Tante Seksi Itu Istriku

Nyamuk Nakal



Nyamuk Nakal

0Masih di bawah bintang-bintang, Farisha melanjutkan jalannya di depan Usman. Ia mempercepat jalannya yang tinggal beberapa langkah lagi. Di bagian belakang ada pagar dari tanaman semangka. Tentu semangka di saat ini sedang berbuah. Namun saat ini buah tersebut masih terlalu muda. Sehingga mereka harus menunggu kalau mau makan buah itu.     
0

"Andaikan semangka ini sudah matang, mungkin kita bisa menikmatinya. Duh, kita datangnya terlalu dini ... tapi kapan-kapan kita bisa ke sini untuk makan semangka, yah Man?" tutur Farisha, kembali memalingkan badannya ke belakang. Melihat Usman yang sudah berada di dekatnya.     

"Iya, Tante ... mungkin kita bisa datang lagi kalau sudah matang. Tapi apa di kota nggak ada buah semangka? Ini juga malam-malam. Makan semangka, malah semakin dingin," balas Usman spontan. Kalau minuman jahe atau kopi, mungkin akan berbeda. Karena bisa membuat badan merasa lebih hangat.     

"Benar juga kata kamu, Man. Ya sudahlah ... kalau ingin semangka kan bisa beli di supermarket. Jadi tidak perlu ke sini lagi. Kita akan lihat besok, kita akan bersenang-senang di sini. Jadi kamu tidak perlu mengurus swalayan dulu." Teringat dengan swalayan miliknya yang sekarang tidak ada yang mengurusnya. Pasti di sana akan kotor saat mereka kembali. Dan mereka tidak tahu sampai kapan mereka akan berbulan madu di pantai yang tidak mereka tahu.     

"Iya, Tante ... kita sudah sampai, nih. Tante mau ke kamar mandi duluan? Setelah itu, baru aku yang mau mandi. Ini badanku sudah kotor karena pasir tadi. Kalau Tante mau mandi, mandi sekalian saja, hehehe," kekeh Usman.     

"Kenapa kita nggak bareng saja? Hihihihi ...." Kali ini Farisha ada waktu untuk menggoda lelaki di belakangnya. Walau hanya perkataan sederhana, kalau itu beneran, malah akan membuat dirinya melayang. Mungkin lebih dari saat malam pertama itu. Mengingat itu, Farisha senyum-senyum sendiri.     

"Eng-eng-gak lah .. Tante ... masa mandi bareng?" Usman gugup mendengar perkataan itu. Tidak mungkin dia dan Farisha seperti itu. Meskipun itu terjadi, itu hanyalah sebuah impian yang tidak pernah terjadi.     

Mereka bersama masuk ke dalam rumah. Farisha melanjutkan ke kamarnya bersama Usman. Sementara sang suami mengekor dari belakang. Walaupun Farisha memakai pakaian tebal, tidak membuat lekukan tubuhnya tertutup. Usman malah membayangkan yang tidak-tidak. Karena ia takut, ia malah menutup matanya, tidak ingin pikiran kotor itu kembali muncul. Tidak mungkin baginya untuk melakukan hal tidak senonoh walau hanya dalam angan.     

"Kamu beneran nggak mau mandi bareng? Kita bisa mandi bareng pasti akan lebih hangat lagi. Apalagi kalau kamu menyabuni dan memandikan aku. Aku juga akan mandiin kamu. Itu burng kamu sebesar apa, sih? Boleh aku lihat juga, kan? Kan kamu sudah lihat dada aku. Jadi biar adil, kita saling melihat."     

Dengan menggoda lelaki itu, ia berharap kalau Usman tergoda padanya. Walau tidak bisa berharap terlalu banyak. Yang penting ia bisa melihat ekspresi lelaki itu. Usman terlihat melongo karena ucapan wanita di depannya. Tentu Farisha senang dan berlari ke kamar mandi dengan membawa handuk.     

Usman juga mengambil handuknya lalu juga ikut keluar. Tapi ia tidak mengikuti Farisha. Ia memutuskan untuk berdiam diri di ruang tamu. Karena tidak ingin melihat Farisha ganti pakaian nantinya, is buru-buru keluar. Rasanya kembali sepi, duduk seorang diri di sofa yang tidak seempuk yang ada di rumah orang tua Farisha di kota. Namun ia bisa sambil tiduran, menanti sang istri selesai mandi.     

'Kenapa kepikiran terus, yang dikatakan oleh tante tadi? Huhh, tante ... kalau kamu istriku yang sebenarnya, aku mau banget mandi bareng. Nanti kalau kamu hamil beneran olehku, bagaimana? Apa iya, aku akan menjadi ayah dari anaknya? Ahh, kenapa aku kepikiran ini, sih?' Usman bangun dari tidurannya. Itu hanyalah sebuah khayalan semata, yang tidak akan mungkin bisa terwujud dalam hidupnya.     

Baik Farisha maupun Usman, sama-sama tidak bisa mendengar isi pikiran dari masing-masing. Tidak mungkin mereka bisa bersatu kalau keduanya masih belum mau mengutarakan di dalam hati masing-masing. Tentu itu sesuatu yang cukup berat. Apalagi bagi Usman yang hanya seorang karyawan rendahan yang kebetulan ditolong oleh wanita itu.     

"Setiap hari hanya akan ada yang tidak mungkin terjadi. Ah, ngomong apa aku ini?" Sambil menyiram rambutnya, ia melirik ke arah bawah. Di sana ada sesuatu yang sudah pernah disentuh oleh pemuda itu.     

Bagaimana rasanya jika memiliki hasrat yang tidak bisa tersalurkan? Hanya bisa melakukan dengan sendirinya sambil membayangkannya. Namun tidak untuk Farisha. Dirinya menyiram kepalanya dengan air dingin yang membuat dirinya merasa semakin dingin.     

Lama Farisha mandinya, sementara Usman sudah digigit banyak nyamuk. Ia memang belum mandi, membuat nyamuk itu suka padanya dan menghisap darahnya. Sudah puluhan kali pemuda itu menepuk dan mengumpulkan nyamuk-nyamuk itu ke meja. Sudah banyak yang ia kumpulkan setelah dibunuh. Entah itu bisa dibikin rempeyek nyamuk atau apa, lelaki itu hanya tidak rela jika harus dihisap darahnya.     

"Hemphh! Mati kau!" pekik Usman sambil menepuk satu nyamuk dengan tangannya. Dan suara tepukannya cukup keras untuk membangunkan orang tidur.     

Lukman terbangun karena suara Usman yang berisikan. Pria paruh baya itu lantas keluar dari kamarnya. Ia melihat Usman sudah duduk di sofa sambil menepuk nyamuk yang datang. Lukman sudah memakai obat nyamuk oles, membuatnya tidak digigit nyamuk terlalu banyak. Karena ia tahu di pantai, nyamuknya lebih ganas dan gigitannya lebih mantap. Membuatnya sudah bersiap-siap. Berbeda dengan Usman yang tidak tahu apapun.     

"Eh, Pak Lukman ... maaf aku sampai membangunkan Bapak. Ini nyamuknya pada main keroyokan. Mana gigitannya sampai bikin bentol-bentol, lagi," keluh Usman yang memperlihatkan bekas gigitan nyamuk di tangannya.     

"Memang nyamuk di sini pada kejam-kejam. Makanya saya selalu bawa obat nyamuk kalau tidur. Kalau kamu tidak mau digigit nyamuk, lebih baik kamu pasang kelambu saja. Apa bawa kelambu atau tidak?"     

Usman tersenyum, tidak tahu apa itu kelambu. Karena ia tidak pernah melihat seperti apa itu kelambu. "Enggak, Pak. Kelambu yang kayak apa bentuknya?" tanyanya kemudian.     

"Kamu tidak tahu kelambu, Mas? Ah, nanti kamu tanya saja sama non Farisha. Kenapa malah tidur di sini? Kalau pengantin baru harusnya tidur bareng di satu kamar, satu ranjang. Apa non Farisha mengusirku, hemm?" tanya Lukman sambil bergumam.     

"Enggak, Pak. Tante lagi mandi. Eh, maksudnya Farisha sedang mandi, Pak. Jadi aku nunggu saja di sini karena mau gantian mandinya," terang Usman. Tapi ia sudah merasa lama menunggu Farisha. Tapi sampai sekarang pun belum terlihat wanita itu keluar dari kamar mandi.     

"Tante? Hahaha ... panggilan sayangnya sungguh lucu. Ada-ada saja, anak muda jaman sekarang. Tapi ya sudahlah ... kalau kamu bilang tante, juga tidak apa-apa. Lagian umur kalian juga berbeda. Kamu umurnya sudah berapa tahun kalau begitu?"     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.