Dunia Online

Mendirikan Kemah di Samping Sumber Air, Kecemasan Ahli Siasat



Mendirikan Kemah di Samping Sumber Air, Kecemasan Ahli Siasat

3Pada pukul 11 siang, matahari yang terik sudah menggantung di langit, membakar dunia tanpa belas kasihan.      3

Bahkan hembusan angin laut dari arah barat juga terasa panas dan lembab. Bagi para prajurit yang mengenakan baju zirah, cuaca seperti itu tidak diragukan lagi merupakan sebuah siksaan.      

Keringat membasahi baju dalam mereka, dan ada air yang mengalir keluar dari sepatu bot mereka.     

Dari 130 ribu prajurit tiga teritori Maroko, hanya pasukan orang kulit hitam yang masih terlihat tenang.     

Semalam, ketiga teritori tidak mengalami serangan Dinasti Xia Raya, sehingga mereka mengira bahwa Dinasti Xia Raya hanya ingin memenangkan satu pertempuran dan mengerahkan seluruh prajurit mereka untuk menyerang Rabat. Karenanya, untuk menghemat waktu, pasukan ketiga teritori dengan cepat berangkat, dan pasukan patroli mereka hanya berjarak lima mil dari posisi pasukan utama.     

Bagi panglima pasukan ketiga teritori, tidak akan ada musuh lain di wilayah Maroko, jadi kenapa mereka harus merasa waspada?     

Seperti kata pepatah, menyelamatkan orang bagaikan memadamkan api. Melihat Rabat yang sudah terdesak, semua orang merasa cemas. Pasukan pemain yang awalnya ada di bagian belakang sekarang berada di bagian depan pasukan ini. Para pemain terus mendesak dan mendorong agar pasukan ketiga teritori bergerak lebih cepat.     

Kesalahan penilaian itu merupakan sebuah kesalahan yang besar.     

Setelah berjalan selama satu jam, panglima pasukan mengangkat kepalanya dan menatap ke langit. Dia melihat matahari sudah menggantung di tengah langit; suhu udara juga sudah menjadi beberapa derajat lebih tinggi dan gelombang panas terus mengikis stamina para prajurit.     

Panas matahari ini menyebabkan udara menjadi tidak stabil dan mulai menimbulkan gelombang.     

Semua prajurit terlihat kelelahan; bibir mereka kering dan tubuh mereka bersandar pada tombak. Mereka yang memiliki fisik lebih lemah terlihat seakan dapat roboh kapan saja. Bahkan para pemain juga mulai kehilangan semangat mereka.     

"Prajurit, mari kita mencari tempat untuk beristirahat!" Walaupun panglima pasukan ini bukanlah jenderal terkenal, dia memiliki pengalaman yang banyak dan tahu jika mereka terus bergerak, maka mereka tidak akan terlalu berguna bahkan jika mereka bergegas berangkat menuju Ibu Kota kekaisaran.     

"Siap!"      

Dengan cepat, pasukan perintis melaporkan bahwa ada sebuah sungai besar yang cocok sebagai tempat beristirahat.     

Panglima tersebut tidak berpikir terlalu jauh. Dia hanya langsung memerintahkan para prajurit untuk bergegas menuju sungai tersebut dan mengisi kembali persediaan air mereka. Jika jenderal ini telah membaca Seni Perang Sun Zi, dia tidak akan membuat kesalahan tolol seperti itu.      

Membangun kemah dengan bagian belakang mereka menghadapi perairan merupakan sebuah keputusan yang sangat buruk bagi pasukan yang tengah bergerak.      

Setelah menerima perintah militer, ke-130 ribu prajurit bersorak. Para prajurit segera berlari ke arah sungai, dan meminum airnya.     

"Wah!"      

Beberapa prajurit yang merasa hal itu masih belum cukup, mereka melepas zirahnya dan mulai mandi di dalam sungai. Air yang dingin mengalir turun dari kepala mereka, dan menghilangkan panas dari udara serta membuat mereka menjadi nyaman.     

Ketika air yang bercipratan disinari matahari, mereka terlihat begitu berwarna-warni dan menyolok.     

"Nikmatnya!" Melihat ada yang memberi contoh, yang lain pun segera mengikuti.     

Di sungai yang panjang membentang, banyak prajurit tengah mandi di dalamnya. Mereka yang bisa berenang sudah berada di tengah sungai tersebut. Bagi para prajurit, tidak ada yang lebih membahagiakan dari hal ini. Kelelahan yang timbul dari perjalanan mereka dalam sekejap menghilang dari tubuh mereka. Tidak ada perintah militer yang lebih baik dari ini.     

Awalnya, sang panglima tidak terlalu peduli, tapi ketika dia melihat situasinya menjadi semakin tidak terkendali, dengan tegas dia mengatakan, "Prajurit sampaikan perintahku. Segera kembali ke tepi sungai setelah minum. Tidak boleh bermain di dalam air. Mereka yang melanggar akan dihukum sesuai hukum militer."     

"Siap!" Prajurit pembawa pesan itu lalu berbalik.      

Sayangnya, sang panglima sudah terlambat. Pada saat ini, sebuah perubahan terjadi.     

Tidak jauh dari tepi sungai, suara gemuruh derap kaki kuda dapat terdengar. Suara itu terdengar cepat dan kuat bagaikan suara petir, bahkan tanah juga ikut berguncang. Tanah yang berguncang muncul bersama debu dan pasir, yang menghalangi pandangan mereka.     

"Gawat!" Sang panglima adalah yang paling cepat bereaksi, dan ekspresinya segera berubah. Maroko hanya memiliki sedikit pasukan kavaleri, sehingga suara derap kuda yang kencang seperti ini pastilah bukan sesuatu yang bagus.     

"Berkumpul, cepat berkumpul!" Teriak sang panglima memberi perintah, tapi hal itu tetap tidak membantu.      

Pasukan ketiga teritori saat ini tengah tersebar dan tidak bisa membentuk formasi. Banyak dari mereka sudah melemparkan senjata dan zirah mereka ke samping untuk bermain di dalam sungai. Bahkan mereka yang telah kembali ke tepian juga masih belum mengenakan kembali zirah mereka dan tengah duduk-duduk sambil meminum air sungai.     

Begitu perintah berkumpul diberikan, mereka berhamburan menuju tepi sungai, dan pemandangan di sana menjadi semakin kacau.     

Dalam waktu yang singkat itu, mereka sudah bisa melihat pasukan kavaleri yang ada di cakrawala. Zirah emas dari pasukan kavaleri itu memancarkan sinar emas yang menyolok di bawah terik matahari.     

Para prajurit dari Korps Pengawal semuanya terdiri dari prajurit perang elit tingkat 10 dan memiliki stamina luar biasa yang setara dengan jenderal pemula. Karenanya, walaupun Zirah Mingguang memang cukup berat, mereka semua bisa mengenakannya. Ditambah dengan kuda yang mereka gunakan adalah Kuda Perang Qingfu elit, mereka mampu bergerak secepat kavaleri ringan. Serbuan ini bagaikan sebuah sambaran kilat.     

"Itu Pasukan Xia Raya!" Sang panglima telah mengenali Kavaleri Harimau dan Macan Tutul serta dapat melihat bahwa tombak kuda mereka telah terhunus. Dalam sekejap mata, dia bahkan bisa melihat uap yang muncul dari hidung kuda-kuda musuh.     

"Sudah berakhir!" Sang panglima menatap pasukan itu dengan mulut yang terbuka.     

Pasukan gabungan ketiga teritori bahkan tidak bisa berkumpul dalam waktu singkat, apalagi membentuk formasi tempur. Satu-satunya yang berada dalam formasi tempur hanyalah kelima ribu Pasukan Pengawal Pribadi.      

Dengan adanya Pelindung Ular Hitam yang memberikan informasi kepada mereka, tidak sulit bagi Huo Qubing untuk mengetahui rute perjalanan pasukan musuh. Ditambah dengan pengintaian yang sudah mereka lakukan sebelumnya, Huo Qubing menjadi semakin percaya diri.     

Dengan memperhitungkan kecepatan pergerakan musuh, Huo Quing sudah lama menyiapkan sebuah penyergapan.     

Seperti yang sudah diperkirakan, tepat di siang hari pasukan musuh akhirnya tiba. Setelah mendapatkan jejak mereka, mata-mata Kavaleri Harimau dan Macan Tutul segera membuntuti pasukan musuh. Huo Qubing bagaikan seorang pemburu yang sabar, dan terus mencari kesempatan yang tepat untuk menyerang.     

Huo Qubing tahu bahwa dia bukan hanya harus menang, tapi dia harus mendapatkan kemenangan yang cantik. Dia harus mendapatkan kemenangan, dan kemenangan itu haruslah sebuah kemenangan telak. Huo Qubing masih bertekad untuk ikut serta dalam pertempuran puncak di Kota Rabat.      

Sebagai hasilnya, dia harus bersikap lebih sabar lagi.     

Walaupun Huo Qubing masih muda dan tidak mengerahkan pasukan sesuai logika normal, jika dia harus bersabar, maka Huo Qubing bisa jauh lebih sabar dari siapa pun. Jika tidak, bagaimana mungkin dalam sejarah dia berhasil menyapu seluruh padang pasir.     

Semua Jenderal Dewa pasti memiliki kualitas dasar seorang jenderal tidak peduli seperti apa pun cara mereka menggunakan prajurit. Bukan hanya Huo Qubing, tapi Baiqi, Han Xin, dan Sun Bin juga sama. Jika tidak, bagaimana mungkin mereka menjadi Jenderal Dewa?     

Di siang hari, Huo Qubing akhirnya menemukan kesempatan menyerang. Bahkan dia tidak menyangka pasukan musuh akan bersikap begitu bodoh dan memilih untuk beristirahat di tepi sungai.     

"Mereka sendiri yang mencari mati, kalau begitu jangan menyalahkanku." Huo Qubing terlihat santai; dia sudah bisa memperkirakan kemenangan besar yang akan didapatnya.     

Melihat kesempatan ini, Huo Qubing tanpa ragu memerintahkan pasukannya untuk menyerang. Sebanyak 70 ribu prajurit kavaleri yang paling elit langsung menyerbu dan menghancurkan 130 ribu prajurit musuh menjadi berkeping-keping.      

Ketika pasukan utama tiba, pertempuran ini berubah menjadi sebuah pembantaian.      

Di sepanjang tepian sungai, pasukan kavaleri bertindak sesuka hati mereka dan tidak memberikan kesempatan bagi pasukan musuh untuk bisa berkumpul. Di manapun pasukan musuh terlihat akan mulai berkumpul, pasukan kavaleri akan memusatkan perhatian mereka di sana.     

Karenanya, setiap kali Pasukan Maroko mencoba berkumpul, mereka terus diserbu hingga terpecah belah. Seiring jalannya pertempuran ini, sang panglima bahkan tidak bisa lagi menemukan Pasukan Pengawal Pribadinya dan kehilangan kendali atas seluruh pasukannya. Hancurnya pasukan tersebut sudah berada di depan mata.     

Beberapa prajurit mengira bahwa mereka cukup pintar dan melompat ke dalam sungai untuk berusaha melarikan diri. Yang tidak mereka ketahui adalah bahwa para prajurit Korps Pengawal juga dipersenjatai oleh busur silang tangan dewa. Siapa pun yang berusaha melarikan diri akan ditembak oleh para prajurit Korps Pengawal.     

Begitu mayat-mayat yang tewas tertembus anak panah mengambang di permukaan sungai, tidak ada lagi yang berani melompat ke dalamnya. Jika mereka ingin selamat, satu-satunya jalan adalah dengan menyerah.      

Dalam waktu kurang dari dua jam, selain dari pasukan pemain yang lebih memilih untuk mati, para prajurit Maroko terbagi menjadi tewas terbunuh atau menyerah.      

Nyaris 100 ribu prajurit yang menyerah berbaris di tepi sungai, dan membentuk sebuah pemandangan yang luar biasa. Sedangkan bagi sejumlah kecil prajurit yang bisa meloloskan diri, Huo Qubing tidak memiliki niat untuk mengejar mereka.     

Seperti kata pepatah, 'Biksu dapat pergi tapi kuil tidak bisa'. Begitu Dinasti Xia Raya merebut Maroko, mereka tentu saja akan mengurus para prajurit yang telah melarikan diri. Yang paling penting sekarang adalah untuk menangani para tawanan perang ini dan mengurus masalah-masalah pasca perang.     

Sang Raja telah memerintahkan mereka agar tidak kembali ke Rabat setelah menghancurkan pasukan musuh. Sebaliknya, mereka malah diperintahkan untuk merebut Casa Blanca dan Agadier. Sedangkan untuk Kota Tangier, Squadron Mediterania yang akan menanganinya.     

Merebut ketiga kota ini bukan hanya akan memberikan Pasukan Xia Raya gudang perbekalan tapi juga akan mengikis semangat tarung dari pasukan Rabat. Tanpa bala bantuan, entah berapa lama Rabat bisa bertahan.     

Karena pertempuran ini berjalan dengan lancar, Huo Qubing menjadi sangat gembira, dan dia tidak berniat untuk menyembunyikan kegembiraannya itu. Huo Qubing berbeda dengan Baiqi yang terus mempertahankan ekspresi yang sama apa pun hasil dari pertempuran yang dipimpinnya.     

"Jenderal, jasa pertama dalam perang ini adalah milik kita."     

Tepat pada saat ini, Jenderal Legiun dari Kavaleri Harimau dan Macan Tutul, Ma Chao, datang menghampiri Huo Qubing. Saat ini, wajahnya terlihat berseri-seri. Sejak dia mengikuti Huo Qubing, mereka terus mendapatkan kemenangan.     

"Pertempuran sejenis ini adalah pertempuran yang terbaik." Ma Chao terlihat sangat gembira.      

Ketika Huo Qubing mendengar hal itu, dia hanya menggeleng, "Aku tidak berpikir kitalah pasukan pertama yang berjasa; hal tersebut merupakan milik Squadron Mediterania. Tapi kita sudah melakukan tugas kita dengan baik, dan aku akan meminta hadiah dari sang Raja."     

Ma Chao tersenyum, "Bukannya aku tamak akan hadiah, hanya saja para prajurit pantas untuk mendapatkannya."     

Walaupun ini adalah kemenangan yang indah, kemenangan itu tidak didapat dengan mudah oleh Kavaleri Harima dan Macan Tutul.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.