Tante Seksi Itu Istriku

Rumah Pesisir Pantai



Rumah Pesisir Pantai

1"Nah, kita sudah sampai, Non. Ini sesuai yang diharapkan, tempat ini sudah disiapkan oleh ibunya Non Farisha. Jadi seperti inilah tempatnya!" ungkap Lukman yang memberhentikan mobil yang dikendarainya di depan sebuah bangunan sederhana. Namun cukup elegan dan membuat setiap orang akan menyukainya.     
1

Tanpa berkomentar lebih lanjut, Farisha keluar dari mobil. Dan hanya ada rumah itu yang ada di daerah itu. Dengan banyaknya tanaman bunga dan tanaman hiasnya. Tidak heran, tempat itu cukup untuk menjadi tempat yang cukup nyaman untuk berbulan madu. Dengan tidak adanya orang lain, mereka bisa bebas melakukan apa saja. Tampak di depan rumah itu, terdapat satu sepeda motor dan dua sepeda. Itu adalah kendaraan yang sudah disiapkan oleh orang suruhan Azhari. Tentu kejutan seperti itu membuat Farisha sukai.     

"Wahh ... ini cukup bagus," gumam Usman, melihat rumah yang minimalis tapi indah dilihat. "Apa kita akan tinggal di sini beberapa hari?"     

"Iya, Mas. Kalian berdua bisa masuk ke dalam. Ini sudah sore jadi silahkan masuk untuk melihat-lihat. Oh iya ... di belakang rumah, sudah ada tempat yang langsung mengarah ke pantai. Dan jika kalian mau melihat pantai, bisa berjalan sekitar seratus meter ke belakang. Tentunya ini adalah tempat yang masih sepi dan tingkat kejahatan di sini termasuk rendah. Saya sudah pernah ke sini sama ibu Non Farisha."     

"Wah, jadi Bapak sudah tahu duluan. Ya memang juga sih! Tidak mungkin kalau Pak Lukman tidak tahu, orang Bapak yang selalu antar ibu ke manapun pergi, kan?" ujar Farisha.     

Sudah pasti sebagai seorang sopir, Lukman akan tahu ke mana saja Azhari pergi. Kadang mereka berdua menginap di luar kota untuk melakukan bisnis. Dan salah satunya adalah tempat yang mereka datangi hari ini.     

"Iya, Non ... aku jelas tahu ke mana saja Bu Azhari pergi. Asalkan itu bersama denganku. Pasti aku akan mengetahuinya. Dan kami menemukan tempat ini dulunya karena ibunya Non Farisha ingin berlibur. Saat itu kami berada di hotel yang tidak jauh dari sini. Ada orang yang menyarankan untuk datang ke pantai di belakang rumah ini. Karena pantai itu cukup indah, maka ibunya Non Farisha memutuskan untuk membeli tanah di sini dan membangun sebuah rumah kecil."     

Farisha dan Usman mendengarkan apa yang dijelaskan oleh Lukman dengan detail. Penjelasan itu cukup membuat mereka tertarik. Saat menjelaskan itu, Lukman, Farisha dan Usman juga mengambil barang-barang di mobil. Hari sudah menjelang sore, rasa lelah Lukman tidak membuat semangatnya reda. Apalagi ia mengingat pantai itu cukup indah jika dipandang.     

"Oh iya, ombak pantainya juga tidak terlalu besar. Jadi aman kalau mau berenang dan jelas pemandangannya juga cukup bagus. Pasti kalian akan betah," terang Lukman, membawa koper milik Farisha.     

Farisha dan Usman mengikuti Lukman dari belakang. Saat mereka tiba, ada seorang wanita paruh baya keluar dari rumah. Ia merupakan seorang warga yang bekerja untuk membersihkan rumah setiap seminggu dua kali. Hari ini tahu akan ada pengantin baru yang datang. Membuat dirinya harus menyambut mereka.     

"Selamat datang di Ibu Farisha dan Pak Usman," ungkap wanita paruh baya, menyambut kedatangan mereka. Wanita itu melihat penampilan Farisha yang cukup menarik. Tapi melihat Usman, ia hanya menghela nafasnya. Sementara ia tahu sopir yang mengantar mereka. Jadi ia tidak perlu memperhatikan pria paruh baya itu.     

"Eh, ini adalah Ibu Kasmiyah ... beliau ini yang akan mengurus rumah ini. Terserah kalian mau ibu Kasmiyah datang setiap hari atau beberapa kali seminggu," kata Lukman, memperkenalkan wanita paruh baya itu kepada Farisha dan juga Usman.     

Ditatapnya wanita paruh baya yang memiliki kulit sawo matang dan rambut agak keriting dan berperawakan kurus. Terlihat urat di sekitar punggung tangannya saat mengulurkan tangan. Farisha menyambut tangan kasar itu dengan lembut. Tentu walau mereka sama-sama wanita, tangan Farisha lebih lembut karena pekerjaannya. Juga ditambah dengan perawatan yang ia lakukan.     

"Saya Kasmiyah ... bisa panggil bu Kasmi atau bu Asmi. Kalau ada keperluan apa-apa, bisa hubungi saya. Karena rumahku tidak jauh dari sini. Seratus meter dari rumah ini. Dan semoga kalian betah di sini."     

"Halo Bu Kasmiyah. Namaku Farisha. Terima kasih atas semuanya. Kalau begitu, mohon bantuannya, yah! Kami akan sangat terbantu dengan adanya Bu Kasmiyah ini. Oh iya, ini suamiku, namanya Usman." Farisha pun menengok ke arah Usman. Melepaskan tangannya dari wanita paruh baya itu.     

"Aku Usman, Bu," ungkap Usman, mengulurkan tangannya pada wanita paruh baya itu. Ia juga menundukkan kepalanya dengan sopan. Walau ia dipandang dengan tatapan tidak suka, memang ia juga merasa tidak perlu disukai. Dari dulu jarang ada yang suka dengannya.     

Wanita paruh baya itu mengulurkan tangannya dengan malas sambil berseloroh, "Oh, Mas Usman ... kalau begitu selamat untuk kamu. Dan karena sudah datang, saya juga mau pamit untuk memasak di rumah. Di dalam sudah aku masakin. Selamat sore semuanya."     

Karena tidak ada urusan lagi, tanpa basa-basi wanita paruh baya segera meninggalkan rumah itu. Ia terlihat terburu-buru meninggalkan rumah yang akan ditempati oleh Farisha dan Usman nantinya.     

"Kalau begitu, mari kita masuk ke dalam. Di dalam ada dua kamar. Jadi silahkan mau ke kamar yang mana. Dan kamar mandinya hanya ada satu. Jadi kalau mau mandi duluan, silahkan. Saya ingin melihat-lihat pantai ke belakang dulu, hehehe," kekeh Lukman. "Eh, aku antar ini dulu ke kamar, yah!"     

"Iya nggak apa-apa, Pak. Lagian kalau Bapak sudah ingin ke pantai duluan, silahkan saja. Mungkin Bapak sudah rindu dengan tempat ini. Ini taruh saja di sini. Dan aku membawa sendiri. Kalau Usman mau ikut sama pak Lukman, juga silahkan saja!" pungkas Farisha.     

"Aku juga nanti saja lah. Maaf Pak. Aku juga mau mandi. Jadi Bapak bisa sendiri, kan? Hehehe," kekeh Usman. "Biarkan aku saja yang membawa kopernya," pungkas Usman. Menerima koper itu dan segera membawanya ke salah satu kamar. Ia melihat kamar yang terlihat pertama kali dan membuka pintunya.     

Farisha mengikuti suaminya menuju ke kamar pertama. Dilihatnya oleh mereka, kamar yang seluas enam kali delapan meter. Kamar itu cukup luas untuk ukuran kamar di pesisir. Apalagi itu adalah daerah pedesaan yang tidak maju pembangunannya. Tapi transportasi lancar dengan jalanan yang menuju tempat itu harus melewati jalan bergelombang.     

"Kita akan tidur di sini, Man? Wah, ini kayaknya nyaman juga, yah. Kalau gitu, kamu yang mau mandi duluan atau aku? Apa mau mandinya barengan?" goda Farisha. Ia mendekat ke arah pemuda yang membelakangi dirinya.     

"Emmm ... Tante duluan saja, deh. Biar aku yang akan bereskan ini, yah! Kurasa ini memang bagus kamarnya. Kayaknya kita akan berlibur berapa hari, Tante?"     

"Yah, kalau aku sudah hamil, Man. Jadi kamu santai saja, yah. Nggak perlu terburu-buru. Tapi kalau aku tiga minggu sudah hamil, ya kita pulang ke kota."     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.