Tante Seksi Itu Istriku

Mengusir Halus



Mengusir Halus

3Masih dalam suasana berdesakan, mereka menunggu orang di depan untuk keluar dari bus. Akhirnya mereka bisa keluar dari bus juga. Terdapat sebuah rumah makan dan di samping rumah makan ada juga orang berjualan. Beberapa orang memilih untuk pergi ke toilet umum terlebih dahulu. Begitu juga dengan Usman dan Farisha. Mereka baru berpisah saat mereka sampai di batas antara toilet pria dan toilet wanita.     2

Di pemberhentian, mereka diberi waktu lima belas menit untuk makan dan sebagainya. Armada bus parkir dan akan bergantian datang dan pergi. Setelah satu bus pergi, tempat itu akan digantikan dengan bus lain yang baru datang.     

Farisha baru selesai buang air kecil ketika ada seorang pria mendekat ke arahnya. Orang itu tidak melihat siapapun yang bersama wanita cantik yang ia lihat. Sebenarnya ada banyak pria yang berlalu lalang. Kebetulan saya pria itu memang bertingkah kadang aneh dan seperti Bram.     

"Hei, Kak. Mau ke mana, nih? Jangan-jangan kita satu trayek, yah? Sendirian saja, suaminya ke mana?" Dengan gaya sok akrap, pria tidak dikenal itu mengira kalau wanita di depannya adalah seorang janda muda.     

"Oh, suami saya sedang ke kamar mandi, Mas. Maaf saya sedang menunggu suami saya. Permisi, mungkin dia ada di sana!" tunjuk Farisha, berusaha untuk menghindari pria tidak dikenal itu. Ia sangat terganggu dengan kehadiran seorang yang tingkahnya seperti Bram dan tidak dikenal. Mungkin kalau itu Bram, ia tidak begitu takut karena tahu bagaimana pria yang selalu mengejarnya dari masa sekolah itu. Namun di hadapannya saat ini ia tidak mengenal dan tidak tahu siapa orang itu. Ia khawatir akan terjadi apa-apa terhadapnya. Apalagi dirinya merupakan seorang wanita cantik. Walau usianya sudah berkepala tiga.     

"Eh, kenapa pergi? Kita belum kenalan juga, huhh! Kenapa malah kayak gini, sih? Kukira seorang janda muda. Ternyata masih bersuami saja, huftt!" Karena tidak punya kesempatan untuk berkenalan, pria itu segera mencari kesibukan baru.     

Usman terlihat keluar dari kamar mandi dengan lega. Walau sekarang ia sudah merasa lapar. Sore tadi baru makan tahu dan lontong dengan jumlah sedikit. Walau ada makanan ringan yang dibawa, itu tidak mengenyangkan. Setidaknya ia bisa makan tapi ia tidak punya uang. Uangnya hanya seberapa dan merasa tidak cukup untuk membeli makan.     

"Kamu ke mana saja? Ke toilet saja keluarnya lama? Apa kamu baru buang air besar, sih? Aku saja tidak begitu lama. Lah, kamu ...." Farisha berdecak sambil menggelengkan kepalanya. Ditariknya tangan sang suami yang menyunggingkan senyum padanya.     

"Hiihhh ... maaf, Tante. Soalnya aku tadi nyari duit. Eh, aku lupa kalau uangnya ada di kantong celana pendek. Jadi aku buka celana panjang duluan. Aku juga harus mengantri untuk buang air kecil," terang Usman jujur. Tadi itu ia mengalami kesulitan. Setelah masalah selesai, langsung keluar dan mencari sang istri yang ia khawatirkan.     

"Iya sudahlah ... kamu lapar atau tidak? Kita beli makanan dulu, yuk! Aku sudah lapar, nih!" ajak Farisha, menarik tangan Usman untuk pergi mencari makanan.     

Seorang pria yang barusan mengejar Farisha, melihat wanita dewasa sedang bersama seorang pemuda. Dirinya tidak tahu ada hubungan apa di antara keduanya. Namun ia memastikan hubungan mereka bisa saja seorang bibi dan keponakan atau kakak dan adik. Namun mereka tidak terlihat sama. Ada kemungkinan juga anak muda itu adalah adik dari suami sang wanita. Pria itu hanya menebak dalam hati. Dengan alasan ingin makan juga, ia menemui dua orang yang sedang menunggu makanan yang sudah dipesan.     

Selang beberapa menit, datang seorang yang membawa pesanan makanan mereka. Banyak orang yang juga sedang makan di tempat tersebut. Pria tadi menghampiri Farisha dan Usman yang hendak makan di tempat itu.     

"Maaf, permisi ... bolehkah saya duduk di sini juga? Ah, sepertinya saya butuh teman ngobrol. Nggak ada meja kosong lagi soalnya!" kata pria itu seraya menyunggingkan senyuman.     

"Kayaknya masih ada kursi dan meja yang lain, deh. Kenapa harus ke sini?" tanya Farisha sewot. Bagaimana tidak sewot, ia kesal karena ada pria yang mengganggunya. Padahal ia tidak ingin berurusan dengan orang lain. Apalagi dirinya belum percaya dengan pria manapun. Apalagi tampang lelaki itu terlihat garang dan memiliki kumis serta jenggot yang menutupi sebagian wajahnya.     

Tanpa ada persetujuan dari Farisha dan Usman, pria itu duduk di tempat duduk satu meja dengan mereka. "Hehehe ... saya di sini saja, yah? Kalian lanjut makannya, deh. Saya juga sudah bawa ini makanan, nih." Pria itu lalu menunjukkan mie cup yang baru dibelinya.     

"Terserah saja, lah. Yang penting jangan ganggu makan saja," ketus Farisha. Kalau ia menolak juga ini adalah tempat umum. Akan menjadi bahan gunjingan walau tidak kenal dengan siapapun di tempat mereka makan sekarang.     

"Dek, kamu adiknya kakak atau keponakannya?" tanya pria tak dikenal itu. Untuk mendekati seorang wanita, mendekati orang terdekatnya terlebih dahulu adalah jurus yang paling ampuh untuk dilakukan. Walau tidak tahu akan selalu berhasil, biasanya akan berhasil juga.     

"Ohh, siapa yang Bapak maksud? Maaf, aku mau makan." Dengan dingin, Usman memakan makanan yang tersaji. Sebenarnya ada rasa tidak suka terhadap pria tak dikenal itu. Meskipun begitu, rasa kesopanan untuk orang yang lebih tua memang hal yang harus dilakukan.     

"Aduh ... anu ini yang makan sama kita. Apakah dia ini kakak atau bibimu?" tanya pria itu lagi. Walau rasa gedeg dengan jawaban orang yang lebih muda darinya. Harus tetap sabar agar terlihat punya kualitas diri yang menarik.     

Usman tidak langsung menjawab. Farisha juga menyendok nasi ke dalam mulutnya. Lalu ia menyendok nasi lagi dan ia julurkan ke arah Usman. "Aaa, kamu harus makan banyak, Sayang. Biar kamu kuat dan tetap sehat. Ini udaranya juga terasa dingin."     

Tidak langsung menerima makanan, terlebih dahulu pemuda itu melirik ke arah pria itu dengan senyuman kemenangan. Dalam hatinya ia merasa berbangga diri karena dirinyalah yang mendapatkan wanita cantik dan seksi seperti Farisha itu. Setelah memastikan, Usman menerima suapan dari istri tercinta. Dengan lahapnya, ia menerima makanan.     

"Kamu juga, Sayang ... biar kamu nggak berpikir macam-macam dan anak kita di perutmu baik-baik saja. Kamu harus menjaga kondisimu juga, yah! Kamu buka mulutmu, aaaa!"     

Kesal dengan tindakan Usman, pria itu bangkit dari tempat duduknya lalu meninggalkan begitu saja. Sebagai seorang pria, dirinya sangat malu mendapatkan perlakuan seperti itu. Hilang sudah harapan untuk mendekati wanita cantik itu.     

"Ahh ... seharusnya dari awal tidak mendekat wanita itu. Yah, sudah ditolak langsung begini, mau bagaimana lagi?" lirihnya sambil berjalan membawa mie cup ke tempat yang lebih jauh. Ia memutuskan ke tempat yang lain lagi.     

Merasa terusir secara halus, membuat pria itu hanya mendesah dan menikmati makanannya. Sambil ia melirik ke arah Usman dan Farisha yang terlihat mesra sambil makan saling bersuapan.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.