Tante Seksi Itu Istriku

Makan Bersama Calon Mertua Dan Calon Istri



Makan Bersama Calon Mertua Dan Calon Istri

0"Farisha!" seru Azhari. "Jangan bilang gitu, deh!" Lalu ia melihat ke arah pemuda itu. "Jangan diambil hati ucapan Farisha, yah! Dia hanya takut dirinya mengalami apa yang ibunya alami ini. Kurasa kamu orang yang baik. Tolong kamu jangan sia-siakan anakku. Ibu mohon kamu jangan sakiti anak saya, Nak!" pinta Azhari. Ia khawatir kalau anaknya juga masuk ke dalam permainan pria jahat seperti Benny.     
0

"Iya, Bu. Aku nggak akan menyia-nyiakan anak ibu," balas Usman. Tidak mungkin Usman memiliki niat untuk itu. Selama Farisha menginginkan dirinya, ia akan selalu di sisinya.     

"Mulut lelaki memang seperti itu, Bu. Ya sudahlah ... lagian aku yang percaya hanya padamu, Usman. Kita makan terlebih dahulu! Sudah lapar, nih!" ajak Farisha sembari mengambil piring.     

Farisha mengambilkan nasi untuk ibunya. Selama ini ia hanya menghormati sang ibu yang selalu ada untuknya. Di saat dalam keadaan buruk, ia akan mencari Azhari untuk sekedar bercerita. Hanya saja untuk urusan asmara, ia tidak pernah menceritakan ada seorang lelakipun pada wanita yang telah melahirkannya itu.     

"Ayo, Nak Usman, makan dulu!" ujar Azhari mempersilahkan. "Makan yang banyak karena ibu sudah masak dari sore untuk menyambut calon suami dari anakku!"     

Dengan sopan, Usman mengangguk pada wanita itu. Ia melihat wajah calon istri pura-puranya, bekas tamparan dari tangan seorang durjana itu membuat perasaan ngilu pada hati sang pemuda. Bagaimana tega ia melihat wanita secantik Farisha mendapatkan bekas tamparan itu?     

"Bu, ini aku ambilkan nasi untukmu. Kamu juga harus makan yang banyak, yah!" tutur Farisha dengan menyunggingkan senyum tulus.     

"Hemm ... baiklah, Nak. Tapi calon suami kamu nggak diambilkan juga, hemm?" gumanya sambil wajahnya menatap dan menunjuk ke arah Usman.     

"Nggak apa-apa, Bu. Lha dia kan lagi mengambil sendiri, ya kan, Usman?" ucapnya pada pemuda di depannya. Dengan senyuman yang tersungging manis.     

"Eh, iya Tante," balas Usman tanpa kedip menatap Farisha yang terlihat bergairah. Bagaimana ia membayangkan Farisha yang membuka bajunya dan memperlihatkan apa yang selama ini ia idamkan.     

Leher dan semua lebam yang ada di tubuhnya selalu ditutupi dari orang lain. Kali ini Farisha yang merasa gerah pun membuka pakaian yang menutupi tubuh bagian atasnya.     

Sekarang sudah terbukti bahwa perbuatan Benny sudah keterlaluan. Usman melihat Farisha yang hanya memakai baju yang membuka sebagian dadanya. Terlihat garis yang memisahkan kedua buah dadanya yang membuat Usman menelan ludahnya.     

"Kamu kenapa melihatku seperti itu, Usman? Kamu lihat luka lebam di tubuhku ini, kan? Kamu tahu, siapa yang membuat luka ini? Ya, benar. Kamu mungkin menyangka ini perbuatan pria bajingan itu, kan?"     

"Farisha!" celetuk Azhari. "Nggak baik ngomongin ayahmu, Nak!" Ia tidak ingin anaknya selalu menjelek-jelekkan suaminya yang juga ayah dari anak yang telah ia lahirkan itu.     

"Sudahlah, Bu. Niar si Usman tahu, kalau lelaki seperti itu memang tidak pantas dibela. Aku tidak mau Usman seperti itu nantinya!" tegas Farisha.     

Dari tadi Usman memperhatikan tubuh Farisha dan tidak fokus mendengar apa yang dikatakan oleh wanita yang usianya beda sepuluh tahun di atasnya itu. Walau banyak luka lebam di tubuh indah itu, tidak mengurangi keindahannya. Apalagi otak Usman seakan berkata untuk menyentuh luka itu atau mencumbunya. Memberikan kasih sayangnya sebagai seorang pria yang lemah lembut.     

Azhari tidak mengelak lagi karena tidak mau hubungan antara anak dan ibu menjadi renggang. Kalau sudah keras kepalanya Farisha tidak bisa ditolelir lagi, ia tidak bisa menang walau itu semua demi kebaikan bersama.     

"Maafkan anakku, Nak Usman. Memang Farisha dari dulu begitu! Dia mewarisi sifat keras kepala ayahnya. Jadi dia tidak mau mengalah dan tidak mau dikalahkan dalam segala hal. Tolong kamu sabar jika itu terjadi nantinya, yah!"     

"Eh, Bu. Aku nggak mewarisi darinya, yah! Tidak rela jika aku mewarisi sifatnya yang kejam itu! Dan ibu mengapa terus-terusan menyamakan aku dengan pria brengsek itu?"     

"Bukan begitu, Nak. Ah, sudahlah. Nggak baik ngomongin orang. Lebih baik kalian fokus makan dulu. Ayo, Nak Usman. Dimakan makanannya. Jangan lupa makan yang banyak biar kamu tetap sehat. Dan segera menghamili Farisha dan segera punya anak, hehehe," kekeh Azhari menggoda keduanya.     

"Iih, Bu. Kita belum juga menikah, yah! Ngapain harus punya anak cepat-cepat?" ketus Farisha. Ia pun menyadari hal ini. Selain menikah, ia juga harus memiliki anak. Tapi ia tidak ingin berhubungan badan dengan lelaki manapun. Meskipun itu suaminya sendiri nantinya.     

Farisha tidak ingin membahas hal itu lagi. Menjadi sesuatu yang tidak akan habisnya jika hanya membahas soal anak. Ia harus memikirkan solusi lain agar tidak menimbulkan masalah setelah menyelesaikan masalah.     

"Iya, kamu kan sudah berumur, Nak. Lihat kamu yang sudah tiga puluh tahun. Apa kamu nggak mau memberi ibu seorang cucu? Setiap pernikahan pasti akan lebih sempurna jika seorang istri melahirkan anak untuk suaminya. Bukankah seperti itu, Nak Usman?" tanya Azhari pada Usman.     

"Eh, i-iya, Bu," jawab Usman gelagapan. Ia menggelengkan kepalanya yang berpikiran mesum itu. Ia tidak ingin kembali terbayang-bayang tubuh Farisha lagi.     

Semua yang ia lihat dari tadi adalah tubuh bagian atas Farisha yang hanya memakai pakaian yang hanya menutupi sebagian tubuh atasnya itu. Masih dalam ingatan pemuda itu bagaimana pria paruh baya itu memukul dan menampar calon istrinya. Ia merasakan sakit juga karena perutnya juga terkena tendangan dari pria itu.     

"Emm ... dari tadi ngobrol terus. Jadi nggak makan-makan. Sekarang hentikan pembicaraan ini dulu! Kita makan dulu, yuk! Nanti kita lanjutkan pembicaraan."     

Semua terdiam setelah Azhari berkata demikian. Lalu mereka mulai mengambil lauk dan menikmati hidangan itu. Masakan Azhari begitu nikmat di lidah Usman. Tidak akan ada lagi makanan seenak itu yang pernah ia makan.     

Masakan ayam kecap dan sayuran adalah hidangan yang ada di atas meja. Usman makan dengan nikmatnya sambil sesekali melirik ke arah calon istri pura-puraannya. Betapa beruntungnya dirinya berada di rumah itu walau ia juga harus menghadapi Benny yang mengancam keselamatannya.     

'Di manapun berada, sepertinya aku tidak akan lepas dari tindak kekerasan. Walaupun aku kabur ke manapun juga. Mungkin aku lebih beruntung jika aku menikah dengan tante Farisha. Walau tidak bisa menyentuhnya, aku di sini hidup dengan layak,' pikir Usman dalam lamunannya.     

Banyak yang dipikirkan oleh Usman termasuk soal asmara dan masa depannya. Ia akan menabung banyak uang untuk bisa membuat hidupnya lebih terjamin. Dan jika pada saat nanti dirinya tidak dibutuhkan lagi oleh Farisha, setidaknya ia sudah memiliki cukup uang untuk memulai kembali hidupnya.     

"Ayo dimakan, makanannya, Nak Usman! Apa maknanya enggak enak, mmmm?" tanya Azhari yang melihat pemuda itu hanya mempermainkan sendok dan terbengong.     

"Eh, iya-iya, Bu. Maafkan aku. Ini enak banget makanannya, Bu. Terima kasih banyak, Bu. Ini enak banget bagiku."     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.