Tante Seksi Itu Istriku

Memanfaatkan Usman



Memanfaatkan Usman

0Hari ini Farisha sangat kesal kepada Benny. Ia tidak habis pikir atas sikap orang tua yang tidak dia anggap. Melihat Usman yang sedang meringis kesakitan itu juga merasa kasihan. Sekarang Usman sedang duduk di jok mobil dengan luka bekas sabetan dari sabuk Benny.     2

"Kamu sabar, Man. Kita periksa kamu ke dokter biar diobati di sana!" ujar Farisha. Saat ini sedang menyetir mobilnya menuju ke klinik atau puskesmas terdekat.     

"Nggak usah, Tante ... hhhheeehhh ... gini saja, kita ke swalayan saja. Nanti biar aku olesin pakai odol. Ihh, perih banget loh, ini." Usman bahkan tidak berani menyandarkan punggungnya ke jok. Ia duduk dengan badannya yang dicondongkan ke depan, menyentuh dasbor mobil.     

"Beneran nggak usah? Aku hari ini juga ada janji sama teman. Jadi hari ini kamu jangan kasih buka pintu swalayan, yah! Besok juga, entah ibu mau berikan kita hadiah liburan atau tidak. Kamu sudah pernah ke pantai, kan?" tanya Farisha. Walau tidak yakin, ia merasa mungkin Usman tidak pernah ke sana.     

"Nggak pernah ... setiap hari aku harus jualan ke terminal. Kalau nggak sakit parah, aku bekerja setiap hari. Aku bisa sampai ke sini juga baru pertama kali. Aku naik beberapa bus untuk berjualan," kata Usman dengan jujur.     

Farisha mengangguk lalu melanjutkan mengemudikan kendaraannya. Sepanjang jalan mendengar lelaki di sebelahnya menggerutu kesakitan. Sudah pasti sakit karena sabetan sabuk itu juga pasti akan membekas di punggung Usman. Setelah sampai di depan swalayan, Farisha dan Usman keluar dari mobilnya. Mereka pun segera masuk ke dalam.     

"Kalau begitu, biar pakai odol yang di sini saja, yah. Kamu buka dulu bajumu, duduk di kursi, biar aku ambilkan odol dulu!" ujar Farisha. Lalu ia mencari keberadaan pasta gigi dan sabun berada. Karena letaknya yang berdekatan, membuat ia cepat menemukannya. Ia melihat penataan barang yang dilakukan Usman juga rapih. Hanya ada beberapa barang yang belum ditata karena waktu yang tidak memungkinkan saat itu.     

Setelah mengambil pasta gigi, ia kembali ke Usman yang sudah melepaskan pakaian atasnya, kemeja yang diberikan oleh Farisha. Setelah itu, Farisha membantu mengoleskan odol ke punggung Usman dengan pelan-pelan.     

"Auhh, sakit, Tante ... ihh," ringis Usman ketika ia mendapat pengobatan dari Farisha. Tapi setelah itu ia merasa dingin. "Hemm ... kan jadi adem. Ikh, sakit lagi." Karena ada bagian lain yang baru diolesi pasta gigi, jadinya merasa sakit di tempat lain juga.     

Luka Usman yang menggaris berwarna merah. Tercetak seperti sabuk yang memanjang. Kalau Farisha sudah sering mengalami apa yang disebut oleh Usman. Maka Farisha langsung mengobati dengan obat yang bisa membuat lukanya tidak membekas. Dengan obat yang sudah menjadi langganannya ketika terkena pukulan Benny. Walaupun di rumah masih ada obatnya, mereka keluar rumah begitu saja tanpa membawa obat itu. Tapi sekarang hanya pasta gigi yang digunakan untuk mengurangi rasa sakit Usman.     

"Sudah selesai, kamu istirahat saja. Nanti aku yang beli makanan, yah! Kamu nggak perlu masak hari ini, Man. Beli saja ke warung. Nanti sore kalau mau makan, kamu membeli saja di warung." Ia lalu keluar dari swalayan.     

Farisha sudah menyadari kalau setiap ia berada di swalayan, akan ada orang yang datang untuk mencarinya. Tapi wanita itu dibuat bingung karena kedatangan seorang itu bukan untuk mencarinya.     

"Hei, Farisha. Apakah anak itu ada di dalam? Kenapa malah kamu yang keluar? Kalau begitu, kamu mau ke mana, silahkan. Aku mau mencari si Bro itu." Bram dengan santainya mengabaikan sang pujaan hatinya. Bukan ia tidak ingin, ia sudah tahu apa jawabannya nanti. Maka satu-satunya cara adalah bersahabat dengan Usman. Itu akan bisa melancarkan rencana untuk bisa diterima oleh Farisha.     

"Eh, tumben kamu mencari Usman? Dia lagi di dalam karena sakit. Kamu jangan ikutin aku!" Farisha melewati pria itu begitu saja. Tapi ia merasa heran karena tidak ada gerakan untuk mencegahnya atau apa dari lelaki itu.     

"Oh, okelah, Farisha ... aku juga tidak mau mengganggu kamu. Lagian aku harus bertemu dengan si Bro itu. Sampai jumpa lagi, Farisha." Bram menjauhi Farisha kali ini. Ia sudah merencanakan ini sebelumnya. Ingin melihat bagaimana reaksi Farisha ketika melihatnya tidak perduli dengan wanita yang disukainya.     

Bram masuk ke dalam swalayan yang pintunya tidak dikunci. Di dalam ia melihat Usman yang tidak memakai pakaian atas. Membuatnya kaget karena juga melihat punggung Usman yang sudah diolesi pasta gigi.     

"Kamu kenapa, Bro? Badanmu kok seperti ini? Apa Farisha memukul kamu karena mengintip dia mandi, hahaha!" Bram malah tertawa setelah melihat keadaan Usman yang seperti itu. Tapi ia juga merasa kasihan, menggelengkan kepala sambil berdecak.     

"Ini, Bro ... mungkin ayahnya tante Farisha tidak menyukaiku. Jadinya dia memukulku dengan sabuk. Yah, aku sadar diri, aku sebagai orang desa yang tidak bisa apa-apa," jawab Usman dengan raut muka bersedih.     

"Oh, ckckck. Kasihan sekali kamu, Bro. Baiklah ... berarti ini sudah menjadi nasibmu. Jadi kamu harus sabar dan kamu harus kuat-kuat memghadapi orang tua dari Farisha. Hemm ... apa mertua kamu galak banget sama kamu?" Untuk berjaga-jaga jika nanti ia menjadi menantu dari orang tua Farisha, Bram harus menyelidiki terlebih dahulu keadaan saat ini.     

"Yah, kalau ayahnya tante Farisha, orangnya galak banget. Bahkan tante Farisha dan ibunya juga dipukul oleh orang itu. Tapi ibunya tante Farisha cukup baik menurutku. Beliau sudah banyak membantu kami."     

Bram juga merasa seperti itu, setelah bertemu dengan Azhari, Bram merasa kalau dia orang yang memiliki sisi lembut dan tutur katanya yang sangat bagus. Walau ia tidak pernah bertemu dengan Bram sebelumnya, ia bisa membayangkan bagaimana perlakuannya. Ketika ia melihat punggung Usman yang seperti itu.     

"Ya sudahlah, Bro. Kamu yang sabar saja selama menjadi suami pura-pura dari Farisha. Kalau kamu sempat lihat dia mandi juga nggak apa-apa. Itu bonus buat kamu, hehehe. Yang penting kamu jaga dia. Jangan sampai ada yang sentuh tubuhnya, oke?" Bram percaya kalau Farisha tidak akan menyukai Usman. Ia rela jika Usman yang melakukan apapun dengan Farisha. Karena ia merasa pemuda itu memang bukan saingan cintanya. Tentu selera untuk menjadi saingannya, paling tidak harus tampan, tinggi dan kaya. Dan Usman tidak ada satupun yang masuk ke dalam kriteria itu.     

"Iya sudah ... mungkin ini memang nasibku. Tapi aku tidak apa-apa, kalau pada akhirnya aku disuruh bercerai, mungkin aku harus bercerai dengan tante Farisha. Yah, aku akan menerima dengan lapang dada."     

"Jangan dulu, lah! Aku saja belum bisa mendapatkan hatinya Farisha. Jika aku bisa mendapatkan hati Farisha, kamu bisa bercerai dengannya secara baik-baik dan pada akhirnya Farisha akan menjadi milikku, hahaha!" tawa Bram.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.