Tante Seksi Itu Istriku

Rumah Kakek Dan Nenek



Rumah Kakek Dan Nenek

0Entah itu sebuah penderitan atau sebuah keberuntungan karena ada yang menemani dihari sulitnya. Kali ini Farisha diremani oleh lelaki yang terus-terusan mengejarnya. Bram yang melihat wanita yang ia dambakan kembali, membuatnya semakin bersemangat. Apalagi kali ini ia tahu kalu wanita itu sendirian. Semenjak dari bengkel, ia sudah mengikuti langkah Farisha dan tidak mau melepas wanita cantik dan seksi itu begitu saja.     
0

"Ke mana perginya calon istriku itu, yah? Oh, ke manapun kamu pergi, akan aku ikuti! Walau sampai ke ujung dunia! Aku adalah seorang pria yang baik untuk kamu, bukan?" Bram mengikuti mobil di depannya. Yang dimana ada Farisha yang mengendarainya.     

Bram tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Farisha dan Usman. Semenjak bertemu dengan Farisha di depan ATM, wanita itu tidak mau buka suara untuknya. Untuk mengetahui apa yang terjadi pada wanita yang terlihat murung, Bram memutuskan untuk mengikuti ke manapun perginya.     

"Entah perasaanku atau bagaimana. Tetapi bagaimana bisa aku kehilangan kamu? Dan si bro Usman ... ke mana anak itu pergi? Oh, kenapa jalannya cepat banget?" Bram langsung tancap gas, mengikuti mobil di depannya yang lebih cepat.     

Pada akhirnya mereka tiba di komplek perumahan. Malam hari membuat pandangan tidak seperti siang hari. Walau lampu-lampu menyala dengan terang, ada beberapa rumah yang tidak memiliki penerangan cukup. Selain itu, pohon-pohon besar di sepanjang tepian jalan, membuat suasana seram. Bram berpikir dirinya akan sampai ke tempat di mana orang tua Farisha tinggal. Jadi ia terus mengekor di belakang.     

Farisha terus mengendarai mobil yang telah diambilnya dari bengkel yang menjadi langganannya. Ia mencari keberadaan sang suami yang telah ia usir. Menyesal karena telah memberi pukulan keras dan telah mengingkari kepercayaan orang terhadapnya. Hanya saja ia juga harus menghindar dari seorang yang mungkin akan memberikan pertanyaan yang tidak bisa dijawab.     

"Sebenarnya kamu ada di mana, Usman? Aku berjanji, kalau kamu kembali, aku tidak akan memukulmu lagi. Ahhh ... aku juga harus menemukan keberadaan ibu. Tapi bagaimana kalau aku ketemu dengan ibu dan tidak bersama kamu? Apa yang harus aku lakukan?"     

Mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi adalah cara yang salah buatnya. Apalagi dengan seperti itu tidak menyelesaikan masalah yang ia hadapi. Perjuangan akan terus dia lakukan sampai batasannya. Ia kini sudah sampai di sebuah tempat yang dulunya milik sang ibu. Ia akan mulai mencari sang ibu di tempat itu. Sebuah rumah mewah yang berdiri kokoh dan merupakan rumah peninggalan mendiang kakek dan nenek Farisha.     

"Dan itukah rumah yang dituju? Kenapa gelap banget, yah? Apa jangan-jangan ... ah, tidak Farisha! Aku belum siap untuk itu!" Bram menghentikan mobilnya di belakang mobil Farisha.     

Rumah besar itu terkunci dari luar dan ada sebuah banner bertuliskan 'Dijual' yang membuat Farisha bingung. Dan yang membuatnya tidak percaya nama penjual itu bukanlah nama sang ibu atau orang yang ia kenal. Farisha menghentikan laju mobil dan turun. Di sana ada beberapa orang lewat dan melihat sekilas. Halaman rumah tidak terawat dan banyak tumpukan sampah di depan. Rumput mulai tumbuh liar dengan bau menyengat seperti kotoran anjing.     

"Kenapa dia terus mengikuti ku terus? Dasar lelaki tidak ada malunya. Apakah dia tidak tahu, aku lagi malas berurusan dengannya!" geram Farisha, melirik ke belakang. Terlihat mobil milik Bram yang terparkir di belakang mobilnya. Namun perhatian kembali ke rumah yang begitu berbeda dengan keadaan sebelum terakhir kalinya ia kunjungi.     

Bram keluar dari mobilnya dan berjalan mendekat ke Farisha. Ia juga tahu kalau rumah itu tidak terawat dengan baik. Tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh Farisha. Mungkinkah wanita itu akan membeli rumah? Bram tidak bisa menebak dengan pasti. Tapi rumah itu terlihat cukup mewah jika terawat dengan baik.     

Keadaan temaram dengan penerangan seadanya. Namun banner itu terlihat terang dengan lampu-lampu kecil yang berkedip-kedip. Farisha turun dari mobilnya untuk memastikan semua itu benar. Tercium aroma menyengat kotoran hewan peliharaan dan sampah yang berada di taman depan rumah. Lampu-lampu tidak sepenuhnya menyala.     

"Apakah ibu membiarkan rumah ini dijual? Tapi ini kan rumah mendiang kakek dan nenek? Kenapa ibu menjualnya? Akan lebih baik aku telepon ibu!" Farisha mengambil ponselnya dan mencoba keperuntungan dengan menelpon Azhari.     

Sama seperti sebelumnya, tidak ada tanggapan dari ibunya. Namun ia mencoba berkali-kali dan pada akhirnya terhubung dengan sang ibu. Yah, untuk pertama kalinya ia bisa menghubungi wanita yang telah melahirkannya ke dunia. Setelah berkali-kali mencoba menghubungi nomor itu, ia merasa lega karena nomornya masih aktif.     

Bram tidak langsung menghampiri Farisha. Pria itu berdiri di belakang wanita yang sedang menelpon dan akan menjadi pendengar yang baik tanpa niat mengganggu. Sementara Farisha sendiri sudah tidak perduli dengan Bram. Hati wanita itu sudah sangat senang saat ibunya memgangkat teleponnya.     

"Halo ... Farisha? Oh, maafkan ibu, Nak. Ibu tidak tahu kalau kamu menelpon ibu terus. Ibu sedang bekerja saat ini, Nak. Apa yang terjadi? Bagaimana bulan madumu dengan menantu ibu yang ganteng itu, hemm? Apakah kamu sudah hamil, Sayang?" cecar Azhari terdengar di ujung telepon.     

Farisha tidak tahu harus menjawab apa. "Enggak apa-apa, kok. Apa yang terjadi sama ibu? Saya khawatir karena sudah berkali-kali menelpon tapi tidak ada jawaban. Ibu sekarang ada di mana? Dan kenapa rumah kakek sama nenek dijual? Harusnya ibu ngomong dulu ke aku kalau mau jual rumah. Kalau mau jual rumah, harusnya jangan rumah kakek sama nenek!"     

"Eh, kamu tahu dari mana? Mana mungkin ibu jual rumah kakek dan nenekmu? Siapa yang menyebarkan berita itu? Ibu sekarang ada di rumah kakek dan nenek. Saat ini rumahnya sedang dibersihkan dan rumah itu terawat dengan rapih." Ada kekhawatiran kalau sampai anak perempuannya mengetahui semuanya. Azhari tidak ingin anaknya kepikiran dan membuat bulan madunya terganggu.     

"Ibu ... jujur padaku! Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kamu berbohong padaku? Aku ... aku ada di depan rumah kakek dan nenek, sekarang. Dan di gerbang, ada tulisan dijual! Kenapa rumahnya dijual? Apa yang terjadi sama ibu?"     

Farisha tidak percaya dengan ibunya kali ini. Jelas-jelas ia sudah di depan gerbang rumah yang dimaksud. Jika Azhari ada di rumah itu, otomatis lampu di dalam akan menyala. Namun hanya lampu kecil di banner saja yang menyala. Bagaimana ia bisa menerima keadaan ini? Tidak akan Farisha terima dengan apa yang ia lihat saat ini.     

"Eh, jangan bercanda, yah! Ibu tidak akan pernah menjual rumah itu. Kamu baik-baik saja di sana, kan? Maafkan ibu yang tidak mengangkat telpon darimu. Tapi yakinlah, ibu baik-baik saja? Ibu mau ngomong sama menantu ibu. Kenapa dia membiarkan istrinya berbicara seperti ini pada ibunya?"     

Farisha memutuskan sambungan telepon dengan ibunya. Ia merasa tidak ada gunanya berdebat dengan Azhari. Tidak untuk saat ini. Yang penting ia tahu keadaan ibunya baik-baik saja. Farisha melihat banner dan mencatat nomor itu di ponselnya. Lalu ia memutuskan untuk menghubungi nomor yang sudah ia simpan.     

"Hallo ... ada yang bisa dibantu?" Suara seorang wanita dengan nada mendesah. "Haloo ... dengan siapa dan ada kepentingan apa, yah? Saya Sherly dan kamu siapa?"     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.