanan di depannya.     

"Enggak, Pak. Saya bukan copet. Ini fitnah ..." lirih Usman dengan tenaga yang sudah terkuras. Rasa nyeri di punggung karena pukulan orang-orang terhadapnya. Padahal ia tidak pernah mencuri dari siapapun. Bahkan tidak ada bukti kalau dirinya seorang copet.     

"Baiklah ... kita bawa dia dan korbannya ke pos! Dan jangan lupa bawa korban dan buktinya! Kami tidak bisa asal menangkap tanpa adanya bukti dan saksi." Dengan tegas, satpam itu mengatakan itu. Ia berjalan dengan memegang pentungan dan melihat sejenak ke arah Usman. "Kamu yang tidur di pos. Apa yang kamu curi, hah?"     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.