Tante Seksi Itu Istriku

Membelikan Makanan



Membelikan Makanan

0Farisha mendatangi warung makan yang tidak terlalu jauh dari swalayan miliknya. Ia melihat ada seorang wanita paruh baya yang melayani pembeli yang berdatangan. Ia diam dahulu untuk melihat-lihat apa yang ingin ia beli.     
2

"Mangga, Neng. Mau makan apa dibungkus?" tanya wanita itu dengan ramah tapi tanpa basa-basi. Ia menatap Farisha dengan sebuah senyuman.     

"Bungkus, Bu. Pakai nasi, dua." Lalu ia melihat ibu itu mengambil kertas nasi dan mengisi dengan nasi. Kemudian Farisha menambahkan, "Sayurnya pakai sayur oreg dan kacang. Terus telor sama ayam bumbu. Keduanya disamain saja, Bu. Tapi nanti yang satunya, nasinya setengah saja!"     

"Siap, Neng. Eh, Neng yang biasanya anak muda yang datang ke sini. Apa dia juga sudah berhenti bekerja? Soalnya kok, sering banget gonta-ganti karyawan?" tanya wanita paruh baya itu. Ia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tapi curhatan dari karyawan sebelumnya, mereka meninggalkan swalayan karena Farisha yang kedapatan menyukai sesama jenis.     

Wanita itu juga tidak percaya kalau tidak melihatnya. Tapi memang Farisha terlihat tidak pernah bersama dengan seorang lelaki manapun. Wanita paruh baya itu juga sudah sering melihat beberapa kali seorang pria tampan yang katanya suka kepada Farisha tapi tidak ditanggapi oleh wanita itu.     

"Anu, Bu. Mungkin sudah menemukan kerjaan lain yang lebih cocok. Atau juga sudah bekerja sendiri. Kalau saya sendiri sih tidak ada masalah. Yah, namanya anak-anak muda, mungkin merasa tidak cocok bekerja sama saya." Selama berbulan-bulan Farisha tidak pernah datang lagi ke tempat-tempat sekitar atau hanya sekedar menyapa orang. Hari ini adalah pengalaman yang kurang mengenakan untuk Farisha karena merasa tersindir oleh wanita di depannya.     

Sebagai orang memiliki tetangga yang suka menyindir dan suka ngomongin orang di belakang atau di depan langsung, membuat mental Farisha harus siap dan harus kuat. Ia akan menghadapi sesuatu yang lain di lain waktu. Bukan tidak mungkin dirinya akan menjadi bahan cibiran lagi. Tapi memang ini lah kenyataan hidupnya. Sebenarnya Farisha bisa saja meminta modal kepada Azhari untuk membuatkan supermarket yang lebih besar. Atau membuat mall atau sesuatu yang lebih besar. Tapi swalayan miliknya adalah hasil kerja dia sendiri. Jadi ia bukan hasil meminta-minta pada sang ibu.     

Walaupun swalayan itu adalah hasil kerjanya sendiri, ia juga tidak akan melupakan peran orang tuanya. Yang telah membiayai pendidikannya, sampai membiayai hidupnya. Tapi saat selesai sekolah menengah, ia juga mulai sadar bisnis dan mulai menyisihkan uangnya untuk mulai usaha sendiri. Bahkan untuk kuliah, ia menggunakan uang hasil jualannya dengan lewat online.     

Dari strategi online sampai berkeliling untuk biaya hidupnya yang berada di luar kota. Dan saat ia kembali setelah selesai kuliah. Ia pun memutuskan untuk membangun sebuah kios kecil. Hingga kios itu berubah menjadi swalayan. Di saat itulah hidupnya mulai berubah. Ia berhubungan dengan seorang wanita yang memiliki kesamaan dengannya. Seorang wanita yang juga membenci lelaki manapun di dunia. Hingga mereka mulai menyimpang dari kehidupannya yang normal. Keduanya menjalani jalinan asmara sesama jenis. Hingga karyawan Farisha silih berganti karena mereka keluar setelah mengetahui kepribadian Farisha.     

Farisha melihat wanita yang sedang membungkus makanan. Setelah selesai dibungkus, Farisha lalu berkata, "Bu, gorengannya lima ribu, yah!" Karena ia ingin makan gorengan. Dirinya sangat lapar karena belum sempat makan di rumah.     

"Oh, iya, Neng." Wanita itupun memasukan gorengan ke dalam kantong kresek. Lalu menyerahkan makanan itu kepada Farisha. "Ini, Neng. Semua menjadi tiga puluh dua ribu," pungkasnya sambil menyerahkan pesanan Farisha.     

"Oh, terikat kasih, Bu. Ini uangnya nggak usah dikembalikan!" pungkas Farisha. Setelah menerima makanan dengan menukarnya dengan uang seratus ribu, Farisha meninggalkan warung nasi.     

Farisha tidak perduli dengan ocehan wanita yang ingin mengembalikan uangnya yang lebih. Entahlah, yang pasti Farisha sudah tidak mau membahas lagi lebih jauh. Ia benar-benar merasa tidak enak. Merasa pikirannya kalut dengan sindiran atau bahkan cibiran tetangga yang mengatainya. Walau tidak semua tetangga seperti itu.     

Sekembalinya dari warung makan, Farisha meletakan makanan ke meja. Ia melihat Bram yang sedang berbincang dengan Usman. Ia juga kesal dengan lelaki yang bernama Bram itu. Ia sangka akan menggangu lagi. Tapi saat melihatnya, pemuda itu tetap dingin, tidak seperti biasanya yang suka menggoda. Tapi ia kangen juga dengan rayuan dari Bram. Walau ia kesal tapi cukup untuk menghibur hatinya yang sedang tidak baik.     

"Kamu hanya beli dua bungkus makanan? Lah, apa nggak ada buatku, hemm?" Bram mulai tersenyum menghadap Farisha. Ia memegang tangan wanita yang ia sukai. "Apa kita akan makan ini berdua?"     

"Apaan, sih? Ini kamu beli sendiri, lah! Aku mana tahu kamu juga mau. Itu, ibu yang jualan masih di sana, jualan masih banyak. Kalau nggak ada yang beli, nanti makannya numpuk!" ketus Farisha.     

"Ohh, ya sudah kalau begitu. Aku juga mau sekalian pamitan. Karena hari ini aku juga sibuk dengan usahaku yang belum beres itu. Huftt! Aku butuh orang untuk membantuku. Kalau boleh, sebenarnya aku mau rekrut Usman. Aku bisa membayarnya dua kali lipat dari kerja yang di sini."     

"Hei, apa kamu lupa, dia sudah menjadi suami aku. Bagaimana kamu bisa mengambilnya? Awas kalau kamu macam-macam lagi! Ayo, lebih baik kamu keluar dari sini! Aku tidak mau melihat orang seperti kamu lagi di swalayan milikku!" tegas Farisha.     

"Iya-iya ... aku hari ini tidak mau menggoda kamu lagi, baiklah. Tapi asal kamu tahu, aku akan menunggu kamu. Aku akan menunggu kamu untuk menerima aku sebagai orang yang kamu cinta. Aku juga tidak perduli kamu sudah menikah atau tidak. Tapi kalau kamu sudah memutuskan untuk menerimaku, kamu segera mungkin ceraikan suami pura-pura ini dan menikah denganku!" pungkas Bram. Ia lalu meninggalkan tempat itu, keluar dari pintu.     

'Kenapa aku merasa sakit, yah? Padahal memang aku suami yang atas dasar pura-pura. Tapi mengapa aku harus sakit? Ya Tuhan ... aku harap ini akan berjalan lebih lama. Aku tidak ingin berpisah dengan tante Farisha.' Usman yang hanya bisa memendam semua itu di dalam hatinya. Tidak bisa ia katakan sebuah kebenaran. Ia sakit dan ingin menjadi seorang yang spesial untuk Farisha.     

"Kamu kok bengong gitu, Usman? Ayo kamu makan dulu, lah! Punggung kamu sudah mendingan, kan? Cepat makan karena aku mau pergi siang ini. Setengah jam lagi aku akan pergi."     

"Iya, Tante. Aku makan." Usman bingung mau makan yang mana. Ia mengambil keduanya yang satu lebih berisi sedikit. Sementara yang satu berisi lebih banyak. Maka ia mengambil yang lebih sedikit.     

"Eits! Kamu makan yang bungkusnya gede! Aku juga mau makan di luar. Jadi nggak perlu makan banyak-banyak. Kamu istirahat saja hari ini. Nggak dibereskan juga nggak apa-apa. Ini juga kelihatannya cukup bersih, Man."     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.