Tante Seksi Itu Istriku

Memesan Sate



Memesan Sate

3Jalanan yang padat, tidak membuat Lukman, sopir yang mengantar Farisha dan Usman menuju ke sebuah tempat yang sudah disiapkan oleh Azhari. Sebenarnya tempat yang mereka tuju kali ini sudah lama Azhari siapkan untuk Farisha, ketika berbulan madu bersama suaminya. Dan sekarang barulah tempat itu akan menjadi sebuah hadiah bagi kedua pengantin baru tersebut.      1

"Kita mau makan ke mana, Non?" tanya pria yang mengemudi mobil putih itu. Sekarang mereka berada di tempat yang banyak orang berjualan makanan. Hanya saja mereka harus memilih ke mana yang dikira cocok.     

"Ke mana sajalah, Pak. Yang penting bisa makan dengan kenyang dan makannya juga enak. Oh, kamu mau makan apa, Usman Sayang?" tanya Farisha kepada suaminya dengan panggilan mesra itu.     

Usman tidak pernah mendapat panggilan itu sebelumnya. Membuatnya merasa aneh. Apalagi panggilan itu pun membuatnya bergetar hebat. Bagaimana tidak, ia adalah seorang pemuda desa yang mengharapkan bisa mengubah hidupnya. Mencari pengalaman bekerja dan hidupnya juga merupakan sebuah hal yang ajaib. Bagaimana tidak, ia sekarang sedang berada di dunia yang tidak pernah ia impikan sebelumnya.     

"Eh, eee ... eeemm ... anu, Tan ... eh Farisha Sayang. Aku mau makan apa saja. Yang penting ada kamu yang menemani." Walau ia merasa gugup, ia harus mengerti keadaan. Pasti itu hanyalah kode dari Farisha agar tidak ketahuan kalau mereka hanya pura-pura saja.     

Sebagai seorang bawahan yang dituntut untuk profesional kerja, Usman harus belajar kode-kode dari Farisha. Seperti saat ini yang di depan sang sopir. Ia harus menunjukan kemesraan itu. Bahkan ia membelai rambut sang istri untuk lebih meyakinkan. Ia berharap dengan totalitasnya, ia tidak akan dimarahi. Tentu ia tidak mau mengambil kesempatan dalam kesempitan. Tapi ini masih dalam batas wajar.     

"Kalau begitu, aku juga terserah saja, lah. Pak, hemm ..." gumam Farisha yang melihat-lihat sekeliling. Ia melihat ada banyak penjual makanan di sepanjang jalan. Tapi yang membuat dirinya tergoda adalah bau sate yang berada di samping jalan. Ia lalu kembali berkata, "Kita makan sate, kayaknya enak yah! Kamu mau sate nggak, Sayang?" Ia menengok ke arah Usman untuk memberikan pendapat.     

"Iya sudah, makan sate saja. Kayaknya makan sate enak nih, hehehe," kekeh Usman. Sudah pasti ia akan menikmati sate hari ini. Karena perutnya tiba-tiba merasa lapar, apapun akan masuk ke dalam perutnya.     

Lukman memberhentikan mobil ke tempat parkir yang hanya bisa muat untuk beberapa kendaraan. Sebuah ruko yang kosong dan di depannya digunakan untuk berjualan oleh para pedagang yang membawa gerobak. Saat ada mobil putih parkir di sana, banyak orang yang melihat ke arah mobil itu. Karena jarang ada kendaraan besar yang perkir di sana.     

"Kita parkir di sini kayaknya nggak apa-apa, yah! Silahkan Non Farisha sama Mas Usman makan! Bapak sudah kenyang dan nggak usah bawa untukku!" Sering ia mendapat makanan saat Azhari dan Farisha antar ke tempat-tempat yang mereka inginkan. Hal itu sudah biasa bagi mereka. Walau kadang Farisha lebih bersikap dingin. Berbeda dengan sekarang yang lebih riang setelah menikah. Beruntung sekali karena ia merasa lelaki itu yang bisa mengubah sikap Farisha.     

"Iya, Bapak tenang saja, yah. Ayo kita makan duluan, Usman Sayang. Kita keluar lewat pintu di sampingmu!" ujar Farisha.     

Mendengar Farisha yang riang begitu, membuat sang sopir hanya senyum-senyum sendiri. Teringat dengan dirinya yang baru menikah dulu juga seperti itu. Hanya saja itu sudah lama dan tidak mungkin akan terulang lagi.     

Saat Farisha dan Usman keluar, bukan hanya tercium bau sate. Tapi juga berbagai makanan seperti gorengan, martabak, baso, mie ayam dan juga ada onde-onde mini juga ayam krispi. Sebenarnya masih banyak lagi. Tapi karena niat awal mau makan sate, Farisha mendatangi gerobak sate yang ia tuju. Tentu mereka berdua menjadi pusat perhatian para pedagang kecil dan ada orang lewat pun hanya bisa melihat keduanya turun dari mobil.     

"Tante, kenapa mereka pada liatin kita?" tanya Usman kepada Farisha. Ia merasa malu karena menjadi pusat perhatian. Tidak tahu apa yang salah dengan dirinya. Tapi ia yakin ia tidak bersalah karena tidap merasa pernah menyinggung mereka.     

"Biarkan saja, Man. Kita mau makan saja kok harus peduli dengan perkataan orang lain? Juga, kamu ini mengapa masih panggil aku Tante? Hehh, tapi ya sudahlah ... biarpun tante-tante, aku tetap cantik, bukan?" pujinya pada diri sendiri.     

Usman hanya menganggukkan kepala untuk menjawab. Saat berada di depan tukang sate, mereka pun melihat ada beberapa orang yang juga sedang menunggu di belakang. Rupanya ada juga pasangan muda-mudi yang menanti hidangan makan mereka. Dengan romantisnya, mereka saling menyuapi jajanan ciki yang mereka bawa.     

"Silahkan, Mbak, Mas. Mau beli sate? Saya hanya penjual sate dan tidak menjual yang lain. Tapi dijamin kalau makan sate ini, akan menambah stamina. Apalagi kalau masnya makan sate kambing ini." Pria paruh baya dengan penampilan rapih, memakai baju batik coklat. Berkumis tipis dan memiliki badan yang pendek. Dengan memakai sebuah songkok di kepalanya.     

"Eh, iya Pak. Tapi ada nasinya juga, kan? Kami belum makan soalnya, hehehe," kekeh Farisha.     

"Maaf, Mbak. Tapi kami hanya menjual sate saja. Ada sate ayam, kambing dan sapi. Kami tidak menjual sate babi atau condol. Karena kami penjual yang jujur adil dan makmur." Pria paruh baya itu melirik ke arah Farisha dan Usman bergantian. Apalagi ia memakai kacamata bening untuk menutupi mata untuk menghalau asap yang mengepul.     

"Iyalah ... Pak. Kita juga mau belinya sate kambing. Biar suami aku ini kuat malam ini, hehehe," kekeh Farisha dengan senyuman yang memperlihatkan gigi putihnya.     

"Oh, kalian suami-istri, toh? Hahaha! Kebetulan kalau begitu. Jadi kalau masuk mungkin akan langsung goyang semalam dan akan langsung jadi. Emm, ini mau sate kambing yang banyak atau berapa? Oh, iya ... kalau mau nasi, di samping ada penjual nasi bersama ayam krispi. Dan kalau perlu, beli kentaki sekalian. Promosi dagangan temen, nggak apa-apa, lah, hahaha!"     

"Iya sudah, Pak. Kami pesan lima puluh tusuk saja, yah. Yang lima belas tusuk, dibungkus saja." Setelah mengatakan itu, ia melihat ke belakang dan memang ada penjual ayam krispi sedang menggoreng ayam itu.     

"Silahkan, Mbak, Mas. Kalau gitu, pesanan akan segera disiapkan. Bisa pacaran dulu di sana!" pungkas pria penjual sate yang suka bercanda.     

"Eh, kamu yang beli ayam krispinya, yah! Kamu beli dua atau empat. Dan nasinya juga, aku satu saja. Kamu kalau nggak kenyang satu, dua juga nggak apa-apa. Ini uangnya." Farisha mengulurkan uang kepada Usman.     

"Enggak perlu, Tante. Ini pakai uangku saja. Tante mau ysbg mana? Mau paha atau yang dada?" tanya Usman. Ia kali ini yang akan mentraktir walau hanya tidak seberapa. Yang penting keinginannya untuk mentraktir Farisha akan terpenuhi. Walau itu juga uang dari wanita di depannya.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.