Tante Seksi Itu Istriku

Suasana Di Dalam Bus



Suasana Di Dalam Bus

1Farisha dan Usman masuk ke dalam dan membayar tiket pada kernek. Dan kernek itu memberi dua tiket untuk dua orang. Mereka duduk dengan tenang setelah memasukan tas ke atas. Ke tempat barang bawaan yang berada di atas tempat duduk.     
0

"Sekarang bisa tenang, kita hanya menunggu bisnya sampai ke terminal. Nanti aku akan hubungi pak Lukman untuk menjemput kita, yah," ungkap Farisha yang sebenarnya masih belum tenang. Sebelum bertemu dengan wanita yang telah melahirkannya, dirinya belum sepenuhnya mendapatkan ketenangan.     

"Iya, tapi kamu kelihatan tidak tenang gitu. Ayo, pikirkan hal yang positif saja! Jangan berpikiran yang macam-macam dahulu. Pokoknya semangat untuk kita!" seru Usman yang membuat orang-orang menoleh padanya.     

Banyak orang yang melihatnya, membuat dirinya merasa malu. Farisha yang menyadari itu hanya bisa tersenyum. Bagaimana tidak tersenyum, melihat tingkah spontan dari Usman yang jujur dan polos itu. Hal yang tidak bisa dilakukan oleh orang lain, bisa dilakukan oleh Usman. Dirinya juga harus mulai terbiasa dengan tindakan yang dilakukan oleh Usman.     

"Iya, Sayangku, Suamiku, aku pasti semangat, kok. Terima kasih karena telah berada di sisiku selama ini. Jalan kita masih panjang dan kita harus hidup seperti yang kita mau. Jalani saja apa yang harus dijalani." Farisha memeluk Usman dengan eratnya. Tidak perduli banyak yang melihatnya dan sang suami yang bermesraan di dalam bus tersebut.     

Para penumpang yang berada di dalam bus, merasa ada tontonan seperti drama atau semacamnya. Dan mereka bisa melihat dengan nyata. Bak sinetron kesayangan atau sebuah novel percintaan yang berlatar cinta beda usia. Namun cukup seru mereka menonton pertunjukan itu. Serasa tersihir oleh sepasang pemeran dadakan di dalam bus lintas provinsi tersebut.     

"Wah, mereka benar-benar pasangan yang serasi, yah. Hemmm, memang ini adalah sebuah mini drama yang nyata. Apakah ada kamera di sini? Ah, sepertinya harus merekam ini semua."     

Orang-orang di dalam bus mulai bersorak gembira. Membuat suasana riuh di dalam bus. Ada yang bersiul dan tidak banyak juga yang masih belum melihat dan acuh tak acuh. Bagaimanapun juga, ada yang memang suka dan ada yang tidak suka. Hingga waktu pun berlalu.     

Bus melaju dengan kecepatan tinggi dan saling kejar sesama bus. Usman dan Farisha sudah tidak terlalu mencolok karena sudah tidak ada yang dibahas lagi. Semua orang kembali ke mode diam dan melakukan kegiatan masing-masing. Ada yang tengah menyetel musik dan ada pula yang tengah menelpon dan memamerkan hasil foto dan video yang mereka rekam.     

"Wah, ini sudah malam, yah? Lihatlah, di sana langitnya sudah mulai gelap. Seperti hidup ini yang ada siang dan ada malam. Ada di mana kita harus berada di dunia ini untuk bekerja. Ada juga saatnya untuk berhenti dan istirahat. Itu semua merupakan proses hidup yang harus kita jalani. Tidak mudah bagi kita untuk memulai hidup yang seperti itu-itu saja. Harus ada variasi dan berkembang dari waktu ke waktu."     

Mendengar suara dari seorang tidak di kenal yang tengah membaca tulisan di ponselnya. Tepstmts di belakang Usman dan Farisha, pria muda itu tersenyum setelah membaca sebuah novel online karya penulis ternama bernama Wanto_Trisno. Banyak yang harus ia baca karena semua kisah yang tertuang di dalamnya sangat menarik.     

"Ada apa orang di belakang? Ah, sepertinya ada orang yang tengah membaca puisi atau apa, yah?" lirih Farisha, membisikannya pada Usman. Ia tidak tahu siapa orang yang di belakang. Tapi yang jelas mereka tidak kenal dan belum melihat wajahnya.     

"Ah, kayaknya kisah ini akan terus berlanjut lagi. Ah, rasanya pusing kalau baca novel di dalam bus. Tapi ceritanya seru. Tentang seorang wanita kaya yang menikah dengan pemuda desa yang umurnya di bawah wanita itu. Hehehe, pasti akan menjadi trending nomor berapa, yah? Hemmm, semoga saja masuk sepuluh besar juga gak masalah. Karena author ini sangat keren, hahaha!" tawa pemuda itu sambil melirik teman di sebelahnya.     

"Ah, lebay sekali kamu ini! Orang baca novel, sampai segitunya! Kalau baca, di dalam hati saja, apa nggak bisa, sih? Orang baca novel itu pasti pikirannya ke mana saja. Dasar orang mesum seperti kamu itu nggak cocok tahu!" Orang di samping lelaki itu adalah seorang pemuda yang seumuran. Ia tidak suka dengan pembaca novel seperti itu. Namun ia penasaran tentang ceritanya. Ia hanya merasa malu jika harus bertanya judul dan nama pengarangnya. Walau sudah tahu platform mana cerita itu berada.     

"Lah, nggak apa-apa, lah. Orang baca-baca sendiri, kenapa kamu yang sewot? Kalau suka, baca juga, kalau enggak, ya sudahlah ... lebih baik tidur saja sana!" balas pemuda itu dengan nada kesal. Namun ada benarnya juga karena tidak semua orang suka membaca novel seperti itu.     

Farisha dan Usman mendengar obrolan dua pemuda di belakang, merasa tersindir dengan percakapan itu. Pasalnya itu seperti cerita mereka yang tengah dibahas. Namun keduanya hanya diam tanpa ikut campur urusan dua orang di belakang.     

Bus berhenti di sekitar lampu merah dan ada seorang penjual tahu dan lontong masuk ke dalam bus. Pria paruh baya yang menjajakan dagangannya yang dibawa di depannya. Selain menjual tahu dan lontong, ada juga kacang goreng dan kacang rebus. Hal itu mengingatkan Usman tentang pekerjaan yang ditekuni olehnya sebelum pergi ke kota.     

Suasana nostalgia kembali teringat. Tidak terasa waktu berlalu begitu cepat. Usman seperti mengalami rollercoaster dalam kehidupannya. Rasanya seperti kemarin dirinya datang ke kota dan menikah dengan wanita paling cantik yang ia temui. Entah apa kabar paman dan bibinya di desa. Yang telah merawat dari bayi sampai bisa bekerja sendiri. Yang selalu memarahi dan memperlakukan buruk terhadapnya. Sekarang hanya bisa merasakan kesepian dan rasanya ia ingin kembali ke desa untuk menemui dua orang itu.     

'Kenapa aku malah mengingat paman dan bibi yang telah menyiksaku? Oh Tuhan, mengapa Kau ingatkan aku tentang mereka? Ah, bagaimana kabar mereka saat ini, yah? Semoga mereka baik-baik saja.' Usman hanya berpikir di dalam hati. Tidak ada yang didengar oleh orang lain. Bahkan sang istri yang tidak tahu apapun tentang keluarganya.     

"Tahu, kacang lontong, permen! Tahu, kacang, lontong, permen! Ayo ayo ayo! Mas? Mau tahunya? Satunya dua ribu lima ratus! Kalau dua, lima ribu! Lontong, kacang dan tahu, semuanya pakai paket komplit hanya sepuluh ribu dan gratis teh botol satu!" tawar pria paruh baya kepada Usman yang masih bengong.     

"Eh, anu ... aduh. Apa?" tanya Usman bingung. Karena ia masih memikirkan paman dan bibinya di desa. Tentu itu adalah hal yang tidak bisa ditentukan oleh keinginannya. Ia juga tidak memiliki uang untuk saat ini. Jadi ia tidak bisa membelikannya untuk dirinya dan Farisha saat ini.     

"Oh, kamu mau makan tahu sama lontong, Sayang? Aku mau dua paket komplit ya, Mas!" sahut Farisha. Ia mengambil uang di dompetnya dan memberikan uang lima puluh ribuan pada penjual tersebut.     

"Wah, ini paket komplitnya. Untuk mbaknya yang cantik." Ia menyerahkan paket komplit yang sudah dibungkus tersendiri para Farisha. Lalu ia menyerah juga pada Usman. "Dan ini untuk adiknya juga dapat, yah!" Karena mengira Usman adiknya Farisha atau keponakan, membuatnya memanggil dengan sebutan dek.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.