Tante Seksi Itu Istriku

Ciuman Pertama Usman Dan Farisha



Ciuman Pertama Usman Dan Farisha

0"Heliaoww, Sayangkuhh ... apa kabarmu hari ini? Apakah aku boleh bersandar di hatimu sejenak? Aku sangat merindukan kamu, Farisha," tutur Bram dengan senyuman menggoda.     
0

"Kenapa selalu kamu, Bram? Ku kira kau tidak akan datang ke sini untuk menggangguku lagi! Lebih baik kau pergi dari sini." Dengan malas, Farisha menghela nafas panjang.     

Rasanya tidak ingin ada orang yang mengganggu saat bekerja. Di antara semua lelaki yang pernah mendekati Farisha, hanya Bram yang tidak pernah menyerah. Ia tidak pernah membenci wanita di depannya. Karena ia benar-benar tulus semenjak mereka sekolah di tempat yang sama. Bahkan ambisi Bram bukan hanya di situ. Ia tetap menginginkan Farisha untuk menjadi miliknya dan akan menjadikan wanita itu sebagai satu-satunya yang ia cintai.     

Wanita yang belanja di swalayan itu bisa melihat ketampanan Bram. Apalagi postur yang tinggi dengan gaya rambut dan gaya berpakaian yang membuat wanita meleleh. Baik muda dan tua, semua senyum-senyum melihat Bram.     

"Silahkan ... ada yang mau ditambahin lagi, Kakak? Ini ada paket minyak goreng sama tepung krispinya?" tawar Farisha pada wanita muda itu.     

"Enggak deh, Mbak. Hemm ... kalau boleh, ini yang ganteng saja buat bonus, boleh?" tanya wanita itu dengan senyuman pada Bram. Walau ia seorang asisten rumah tangga, memiliki seorang pacar seperti Bram adalah sesuatu yang membanggakan.     

Rasanya hanya orang bodoh yang menolak pesona dari Bram itu. Dan lebih bodoh lagi kalau memilih seorang yang hitam dan dekil, juga pendek seperti Usman itu.     

"Kalau mau, bisa Kakak angkut saja dari sini. Kebetulan tidak ada gunanya juga. Toh, cuma merusak pemandangan saja, kerjaannya," celetuk Farisha.     

"Yah, kamu kok tega sama aku? Kan aku maunya sama kamu, Sayangku. Mana mungkin aku melangkah maju bersama yang lain lagi? Walaupun di dunia ini, wanita hanya ada kamu seorang, dan beribu pria yang datang menggoda, aku akan selalu ada untukmu, Sayangku."     

"Ohh, sosweet banget. Aku juga mau digituin, Mas." Wanita muda itu merasa hanyut karena godaannya, walau itu bukan ditujukan padanya.     

Farisha tidak perduli dengan rayuan gombal. Apalagi ia tidak pernah menganggap seorang pria itu ada. Tapi karena Bram terlalu baik padanya, keberaniannya yang langsung dan tanpa ada dendam, Farisha juga diam saja. Sudah banyak pria yang ditolaknya dan memang hanya Bram yang tidak tahu malu.     

"Kak, ini sudah belanjaannya. Semua jadi dua ratus tujuh puluh dua ribu," ungkap Farisha setelah selesai mengecek semua harga yang dibeli perempuan itu.     

"Oh, ini, Mbak. Kembaliannya diambil saja. Itu buat mbak aja biar kerjanya semakin semangat." Wanita itu menatap Bram dengan senyuman.     

"Kalau begitu, terima kasih, Kakak sudah mengunjungi swalayan kami. Maaf, Kak. Ini barang yang sudah selesai di pack, mohon untuk diambil, yah."     

Karena asyik memandang Bram, wanita itu sampai lupa diri. Hingga setelah didorong seorang wanita paruh baya, barulah wanita muda itu sadar dan langsung menerimanya. Ia keluar dari dalam swalayan dengan sebuah penyesalan. Menyesal karena telah memberikan uang tiga ratus ribu tanpa mau mengambil kembaliannya. Di luar swalayan, ia baru menyadarinya.     

Tak lama setelah seorang lagi pergi, Farisha memanggil Usman. "Usman! Tutup pintunya!" perintahnya dengan berteriak.     

"Iya, Tante. Aku akan segera datang," ujar Usman yang langsung saja meninggalkan aktivitas membersihkan lantai bekas telapak sandal dua wanita yang kotor itu.     

Farisha masih melihat Bram yang belum pergi dari swalayan. "Kenapa kamu belum pergi? Ini swalayannya sudah tutup. Kalau tidak mau membeli, jangan kamu masuk ke sini! Nggak ada gunanya saja, kamu di sini! Tolong kamu jangan datang lagi ke sini. Karena aku sudah akan menikah!"     

"Oh ... benarkah? Akhirnya kau mau menikah denganku juga. Hahaha, apakah kau sudah tidak tahan lagi, hah? Tenang saja, Sayangku ... oh my darling ... dadar gulingku yang manis. Apakah kamu mau kita lakukan sekarang? Kalau kamu sudah tidak sabar lagi, aku bisa berikan kenikmatan itu saat ini juga, hemm? Dan untuk bocah itu, kita biarkan menonton kita. Bagaimana, hemm?"     

Farisha tidak menanggapi Bram. Wanita itu mendekati Usman dan menarik tangan pemuda itu. Ia menunjukkan pada Bram kalau dirinya akan menikah dengan seorang pemuda yang usianya jauh di bawahnya. Dengan selisih sepuluh tahun di bawahnya.     

"Baiklah, Bram. Aku ingin kau mendengar sendiri dari dia Usman. Usman ... kamu katakan, apakah aku akan menikah? Dan dengan siapa aku akan menikah?" tanya Farisha, menatap tajam ke arah pemuda itu.     

Usman dalam bingung, ia tidak tahu harus bilang apa. Ia takut kalau ia salah berbicara. Ia takut jika ia mengatakan kalau Farisha akan menikah dengannya, akan dimarahi oleh Farisha. Jika ia mengatakan kebohongan, juga konsekuensinya sama. Maka dengan untung-untungan menjawab, "Aku akan menikah denganmu, kan?"     

"Huahahahaha! Mimpi apa aku semalam? Kau berani sekali mengatakan itu, Bocah!" seru Bram. Ia langsung menarik tangan Usman. "Kuakui kamu memang berani. Tapi kamu tidak pantas menikah dengan wanita paling cantik dan paling seksi di dunia ini, hah?"     

Bram merangkul Usman, membuat pemuda itu ketakutan. Apa ia salah berbicara padanya? Tidak seharusnya ia berkata seperti itu. Harusnya ia tahu diri karena hanya orang lemah yang tidak punya apapun untuk diandalkan.     

"Hei, kamu mau apain Usman, Bram?" tanya Farisha pada Bram. "Lepaskan tanganmu darinya!" bentaknya pada Bram. Ia tidak mau kalau sampai Bram melakukan hal kejam terhadap Usman.     

"Farisha Sayang. Bagaimana mungkin aku berbuat apa-apa? Ini karyawan kamu itu, loh. Aku salut dengan ucapannya itu. Pasti dia juga nafsu juga melihat kamu, Farisha! Ya jelas dia mau menikah denganmu. Tapi ini terang-terangan mengatakan itu. Hahaha, humornya sungguh lucu."     

"Humor? Apa yang kau anggap aku dan dia akan menikah itu sebuah candaan? Dengerin baik-baik, yah! Aku akan menikah dengan Usman! Jadi kamu tidak perlu datang ke sini lagi! Pergi kamu dari sini!" usir Farisha.     

"Hah? Kamu pasti bercanda, kan? Lagian kamu dan dia?" Bram melihat Farisha lalu menengok ke arah Usman. "Bagaikan langit dan bumi ... dia dan engkau, selamanya takkan pernah. Bisa kan bersatu. Sadar diri, Usman siapa, kamu siapa?"     

Farisha merasa geram karena ucapannya tidak digubris. Bahkan hanya dianggap sebagai bahan candaan saja oleh Bram. Memang kalau dilihat dari segi ekonomi, sudah terlihat sangat jauh. Dari umur, Usman yang terlalu muda. Jika dilihat dari muka, jelas Farisha yang enak dilihat, Usman yang tidak enak dilihat sama sekali.     

"Kamu masih saja belum percaya, hah? Tolong bawa Usman ke sini!" Farisha menarik tangan Usman dan melepaskannya dari genggaman Bram.     

Farisha lalu membuat Usman berhadapan dengannya. Terlihat wajah lelaki itu berkeringat menahan rasa malu. Tanpa menunggu Usman siap, Farisha mengecup bibir calon suaminya. Kejadian itu berlangsung lama karena ingin Bram pergi.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.