Tante Seksi Itu Istriku

Mantan Istri Bram



Mantan Istri Bram

0"Bianca?" ujar Bram dan tidak bisa dipungkiri kalau ia akan bertemu dengan wanita itu lagi. "Akh, kenapa kamu berada di sini?" Ia melihat dari jarak lima meter dari wanita itu. Lalu ia menuju ke bar untuk memesan minuman kepada bartender. "Bro, cocktail satu botol!"      0

"Siap. Silahkan tunggu!" jawab bartender yang sambil melayani tamu lainnya. Setelah selesai, bartender pria muda itu pun menuangkan minuman itu ke dalam gelas. "Silahkan," lanjutnya.     

Suara keras dari musik yang diputar, tidak membuat pusing bagi mereka yang sudah terbiasa. Orang-orang mabuk sambil bergoyang dan menghentakan tubuh dengan irama musik jedag-jedug. Lampu temaram yang kelap-kelip, semakin menambah suasana untuk bersenang-senang. Bram meneguk minuman yang diberikan bartender padanya. Ia tidak mengira akan melihat wanita yang pernah menjadi bagian dari hidupnya. Pernah dalam satu kamar yang sama. Dalam tempat tidur yang sama dan pernah berada di kamar mandi bersama. Dan itu hanya masa lalu dan tidak akan terulang kembali.     

Bram bisa melihat wanita itu tengah melayani seorang pria tua dan berambut botak. Hal itu memang resiko sebagai seorang wanita panggilan. Dulu ia mengira, kalau ia menikahi wanita panggilan, wanita itu akan berubah. Tapi tidak berlaku bagi Bianca. Nyatanya wanita itu masih melayani pria tua tersebut.     

"Ah, kenapa dia masih saja belum berubah? Sudah berapa bulan kita berpisah. Tapi kamu masih saja seperti dahulu, Bianca." Bram tersenyum kecut dan mengambil botol minuman itu dan menuangkan ke dalam gelas. Ia lihat minuman itu sejenak lalu meneguknya. "Kamu seperti minuman ini, Bianca. Memabukkan tapi siapa saja bisa menikmatinya. Akhh ... bagaimana aku bisa ke sini? Apa aku harus melihat semua ini?"     

Pandangannya nanar, menatap pria botak itu membelai rambut Bianca. Sedang ada wanita muda yang mendekatinya. Jelas itu wanita yang lebih muda dan diperkirakan masih berusia belasan tahun. Namun pandangannya masih fokus pada wanita itu. Wanita yang telah membuat hidupnya menjadi seperti sekarang. Hidup dalam kesendirian lagi seperti dulu.     

"Hemm, Om Ganteng ... kenapa lihat ke sana terus, sih?" Wanita muda berusia delapan belas tahun itu melihat ke arah pandangan Bram. "Oh, itu Tante Bianca? Seleramu bagus juga, Mas. Tapi dia sudah ada yang booking. Lebih baik main sama aku saja, yuk! Dijamin mainnya nggak kalah sama senior, hehehe," kekeh wanita muda itu dengan senyuman menggoda.     

"Iya, Om Ganteng, kalau belum puas, aku juga mau. Kami berdua juga bisa puasin Om dan bayarannya kami juga murah, Om. Kita masih sempit dan menggigit, loh. Beda sama tante Bianca yang sudah sering. Jadi sudah dower, pastinya ... ayolah, Om Ganteng. Kita belum dapat job, nih."     

Dua wanita berusia delapan belas dan dua puluh tahun itu terus menggoda Bram yang merasa geram dan panas melihat mantan istrinya bercumbu dengan pria lain. Rasanya kepala mendidih kala melihat semua itu. Pikirannya berkecamuk begitu saja dan terus menerus membuat sakit di kepala. Apalagi dua wanita itu memasukan bubuk obat di gelas yang digunakan Bram untuk minum tanpa pria itu sadari.     

"Kalian bisa diam atau nggak, sih?" protes Bram kepada dua wanita berusia muda itu. Lalu ia pun menambahkan, "Aku ke sini bukan untuk melayani atau memberi uang pada kalian berdua! Jadi tolong biarkan aku sendiri!" Kali ini ia lebih keras lagi. Ia lalu mengambil botol minuman dan langsung minum dari botolnya tanpa menggunakan gelas.     

Keadaan Bram sudah mabuk. Kini dua wanita itu tidak bisa berbuat apapun. Padahal mereka sudah merencanakan untuk menjebak Bram. Mereka berdua melihat Bram yang tampan dan terlihat kaya. Membuat mereka rela tidur dan kalau pun mereka sampai hamil anak pria tampan itu, mereka bersedia. Walaupun usia mereka yang terpaut belasan tahun. Yang pantasnya menjadi om atau paman mereka.     

Berapa lama kemudian, Bram melihat mantan istrinya saling memagut ciuman. Disekujur tubuhnya diraba dan terlihat remasan pria tua itu sampai di dada wanita itu. Sesuatu yang Bram tahu, mantan istrinya akan senang jika bagian itu disentuh. Bahkan menggelinjang kenikmatan. Dan itu adalah titik rangsangan yang pantas untuk menyebutnya.     

"Apalah suami kamu tidak memberikan nafkah padamu? Kenapa kamu masih saja datang ke tempat seperti ini? Apa belum puas, kamu menyakiti orang yang menjadi suamimu? Oh, aku juga tidak tahu, siapa suamimu sekarang ini. Ah, meskipun kamu menikah seribu kali pun, tetap saja, kamu akan tetap seperti ini. Dasar wanita jalang, sudah punya suami, masih saja melakukan ini di belakangnya."     

Tak terasa, air matanya mengalir begitu saja. Yah, ini adalah tangisan untuk wanita yang pernah menjadi bagian dari hidupnya itu. Namun kini tidak ada lagi yang bisa ia lakukan. Itu bukan haknya untuk melarang mantan istrinya. Sempat terlintas untuk mengerjai dirinya atau membooking wanita itu untuk ia puaskan hasratnya. Tapi ia bahkan tidak memiliki keberanian untuk melakukan semuanya.     

Beberapa menit berlalu, orang-orang mulai berdatangan. Kini Bram tidak bisa melihat mantan istrinya lagi. Sekarang ia juga sudah tidak bisa memperhatikan wanita itu dan hanya bisa melihat kerumunan yang menutup pandangannya. Saat orang-orang itu kembali memberi kesempatan untuk melihat ke arah Bianca berada, kini wanita itu sudah tidak ada di tempat itu. Hal itu membuat Bram mencari-cari wanita itu.     

"Ayolah, Sayang ... bukalah penutup gunung ini! Om sudah nggak tahan ingin keluarin air susu kamu dari sini." Terdengar suara pria tua renta, merayu seorang wanita.     

"Ah, janganlah, Omm ... aku malu kalau begini. Aku lagi hamil dan entah kenapa bisa keluar sendiri. Harusnya kan menunggu melahirkan. Ini padahal baru lima bulan. Ohh, Omm jangan! Kita ke belakang saja, yah!"     

Bram menengok ke arah suara itu. Terdengar penolakan juga dari wanita yang melayani pria tua itu. Namun Bram menyadari sesuatu. Yah, suara itu tidak asing baginya. Saat melihat dengan jelas, pria itu terlonjak kaget karena tahu, wanita itu adalah Bianca. Penampilan Bianca kali ini berbeda dari sebelumnya. Bram kini bisa melihat perut wanita itu terlihat lebih besar dari sebelum ia menceraikannya.     

'Tunggu dulu! Lima bulan? Bukankah aku dan dia bercerai belum ada lima bulan? Jadi sebelum bercerai, dia sudah hamil? Hamil? Dia sudah mengandung sebelum aku menceraikannya? Ah, tapi kenapa aku sangat senang? Apa mungkin anak itu adalah anak kandungku? Tapi bagaimana aku bisa tahu? Dia kan main dengan banyak pria? Tidak mungkin juga itu anak dariku,' pikir Bram. Ia mencoba menyembunyikan dirinya agar tidak ketahuan oleh mantan istrinya.     

"Hehehe, kudengar kamu sudah menikah. Tapi kenapa kamu masih datang ke sini lagi, Cantik?" tanya pria tua itu di hadapan Bianca. Ia memegang perut buncit itu. "Dan entah anak siapa yang ada di kandunganmu ini, hemm? Kurasa juga bukan anak suamimu, kan?"     

"Aku sudah diceraikan, Om. Mungkin salahku juga yang telah membuat kecewa dia. Padahal aku hanya cinta dia dan saat ini aku mengandung anaknya. Aku memang selingkuh darinya tapi aku tidak pernah membiarkan orang lain mengisi rahimku. Mereka selalu memakai pengaman. Kalaupun tidak, keluarnya di mulut atau di luar saja. Tapi mungkin salahku juga. Lihatlah, wanita hamil ini harus menjual diri demi untuk bisa menghidupi anak dalam perutku ini."     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.