Dunia Online

Benteng Tanjung



Benteng Tanjung

3Hari ke-15, bulan ke-5, Ibu Kota Kerajaan Maroko, Rabat.      1

Naik dan turunnya aliran sungai berawal dari Pertengahan Pegunungan Atlas; sungai itu mengalir ke sebelah selatan Rabat dan masuk ke dalam pelabuhan Rabat yang sunyi sebelum akhirnya memasuki Samudra Atlantik.     

Sebelah selatan pelabuhan Rabat merupakan sebuah tanah sempit yang menunjuk tepat ke arah Samudra Atlantik seperti sebuah tanjung. Di tanjung tersebut, sebuah markas militer penting telah dibangun; benteng itu adalah Kasbah Udaya [1][1] yang terkenal.      

Tembok kota yang tinggi, gerbang kota yang besar, dan menara pengawas yang menonjol membentuk lapisan pertahanan pertama dari benteng tersebut. Di dalamnya, selain dari aula utama yang megah, ada berbagai istana yang berbeda. Di bagian tengah terdapat sebuah taman yang dipenuhi berbagai jenis bunga. Kasbah yang ada di dekat istana kerajaan merupakan tempat tinggal bagi para prajurit     

Kasbah Udaya membentuk pertahan garis depan bagi Rabat. Siapa pun yang berusaha menyerang Rabat melalui lautan harus terlebih dulu melewati benteng itu.      

Raja Maroko yang sekarang, Raja Mohammed VI menempatkan 50 ribu prajurit di dalam istana.     

Jika melihat keluar dari istana, maka orang-orang akan dapat melihat garis tepian Sungai Bou Regreg. Ini merupakan bagian utama dari Ibu Kota Kerajaan Rabat. Dengan begitu, Ibu Kota Kerajaan akan memiliki penghalang alami dari arah barat.      

Di sebelah timur dari Rabat terdapat Kota Satelit yang baru saja terbentuk, yang merupakan tempat guild terbesar Maroko yang sedang menjaga satu-satunya pintu masuk menuju Dunia Bawah Tanah yang ada di Maroko.     

Pada saat ini, Kota Satelit bahkan terlihat lebih ramai dibandingkan Ibu Kota Kerajaan, dan menarik lebih dari separuh pemain di Maroko. Karenanya, hanya para pemain pekerja dan pemain kasual yang menghabiskan waktu mereka di dalam kota.      

Dalam bahasa Arab, Rabat artinya adalah 'mengikat'. Ini terdengar mengejutkan karena kenapa sebuah Ibu Kota Kerajaan akan memiliki nama yang seakan membawa sial seperti itu?     

Menurut legenda, di zaman dahulu kala, Rabat hanyalah sebuah pulau kecil, dan sang raja mengikat para narapidana dengan tali dan memerintahkan agar para prajurit mengirim mereka kemari untuk melakukan kerja paksa. Dengan semakin banyaknya orang yang dikirim, desa akhirnya menjadi kota dan mendapatkan nama anehnya dengan cara seperti itu.     

Di dalam Earth Online, Rabat merupakan sebuah kota Arab yang umum. Temboknya berwarna merah dan ada banyak bangunan Arab dan masjid di dalam kota. Kota ini terlihat begitu menarik dan sibuk, serta di sisi jalan terdapat banyak pohon dan taman di mana-mana.     

Baik Istana Kerajaan Rabat yang khidmat ataupun Masjid Hassan II yang penting, semuanya merupakan jenis infrastruktur Arab yang umum. Dibandingkan dengan arsitektur barat atau bangunan India yang lebih bernuansa religious, bangunan Arab memiliki banyak kreatifitas, kemegahan, dan elegan.     

Jalanan dan gang dari kota ini dipenuhi oleh berbagai ruang kerja pengrajin. Mata pencaharian di abad pertengahan memang seperti itu.     

Di pagi hari, matahari yang berwarna kemerahan terbit dari permukaan laut, menandakan bahwa hari baru telah tiba. Mentari menyinari Masjid Hassan II, dan memandikannya dalam sinar emas, yang membuat masjid tersebut terlihat begitu suci. Kota Rabat, yang sudah tertidur semalaman, sekali lagi mulai terbangun.     

Di dalam ruang kerja yang berhenti beroperasi di malam hari, suara dari orang-orang yang bekerja keras telah terdengar. Para penduduk yang bangun pagi-pagi sekali sudah berjalan keluar dari rumah bergaya Arab mereka dan mulai berkumpul untuk makan, bekerja, belajar atau hanya sekedar memulai hari yang baru. Bagi para penduduk kota, ini merupakan sebuah hari yang biasa.     

Kota itu memancarkan semangat bangsa Arab yang hangat, yang mampu memabukkan semua orang.     

Pelabuhan di luar Kota Rabat juga terlihat sangat sibuk. Kapal nelayan yang telah pergi pagi-pagi sekali akhirnya sudah kembali membawa tangkapan besar. Pertengahan musim panas merupakan waktu terbaik untuk menangkap ikan tuna, dan sekeranjang tuna kemudian diletakkan di kedua sisi dermaga agar orang-orang bisa membelinya.     

Selain dari tuna, ada berbagai macam bahan makanan laut lainnya yang menyilaukan mata semua orang. Di bawah sinar mentari, wajah para nelayan terlihat sangat hangat dari rasa gembira atas hasil tangkapan mereka.      

Kasbah Udaya yang melindungi pelabuhan juga ikut bermandikan sinar keemasan. Giliran prajurit yang berpatroli malam kemarin sudah berakhir, sambil menguap mereka menyeret tubuh mereka yang lelah untuk mulai menuruni tembok benteng. Para prajurit baru yang penuh dengan energi mengambil alih pos mereka. dan sambil menghadap ke arah matahari mulai menjalankan patroli mereka.     

Para prajurit sama sekali tidak terlihat tegang. Bagaimanapun juga, Maroko terletak di sudut Afrika, sehingga perang seakan berada sangat jauh dari mereka. Terutama bagi para rakyat jelata di dalam Ibu Kota Kerajaan, mereka sama sekali tidak tahu apa itu perang.     

Ketiga Penguasa yang tersisa di Maroko semuanya bersikap sangat damai, masing-masing orang mengurus sebuah wilayah. Tidak ada yang bisa melahap pihak yang lainnya, sehingga mereka tentu saja tidak memiliki kekuatan untuk menyerang Ibu Kota Kerajaan. Dibandingkan dengan Cina yang kacau, tempat ini benar-benar merupakan sebuah surga.     

Pada pukul 7 pagi, di garis cakrawala yang jauh, sebuah layar tinggi mendadak muncul. Dalam sekejap mata, layar tersebut menjadi semakin tinggi dan jumlahnya semakin banyak.     

"Apa itu?" Para penjaga di atas Kasbah Udaya merupakan orang pertama yang menyadari bahwa ada yang tidak beres.     

Seorang prajurit mengeluarkan teleskopnya dan akhirnya melihat Squadron Mediterania; dia kemudian bergumam, "Itu adalah kapal-kapal perang dan bukan kapal dagang."     

"Kapal perang? Dari negara mana?"     

"Squadron Mediterania Dinasti Xia Raya."     

Di Samudra Atlantik, bendera naga emas dari Squadron Mediterania merupakan sesuatu yang unik dan mudah dikenali. Setengah tahun yang lalu, ketika mereka kemari untuk menyapu para perompak, mereka telah berkunjung ke Rabat untuk mengisi kembali perbekalan mereka. Karenanya, para prajurit bukannya tidak kenal dengan mereka.     

"Tidak heran. Aku pernah mendengar dari jenderal bahwa mereka tengah menyapu para perompak. Jenderal berkata bahwa baru-baru ini, mereka sudah mengunci area lautan di sekitar sini. Mereka mungkin kemari untuk mengisi ulang perbekalan." Pada titik ini, para prajurit masih belum sadar bahwa bencana telah tiba.     

Dengan kewaspadaan mereka yang menurun, para prajurit mulai saling mengobrol; topik pembicaraan mereka adalah Squadron Mediterania. Seorang prajurit tersenyum dan mengatakan, "Aku dengar Dinasti Xia Raya sedang mengalami masa-masa buruk di sini. Aliansi mereka telah hancur, dan para anggotanya sudah berpisah jalan."     

"Mereka hanya bisa memamerkan kekuatan militer mereka di Mediterania untuk saat ini."     

"Unta yang kurus tetap saja lebih besar dari seekor kuda. Walaupun mereka sudah kehilangan kendali atas Mediterania, kita tetap tidak boleh membuat mereka marah. Jangan lupa bahwa mereka memiliki seluruh dinasti sebagai pendukung."     

"Itu juga benar. Aku dengar luas wilayah Dinasti Xia Raya jauh lebih besar dari seluruh Maroko, dan mereka juga memiliki jutaan prajurit berzirah besi. Mereka benar-benar kaya."     

"Apa kau tidak melihat penampilan para pedagang timur yang datang dari Dinasti Xia Raya? Mereka semua sangatlah kaya."     

…     

Selagi para prajurit mengobrol, para pedagang di Ibu Kota Kerajaan yang tengah melakukan urusan mereka di dermaga juga menyadari kedatangan Squadron Mediterania. Kali ini, mata mereka langsung menyala dan segera terlihat berbinar-binar.     

"Ikan kakap sudah datang!"     

"Transaksi besar, transaksi besar!"     

Para pedagang segera menggosok tangan mereka tanpa bisa menyembunyikan rasa tamak di mata mereka.     

Ketika Divisi 1 dan 2 mulai mendekat ke pelabuhan dan terlihat seakan ingin menjual barang-barang yang mereka miliki, sebuah perubahan terjadi.     

Divisi 1 yang ada di depan bahkan tidak berhenti di pelabuhan dan malah berlayar mengikuti Sungai Bou Regreg. Sekitar kurang lebih 40 kapal membentuk formasi menyebar, benar-benar pemandangan yang luar biasa.     

"Apa yang terjadi?" Ketika para pedagang melihat hal itu, mereka semua merasa bingung.     

Biasanya, Squadron Mediterania akan berlabuh di sini untuk membeli perbekalan. Karena itulah, para pedagang memperlakukan mereka dengan hangat. Anehnya, kali ini Squadron Mediterania tidak berhenti di sini tapi malah bergerak menyusuri sungai.     

"Apa mereka menyadari kalau kita menaikkan harga?" Para pedagang segera merasa cemas.     

Di Rabat, selain dari dermaga utama, masih ada sebuah dermaga di bagian dalam sungai yang bisa menjadi tempat untuk mengisi perbekalan. Walaupun kedua dermaga itu hanya terpisah kurang dari sepuluh mil, harga barang-barang sangat berbeda. Para pedagang Rabat sering mempermainkan orang lain yang tidak mengetahui harga pasaran dan menaikkan harga mereka untuk meningkatkan keuntungan.     

"Kita sudah salah perhitungan!" Melihat kapal perang yang terus berlayar menyusuri sungai dengan tegas, para pedagang merasa menyesal.      

Tentu saja, penyesalan mereka terlalu berlebihan. Itu karena dimulainya perang sering terjadi dalam sekejap.     

Pada pukul 8 pagi, Squadron Mediterania sudah bersiaga di tempat mereka, dan mereka tiba-tiba berhenti. Sebelum ada yang bisa bereaksi, semua meriam di kapal langsung menembakkan peluru meriam yang besar.     

'Duar! Duar! Duar!'     

Baik Kasbah Udaya yang tengah melindungi tanjung itu ataupun tembok kota sebelah utara Rabat, semua itu berada dalam jarak tembak meriam-meriam ini. Serentetan tembakan meriam mengejutkan seluruh Kota Rabat.     

"Apa yang terjadi, siapa yang menembak?" Banyak orang yang tidak mengerti apa yang sedang terjadi.     

"Itu Squadron Mediterania, mereka yang menembak." Teriak seseorang dengan panik.     

"Ya tuhan, apa yang terjadi, apa mereka ingin berperang?" Para rakyat jelata yang biasa hidup damai tidak bisa beradaptasi dengan perubahan tiba-tiba ini.      

Yang paling pertama bereaksi adalah para penjaga Kasbah. Wajah jenderal mereka terlihat begitu muram saat dia menggertakkan giginya, "Serigala-serigala itu dengan tidak tahu malu menggunakan rasa percaya kita untuk memulai perang terbuka. Dasar tidak tahu malu!"     

"Cepat, balas tembak!" Di atas tembok Kasbah, juga terdapat meriam tapi karena kurangnya dana, seluruh benteng hanya memiliki 20 meriam.     

'Duar! Duar! Duar!'      

Pada babak pertama pertempuran, suara tembakan meriam yang ganas akhirnya meledak. Kasbah Udaya dibangun di atas sebuah tanjung dan dikelilingi oleh air. Di bawah perencanaan matang dari Squadron Mediterania, keempat sisi tembok sudah ditembaki oleh meriam.      

Meriam Tipe P1 yang telah dimodifikasi sangatlah luar biasa kuat. Dalam sekejap mata, menara pengawas, gerbang kota, dan berbagai bangunan sejenis terkena tembakan dan berada di ambang keruntuhan. Hancurnya Kasbah ini hanya tinggal masalah waktu.     

[1] Kasbah merupakan kastil benteng yang dibangun oleh Suku Berber di Maroko     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.