Tante Seksi Itu Istriku

Titik Lemah Benny



Titik Lemah Benny

0Dalam acara pernikahan Usman dan Farisha, memang hanya ada Bram yang datang. Itupun karena dia yang meminta bantuan Usman untuk mencari tahu di mana acara itu berlangsung. Usman hanya mengetahui nama hotelnya saja, saat ia mengatakan itu, Bram langsung tahu. Jelas itu bukan tamu undangan yang diundang. Hanya orang tidak tahu diri, datang tanpa diundang.      0

"Aku lapar, Bu. Ibu belum makan juga atau baru bangun? Masa ibu baru bangun jam segini? Semalam memangnya kenapa?" tanya Farisha, menatap ibunya.     

"Ekhem!" dehem seorang pria yang terdengar dari kejauhan. "Kalian ini benar-benar tidak tahu diri! Menikah seenak kalian sendiri tanpa adanya ayah!" hardik Benny yang baru datang langsung emosi.     

"Brak!" Farisha menggebrak meja makan. Ia tidak terima pria yang bahkan tidak hadir dalam pernikahan anaknya. Memang tidak semua lelaki jahat. Tapi Benny tetap akan menjadi seorang yang jahat. Farisha tidak akan mau mengakui kalau dirinya memiliki ayah seorang psikopat yang kejam.     

"Beraninya kamu menggebrak meja di depan ayahmu? Oh, aku lupa, kamu kan bukan putriku! Untuk apa aku dianggap sebagai ayahmu? Bahkan kamu tidak meminta persetujuan padaku atas pernikahan kalian!" Seperti itulah sikap Benny yang selalu menyiksa istri dan anaknya sendiri.     

"Brengsek! Ayo, Usman, kita pergi saja dari rumah ini! Orang kalau sudah menumpang hidup, belagu, tidak mungkin bisa diajak bicara baik-baik. Akan selamanya menjadi orang yang ingin hidup enak tapi tidak mau bekerja!" umpat Farisha, bangkit dari tempat duduknya.     

Pandangan mata Farisha menderu. Nyalang ke arah pria yang tidak berperasaan itu. Ingin rasanya Farisha membuat Benny mempertanggungjawabkan perbuatannya. Tapi sampai saat ini pun memang masih terlihat kekejaman Benny.     

"Dasar anak tidak tahu diri! Mau ke mana, kamu!" bentak Benny. Pria paruh baya itu berkacak pinggang di depan Farisha yang hendak pergi. "Duduk!" perintahnya menunjuk ke kursi.     

Namun Farisha tidak mau melakukan apa yang diperintahkan oleh Benny. Ia menabrakkan dirinya ke pria paruh baya itu. Ia sudah emosi tinggi hanya karena melihat wajah sang ayah yang ia tidak akui seumur hidupnya.     

Azhari hanya diam tanpa ikut campur urusan ayah dan anak itu. Sementara Usman sendiri juga tidak ingin menimbulkan masalah ke depannya. Ia hanya bisa menunduk dan siap-siap menahan, kalau-kalau Benny akan memukul istrinya. Ia berjalan di belakang Farisha saat Benny melepaskan sabuknya.     

"Yah! Kamu kenapa main kasar terus? Itu sabuk untuk apaan? Jangan suka nyakitin Farisha, Yah!" cegat Azhari, memegang tangan suaminya. Wanita paruh baya itu tidak ingin lagi ada pertengkaran di antara mereka. Tapi sekarang ia tidak bisa berbuat apapun. Satu sisi, ia harus menurut apa kata suami. Tapi di sisi lain, ia juga tidak rela kalau anak yang ia kandung, disakiti oleh ayahnya sendiri.     

"Diam, kamu! Dasar wanita yang selalu menyusahkan!" hardik Benny kepada Azhari. Ia menghempaskan tangan Istrinya lalu mendorongnya ke lantai. "Jangan sampai aku pukul kamu, Azhari!" tunjuk Benny dengan senyum menyeringai.     

Sheett! Satu sabetan keras mengenai punggung Usman yang melindungi Farisha. Lelaki itu hampir terjatuh ketika sabuk yang terbuat dari kulit itu mengenai tubuhnya yang lemah. Limbung dan hampir terjatuh, inilah keadaan Usman sekarang.     

Farisha menengok ke belakang setelah mendengar sabetan sabuk yang mengenai punggung suaminya. "Usman!" teriaknya sambil mencoba membantu pemuda itu berdiri. "Memang orang sudah tidak tahu diri, sudah menumpang, nggak tahu siapa dirinya sendiri," sindir Farisha.     

"Hehh, kalian semua hanya sampah! Anak, istri dan menantu. Eh, saya tidak menyetujui dia sebagai menantuku! Kalian berdua harus cerai!" sarkas Benny. Ia kembali menghentakkan sabuknya.     

Usman kembali menahan serangan Benny agar hanya dia yang terkena sabetan dari Benny. Pada akhirnya pemuda itu pun terjatuh. Sementara Benny hanya tersenyum melihat betapa lemahnya pemuda yang terjatuh di hadapannya.     

"Brengsek! Kamu bukan manusia! Kamu binatang, Benny!" kecam Farisha. "Usman ... ayo kita pergi saja dari sini," lirihnya sambil memapah suaminya.     

"Sampai kapanpun saya tidak akan menyetujui pernikahan kalian! Akan ku pastikan kalian segera bercerai. Karena dia hanya anak orang miskin yang pernah ada!" tunjuk Benny. Masih saja ia ingin kembali menyakiti orang. Tapi tangan lembut sang istri mencegahnya.     

"Jangan kamu menjadi seperti ini, Mas! Apa kamu tidak akan pernah sadar kalau yang kamu lakukan itu salah, hah? Seharusnya sebagai seorang ayah, kamu melindungi anak perempuan kita. Tapi mengapa kamu selalu memukulinya? Kalau mau pukul, pukul aku saja, Mas!"     

Benny sangat geram kepada istrinya. Tapi ia sudah terlalu lelah pagi ini. Karena itu, ia tidak ingin memukul istrinya kembali dan memutuskan untuk duduk di kursi untuk mengambil makan. Selain tidak bertenaga, ia juga sudah sangat lapar, setelah pertempuran semalam dengan Azhari. Ia juga tidak menyangka bakalan menggauli istrinya lagi setelah bertahun-tahun tidak pernah menyentuhnya.     

Semakin tua seseorang, maka tenaga akan semakin lemah dan akhirnya tidak bisa apa-apa. Saat ini, usia Benny juga tidak muda lagi. Ia juga merasa tubuhnya sangat lemah dan tidak ingin bersenang-senang dengan para wanita muda di luaran sana. Karena vitalitas yang menurun itu, ia tidak bisa memuaskan wanita simpanannya yang berusia lebih muda dari anak perempuannya.     

"Kamu makan saja dulu, Mas. Kamu sudah tua dan sudah seharusnya menyerahkan urusan mereka sendiri. Farisha bukan lagi anak-anak yang harus kamu kekang. Dia tahu mana yang terbaik untuknya. Jadi, stop untuk mengatur dan rubah kebiasaan kamu yang buruk itu."     

Perkataan Azhari, bukan menyadarkan Benny. Tapi pria paruh baya itu tidak habis pikir dengan semuanya. Ia sudah hidup sampai sekarang, yang umurnya hampir enam puluh tahun. Tapi tidak merasakan kebahagiaan. Ia sering mengkonsumsi minuman keras dan obat kuat saat bersama para wanita simpanannya. Ia sudah memuaskan nafsunya, menghabiskan uang orang tua Azhari. Tapi hidupnya seakan sia-sia belaka. Ia penuh emosi dan seringkali memukul anak dan istrinya untuk meluapkan emosi dirinya.     

Seakan hatinya sudah tidak ada lagi di tempatnya, hanya saja ia kadang bermimpi hidup bahagia dengan istri dan anaknya. Masa-masa yang lalu telah ia lewati sampai detik ini. Tidak ada keinginan terbesarnya, hanya kebahagiaan dirinya menikmati hari tua. Tapi ia sudah menyakiti istri dan anaknya. Ia pergi dan tidak perduli dengan keadaan rumah.     

"Mas, aku hanya tidak ingin kamu dibenci selamanya oleh anak kamu. Lihatlah ... kamu sudah tua, rambut kamu juga sudah beruban. Apakah kamu puas setelah bermain dengan wanita-wanita muda di luaran sana?"     

"Brak!" Benny kembali menggebrak meja. "Apa pedulimu, hah? Huahh! Kenapa hidupku seperti ini, hahhhh!" jerit Benny. Ia merasa kepalanya sangat pusing karena banyak berpikir. Tapi ia sempat memukul Istrinya sebelum dirinya ambruk di lantai.     

Walaupun sakit dirasa, Azhari tetap merawat suaminya. Wanita paruh baya itu sudah menjalani pernikahan lebih dari tiga puluh tahun bersama sang suami. Tapi baru sekarang ia merasa suaminya tidak terlalu berbahaya. Karena badannya yang sangat lemah. Pada akhirnya ia menyuruh pembantunya untuk membawa Benny masuk ke kamar.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.