Dunia Online

Satu Pedang Menembus Langit



Satu Pedang Menembus Langit

0Angin musim di Samudra Atlantik berhembus dengan kuat dan teratur. Sekitar 400 meter di sebelah barat garis pantai Maroko, terdapat sekelompok pulau kecil. Namun, akhir-akhir ini banyak kapal dagang yang telah melewati beberapa pulau terpencil itu.      3

Seminggu yang lalu, Dinasti Xia Raya menggunakan alasan menyerang perompak untuk mengunci seluruh wilayah ini demi mencegah adanya mata-mata. Di bawah perlindungan Divisi 4, keempat legiun satu persatu dipindahkan menuju pulau-pulau itu dengan menggunakan kapal dagang.      

Semua kapal dagang besar itu tanpa terkecuali berasal dari Kelompok Dagang Keluarga Song, Perusahaan Dagang Bai, dan Kelompok Dagang Keluarga Cui. Karenanya, mereka pasti bisa dipercaya dan tidak akan ada informasi yang bocor. Meski begitu, pada saat pelaksanaan mereka harus menghadapi banyak masalah.     

Pertama-tama, para prajurit menderita mabuk laut, dan mereka semua mulai muntah bahkan sebelum mereka tiba di pantai. Dengan susah payah, mereka mendirikan tenda di pulau-pulau terpencil itu. Namun, karena mereka tidak terbiasa dengan cuaca ini, lagi-lagi mereka jatuh sakit. Ditambah dengan banyaknya nyamuk dan serangga di sana, para prajurit berada dalam kondisi yang buruk.     

Setelah dihantam masalah berturut-turut, kekuatan tempur keseluruhan pasukan ini sudah kurang dari 30%. Untunglah, kapal dagang dari Dinasti Xia Raya mengikuti arahan angkatan laut dan memiliki 10 dokter, bersama dengan para dokter dari masing-masing legiun serta dokter dari Squadron Medieternai. Dengan batch obat dari Kota Shanhai, mereka mengendalikan penyebaran penyakit.     

Baru-baru ini, pasukan tersebut tengah beristirahat di atas pulau-pulau ini dan mulai terbiasa dengan cuacanya. Di waktu yang sama, mereka juga membiasakan diri dengan persiapan penyerangan ke Rabat. Para prajurit yang menderita mabuk laut bahkan mulai menerima latihan khusus agar bisa mengatasi mabuk laut mereka. Di waktu kosong, pasukan ini menjalankan latihan serangan.      

Di tengah hembusan angin laut, para prajurit melewati gaya hidup yang rutin dan waktu dengan cepat mengalir.     

Hari ke-18, bulan ke-5, pagi hari, 100 kapal dagang berukuran besar sekali lagi tiba di pulau terpencil itu. Sebelum tiba, mereka terlebih dulu pergi menuju markas gudang perbekalan untuk menaikkan barang-barang penting. Setelah kapal-kapal dagang berlabuh, pasukan yang ada di dalam pulau segera mendapatkan perintah untuk mengikuti rencana yang telah mereka siapkan. Para prajurit dan kuda mereka naik dengan rapi, dan diam-diam menghilang dari pulau ketika mereka mulai bergerak menuju pantai Maroko.     

Divisi 4 Squadron Mediterania akan melindungi mereka di area laut sekitar situ.      

Malam itu, regu kapal dagang tiba di dekat wilayah laut Maroko. Karena mereka semua adalah kapal dagang Xia Raya, hal tersebut tidak menimbulkan kecurigaan dari para pemain Maroko.      

Ketika matahari terbenam di barat, matahari yang berwarna jingga kemerahan perlahan mulai tenggelam di cakrawala. Pada waktu seperti itu, orang-orang tidak akan bisa melihat kapal apapun di lautan. Di angkasa, bulan bersinar sendirian, dan sinar rembulan yang dingin serta air laut yang dingin saling bersilangan dan menyatu.      

Saat angin laut berhembus, permukaan laut berkilau bagaikan cermin tanpa akhir yang memantulkan sebuah dunia baru. Ketika para prajurit yang baru pertama kali turun ke laut melihat hal tersebut, mereka menjadi sangat kagum.     

Di bawah pimpinan Korps Marinir, para kapal dagang menggunakan sinar rembulan untuk dengan cepat bergerak melintasi permukaan laut.      

Pada pukul 9 malam, squadron tersebut berlabuh di pantai yang berjarak 50 mil dari area selatan Rabat. Sebelum ini, Pelindung Ular Hitam sudah menutup area dalam radius 10 mil dari mereka. Tidak ada yang diizinkan memasuki tempat ini.     

Di sebuah tebing di samping pantai, sebuah tenda telah didirikan. Ular Hitam membawa sekelompok mata-mata elit dan secara langsung duduk di sana, Mereka bertanggung jawab atas pertahanan tepi pantai ini. Di area luar, terdapat banyak mata-mata yang tengah mengawasi aktifitas di wilayah sekitar situ.      

Saat ini sedang memasuki pertengahan musim panas, dan para serangga serta nyamuk sedang sangat aktif di Afrika. Banyak nyamuk tengah berterbangan di udara seperti awan hitam, benar-benar sebuah pemandangan yang mengerikan.     

Beberapa mata-mata tengah berjongkok di balik semak-semak, hanya memperlihatkan sepasang mata yang hitam. Ada awan nyamuk yang membentuk di atas kepala mereka. Meskipun para mata-mata itu memiliki pertahanan mental yang tinggi, wajah mereka tetap saja menjadi pucat pasi. Termasuk juga Ular Hitam, walaupun cuaca sangat panas, mereka masih mengenakan pakaian yang ketat. Meskipun dengan begitu mereka akan merasa sangat kepanasan, hal tersebut tetap lebih baik dibandingkan dengan dihisap hingga kering oleh para nyamuk. Terkadang, ada angin laut yang memberikan mereka sedikit sensasi sejuk.     

"Pak, kapal-kapal telah tiba!"     

Ular Hitam mengangguk. Dia mengangkat kepalanya dan menatap ke arah permukaan laut, dan hanya melihat sinar-sinar yang meneranginya. Anehnya, sinar-sinar itu tidak terus menyala tapi hanya dinyalakan setiap lima detik.     

"Itu mereka," Ular Hitam terlihat sangat bersemangat, dia segera berbalik dan memberi perintah, "Nyalakan!"     

"Siap, pak!"      

Dalam waktu singkat, sinar yang sama juga menyala di pantai. Namun, sinar itu hanya menyala setiap tiga detik.     

Setelah mendapatkan pesan bahwa semua aman, squadron itu kemudian berlabuh, dan mulai meletakkan berbagai papan pendaratan. Para prajurit mulai melangkah di papan dan turun dari kapal. Seluruh proses itu berjalan tanpa suara dan satu-satunya suara yang terdengar hanyalah suara ombak yang menghantam bebatuan.     

Hampir mendekati pagi hari, empat Legiun Perang telah tiba di tepi pantai. Selama seluruh proses, para pelaut dari setiap kapal dagang telah menurunkan semua perbekalan dan perlengkapan perang. Untunglah, pertempuran besok bukan pertempuran jangka panjang. Jika tidak, mereka tidak akan bisa mempertahankan suplai logistik. Bahkan jika para kapal dagang ini mengirimkan lebih banyak lagi perbekalan, mereka tidak memiliki cara untuk membawanya ke garis depan. Inilah kesulitan dari pertempuran lintas lautan.     

Setelah menurunkan semua barang-barang, para pedagang tidak tinggal terlalu lama dan segera kembali ke pulau-pulau terpencil untuk membawa lebih banyak prajurit dan batch perbekalan yang kedua.      

Semua prajurit menggunakan sisa waktu ini untuk merapikan diri mereka sendiri dan beristirahat. Di pagi harinya, mereka akan segera bergerak agar mereka bisa memastikan bahwa mereka dapat mencapai Rabat sebelum para penduduk Maroko dapat bereaksi.      

Tentu saja, ini akan menjadi perjalanan yang sangat berat. Namun, dibandingkan dengan nyawa mereka, maka para nyamuk tidaklah terlalu buruk.      

Langit malam menjadi semakin gelap.     

*******     

Tepat ketika berbagai legiun mendarat di pantai Maroko, Squadron Mediterania mulai bertindak.     

Ouyang Shuo membawa Jia Xu dan ketiga ribu Pasukan Pengawal Dewa Tempur untuk mengikuti Divisi 1 dan 2 dari Squadron Mediterania untuk langsung bergerak menuju Rabat. Dengan bantuan Kalia, sebagian besar Penguasa Mediterania tengah berkumpul di Atlantis. Karena itulah, sama sekali tidak ada yang mengganggu aktifitas dari Squadron Mediterania.     

Kapal Induk Squadron Mediterania – The Shiner.     

Ouyang Shuo berdiri di dek tertinggi, dan melihat ke arah kejauhan. Hembusan angin meniup Jubah Naga Ungu-nya yang baru.     

Di atas lautan yang luas dan berwarna hitam itu, sinar bulan dan bintang sering memberikan harapan dan mimpi yang tidak terbatas. Di tengah dunia yang luas seperti ini, Ouyang Shuo mau tidak mau merasa kesepian dan tertekan, "Dibandingkan dengan luasnya langit, kita benar-benar terlalu kecil.     

Namun, orang kecil tetap bisa memiliki hati yang besar dan memiliki pencapaian yang luar biasa.     

Di bawah langit ini, si lemah akan hancur, dan hanya si kuat yang bisa mengendalikan takdir mereka. Seperti serangan ke Maroko kali ini, Rabat akan berubah menjadi abu, dan para rakyat tidak berdosa sama sekali tidak bisa mengendalikan nasib mereka sendiri.      

Mungkin, pada saat ini, mereka masih lelap dalam mimpi-mimpi yang indah, bermimpi menjadi kaya, bermimpi mendapatkan istri yang cantik…     

Yang tidak mereka sadari adalah bahwa bencana tengah bergerak ke arah mereka.     

Mereka hanya bisa bergemetar selama krisis berlangsung dan berdoa agar mereka bisa selamat melaluinya.     

Walaupun Ouyang Shuo mengasihani orang-orang tersebut, dia tidak akan bersikap lembek kepada mereka. Jalan menuju kekuasaan merupakan pertarungan tanpa akhir melawan takdir; pilihannya hanyalah kau hidup atau kau mati. Jika Ouyang Shuo bersikap welas asih, mungkin dialah yang akan terbunuh besok.     

Penaklukan memang seperti itu. Jalur ini tidak mengizinkan orang untuk bersikap welas asih. "Siapa pun yang menghalangi langkahku akan mati. Tentu saja tidak ada alasan lagi untuk bersikap welas asih kepada siapa pun."     

Jika ini terjadi dulu, Ouyang Shuo mungkin akan sedikit gelisah dengan rencana Jia Xu. Tapi sekarang, dia mampu melihat semua itu dengan dingin. Ouyang Shuo sama sekali tidak merasa gelisah karena jalan yang dia cari masih belum tercapai.     

Ouyang Shuo tengah bertanya pada dirinya sendiri, bisakah dia mengendalikan takdirnya? Ouyang Shuo mengangkat kepalanya dan menatap ke langit, matanya terlihat seakan ingin menembus langit dan menatap kota di atas langit.     

Kota di atas langit bagaikan penguasa tertinggi dari umat manusia, yang memandang rendah perubahan di seluruh dunia dengan mata yang dingin dan rasional.     

Langit sulit untuk ditebak, dan jalur di sana sangat sulit untuk dicari.     

Tentu saja, Ouyang Shuo tidak akan menjadi sombong. Dia hanya menggenggam sebuah belati untuk merubah takdirnya, tapi dia masih jauh dari mampu menebas langit dengan sebilah pedang dan bertindak sesuka hatinya.      

Pedang yang dimilikinya saat ini masih belum cukup tajam. Jika dia tidak berhati-hati, pedang tersebut akan patah dan dirinya sendiri akan terluka karenanya. Agar pedang itu bisa menjadi pedang pusaka terbaik, dia harus terus berlatih, berlatih dan lebih banyak lagi berlatih.      

Ketika Ouyang Shuo sedang tenggelam dalam renungannya, suara Tsing Yi muncul dari belakang, "Yang Mulia Raja, malam sudah larut, mohon Yang Mulia mau beristirahat."     

Sebagai Penasihat Paviliun Dokumen Rahasia, Tsing Yi akan mengikuti Ouyang Shuo ke mana pun dia pergi. Melihat bahwa Ouyang Shuo tengah sendirian dan masih berdiri di atas dek selama satu jam, Tsing Yi akhirnya memberanikan diri untuk memanggil dirinya. Bahkan Xu Chu hanya bisa berdiri dalam jarak yang jauh.     

Ouyang Shuo tersenyum, dia berbalik dan menatap ke arah Tsing Yi, "Aku akan segera masuk; kau juga harus istirahat lebih awal." Begitu Ouyang Shuo berbalik, sepertinya langit telah menjadi lebih gelap.     

Malam sudah sangat larut dan fajar akan muncul kembali.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.