Dunia Online

Ma Chao Sudah Tiba, Si Tua Lianpo Tidak Bisa Melarikan Diri



Ma Chao Sudah Tiba, Si Tua Lianpo Tidak Bisa Melarikan Diri

2Di jalur gunung sebelah utara Kota Anlu, Lianpo memerintahkan pasukannya untuk menerjang maju. Dalam waktu singkat, pasukan besar yang seperti koloni semut, bergerak menuju kedua perbukitan dalam usaha untuk merebut kembali nasib mereka sendiri.     
0

Kenyataan membuktikan bahwa perlawanan mereka benar-benar sia-sia.     

Tepat ketika pasukan Qin Awal menerjang, pasukan Ma Chao sudah menyimpan busur mereka dan naik ke atas kuda. Dengan perintah dari sang panglima, mereka langsung menerjang maju.     

"Serbu!"     

Coba bayangkan, apa yang terjadi ketika infanteri yang tengah mendaki bukit berhadapan dengan kavaleri yang menerjang turun dari atas bukit?     

Yang terjadi berikutnya merupakan sebuah tragedi.     

Jika dikatakan bahwa pasukan Qin Awal yang sedang mendaki bukit merupakan semut yang melawan takdir mereka, maka pasukan Jin Timur yang menyerbu turun adalah sebuah air bah, tidak bisa dihentikan dan tidak bisa dihindari. Dalam sekejap mereka menghancurkan dan membanjiri koloni para semut itu.     

Di depan gelombang raksasa tersebut, para prajurit Qin Awal tidak bisa berbuat apa-apa saat aliran serangan musuh mendesak mundur mereka. Pasukan Qin Awal tidak bisa mengendalikan takdir mereka, dan mereka terus diinjak-injak ke dalam lumpur oleh begitu banyak kuda.     

Di atas bukit, darah segar mengalir bagaikan sungai.     

Begitu dia melihat kavaleri tersebut, Lianpo merasa jantungnya seakan tenggelam, dan dia nyaris tidak bisa bernapas.      

Yang hancur paling pertama adalah ke-100 ribu penduduk asli. Di bawah perintah para perwira mereka, pasukan ini menerjang hujan panah dan menyerbu ke arah bukit.     

Ketika pasukan kavaleri mulai menerjang, pasukan garis depan dihancurkan dengan mudah. Di waktu yang sama, sisa-sisa keberanian mereka akhirnya lenyap. Setiap prajurit melarikan diri dengan ekor yang terselip di antara kaki mereka.     

Pasukan yang terdiri dari 250 ribu prajurit berjalan di jalur pegunungan, dan membentuk barisan sepanjang puluhan mil. Ketika perintah untuk menyerang diberikan, pasukan garis depan sudah berhasil mendaki naik hingga setengah bukit sementara para prajurit yang ada di belakang bahkan belum menerima perintah tersebut.     

Kekalahan pasukan garis depan menyebabkan para prajurit yang ada di belakang menjadi kehilangan nyali, sehingga mereka semua melarikan diri. Tidak peduli sekuat apa pun panglima pasukan ini, dia tetap tidak bisa mencegah terjadinya hal tersebut.     

"Bunuh!"     

Bagaimana mungkin pasukan pemain Jin Timur akan membiarkan kesempatan besar seperti ini lolos begitu saja? Mereka langsung mengejar. Di saat yang sama, pasukan Huan Chong, yang tengah menunggu di sisi yang lain, ikut menyerbu dan menjepit pasukan Qin Awal.     

Di semua tempat di sepanjang perbukitan, pembantaian tengah terjadi.     

"Mundur!"     

Lianpo mengerutkan dahinya. Dia tahu bahwa pertempuran ini telah selesai. Semangat pasukannya sudah masuk ke titik terendah dan mereka sudah tidak memiliki kemampuan untuk bertempur. Yang bisa dia lakukan hanyalah berusaha untuk menyelamatkan sebanyak mungkin prajurit.     

Ketika dia kembali teringat saat dia berkata bahwa tidak mungkin mereka akan disergap, Lianpo merasa sangat menyesal dan malu.     

Ke-100 ribu prajurit penduduk asli Qin Awal berada di garis belakang, yang menutup jalan mereka menuju utara. Tanpa daya, Lianpo hanya bisa memimpin pasukannya menerobos ke depan agar dapat keluar dari jalur ini.     

Untunglah, para penduduk asli ada di bagian belakang. Jika tidak, begitu mereka kalah dan berusaha melarikan diri, mereka akan menyeret seluruh pasukan ke dalam kehancuran.     

"Orang-orang ini benar-benar tidak berguna."     

Untunglah, ke-150 ribu prajurit pemain di Kubu Qin Awal memiliki sedikit kemampuan. Walaupun mereka menghadapi situasi yang tidak terduga, mereka sama sekali tidak panik. Setelah pasukan garis depan hancur, mereka segera membentuk formasi di atas jalur gunung.     

Kavaleri Jin Timur yang menerjang turun dari atas bukit merupakan sosok tidak terkalahkan, tapi mereka pasti tidak berani untuk turun ke jalur gunung karena mereka akan terperangkap jika mereka melakukan hal tersebut.     

Sebagai seorang jenderal tua, Lianpo memiliki pemikiran yang tajam dan juga berpengalaman. Dia menggunakan pasukannya untuk untuk menahan serangan kavaleri musuh sambil melindungi pasukan utama yang tengah melarikan diri.     

Sedangkan untuk ke-100 ribu penduduk asli, Lianpo sudah tidak memedulikan mereka.     

…     

Di dataran yang tinggi di atas bukit, Ma chao menatap ke bawah untuk memperhatikan situasi pertempuran. Di sampingnya adalah adiknya, sang Mayor Jenderal Divisi 3, Ma Xiu.     

Ma Xiu menunjuk ke arah pasukan Lianpo dan mengatakan, "Jenderal, Lianpo akan melarikan diri!"     

Di dalam Dinasti Xia Raya, Ma Xiu dan para jenderal Zaman Tiga Kerajaan telah mengubah kebiasaan mereka. Seperti ketika di dalam kemiliteran, Ma Xiu tidak akan memanggil Ma Chao sebagai kakak, dan hubungan mereka saat ini adalah hubungan antara atasan dan bawahan.     

Ma Chao memusatkan tatapannya dan mengatakan, "Kita tidak boleh membiarkan hal itu terjadi. Kumpulkan pasukanmu, kita akan turun tangan langsung untuk mengejar mereka!"     

"Baik jenderal!"     

Dalam waktu singkat, Kavaleri Harimau dan Macan Tutul yang masih belum berpartisipasi dalam pertempuran mulai digerakkan.     

Ma Chao memutuskan untuk secara langsung memimpin serangan ini, "Serbu!"     

Kavaleri Harimau dan Macan Tutul yang tangguh memiliki kekuatan selevel lebih tinggi dibandingkan pasukan kavaleri dari teritori lainnya. Kavaleri lain mungkin tidak hebat di jalur pegunungan, tapi berbeda dengan Legiun Kavaleri Harimau dan Macan Tutul.     

"Bunuh!"     

Ma Chao dan Ma Xiu secara langsung memimpin Kavaleri Harimau dan Macan Tutul untuk menyerbu pasukan Lianpo.     

Kali ini, kemenangan dapat diputuskan dengan cepat.     

Formasi yang terlihat tangguh dan tidak bisa dihancurkan menjadi mirip dengan kertas. Dengan dipimpin seorang jenderal seperti Ma Chao, ditambah bahwa Kavaleri Harimau dan Macan Tutul merupakan pasukan elit, siapa yang bisa menghentikan mereka?     

Dalam waktu singkat, Kavaleri Harimau dan Macan Tutul telah membuka jalan darah di jalur gunung.     

Semangat dari kavaleri elit teritori lain juga meningkat ketika mereka melihat hal tersebut. Mereka tidak rela mengakui bahwa mereka lebih lemah, sehingga mereka juga ikut menerjang, Tiba-tiba, api perang mulai menyebar dari atas bukit menuju jalur gunung dan pembantaian menjadi semakin sengit.     

Telah jatuh korban dari kedua belah pihak, sehingga sudah waktunya untuk melihat siapa yang lebih kejam.     

Ma Chao tidak memedulikan situasi itu dan langsung memimpin pasukannya mengejar Lianpo; dia berteriak, "Ma Chao sudah tiba, pak tua Lianpo, kau tidak akan bisa lolos."     

Ketika Lianpo mendengar teriakan itu, dia benar-benar murka hingga nyaris muntah darah. Walaupun memiliki harga diri yang tinggi, dia benar-benar bisa menahan diri. Dia tahu bahwa sekarang bukan waktunya membantah teriakan musuh.     

Ketika Ma Chao melihat hal tersebut, dia memimpin para prajuritnya untuk mengejar.      

Dengan kecepatan Kavaleri Harimau dan Macan Tutul, tidak ada pasukan yang bisa melarikan diri dari mereka. Dengan begini, Kavaleri Harimau dan Macan Tutul bagaikan pemanen wortel, yang memotong satu persatu prajurit musuh.     

Namun, jalur gunung ini sangatlah sempit. Bahkan jika Lianpo ingin mengumpulkan pasukan untuk membentuk formasi pertahanan yang besar, dia tidak bisa melakukannya.     

Dia hanya bisa mengorbankan sebagian prajurit untuk menyelamatkan yang lainnya.     

Lianpo membenci jalur gunung ini karena begitu panjang; yang seakan tidak berujung. Bagi pasukan Lianpo yang tengah melarikan diri, setiap menit dan detik bagaikan sebuah siksaan.     

Kavaleri Harimau dan Macan Tutul seperti sekawanan serigala kelaparan yang tidak akan berhenti hingga mereka mendapatkan mangsa mereka.     

Demi mengejar Lianpo, Ma Chao bahkan meninggalkan medan tempur utama. Ini bukan karena Ma Chao yang kehilangan ketenangan. Melainkan, dia telah melihat kunci pertempuran ini.     

Lianpo adalah sosok kunci di dalam pasukan Qin Awal tersebut. Jika Ma Chao berhasil mengalahkannya, maka yang lain tidak akan sulit untuk dihadapi. Sedangkan untuk medan tempur utama, Huan Chong dan para jenderal dari teritori lain bisa menanganinya.     

Dua pasukan, satu mengejar, satu melarikan diri; mereka berlari hingga setengah jam sebelum akhirnya berhasil lolos dari jalur gunung. Ma Chao kembali berteriak bersama para prajurit kavaleri, "Hei pak tua Lianpo, jangan lari!"     

Melihat jenderal utama mereka sedang dipermalukan, para prajurit Teritori Handan benar-benar merasa kesal. Mereka menggerutu untuk mengatakan bahwa mereka ingin bertempur habis-habisan dengan Legiun Kavaleri Harimau dan Macan Tutul, tapi Lianpo menahan mereka.     

Lianpo adalah seekor rubah tua dan dia tahu bahwa musuh tengah berusaha membuat dirinya marah. Mereka ingin memancing dirinya untuk bertempur habis-habisan. Tentu saja, dia tidak akan terjebak oleh hal itu.     

Dalam perjalanan menuju Jiangzhou ini, Lianpo mengemban tugas penting dari majikannya, dan ini juga menyangkut sebuah rencana besar.      

Siapa sangka dia akan gagal?     

Jika pasukan Handan hancur di sini, dia tidak akan punya muka untuk menemui majikannya lagi.     

Berjalan keluar dari jalur gunung, medan tempat mereka berada mendadak menjadi sangat terbuka dan luas.      

Lianpo tidak berniat untuk bertempur habis-habisan. Sebaliknya, dia membagi pasukannya menjadi tiga dan memutuskan untuk berkumpul di Yuzhou.     

Ketika Ma Chao memimpin pasukannya untuk mengejar, dia melihat ketiga kelompok itu dan merasa terkejut.     

"Kak, yang mana yang harus kita kejar?" Tanya Ma Xiu.     

Ma Chao menggertakkan giginya, "Kau dan aku masing-masing akan mengejar satu pasukan." Ma Chao tidak percaya mereka akan membiarkan Lianpo lolos setelah memilih dua dari tiga skenario yang ada.     

Bukannya Ma Chao tidak ingin membagi pasukannya menjadi tiga. Namun, mereka memiliki kekuatan yang terbatas. Jika mereka tersebar terlalu tipis, mereka mungkin akan mengalami kekalahan.     

Ma Chao mungkin terlihat seperti seorang jenderal ganas, tapi sebenarnya dia memiliki otak yang cerdas.     

...     

Namun, Ma Chao telah meremehkan kecerdikan Lianpo.      

Lianpo tidak berada di dalam ketiga kelompok tersebut. Dia membawa Pasukan Pengawal Pribadinya dan bersembunyi di sebuah hutan kecil yang ada di samping jalan gunung.     

Ketika Kavaleri Harimau dan Macan Tutul pergi, barulah mereka keluar dan menghilang ke dalam rimba belantara.     

Setelah itu, dia datang ke sebuah dusun, di sana dia 'meminjam' pakaian dan lalu berganti pakaian sebelum akhirnya bergerak menuju Yuzhou.     

…     

Mendekati malam hari, Ma Chao memimpin pasukannya kembali. Tidak lama kemudian, Ma Xiu juga memimpin pasukannya dan kembali. Keduanya saling bertukar pandang dan melihat kekecewaan di mata yang lain.     

Ma Chao berteriak memaki, "Si rubah tua itu!"     

"Jahe makin tua makin pedas."     

Walaupun dia tidak berhasil menangkap Lianpo, Kubu Jin Timur hari ini telah mendapatkan kemenangan.     

Dalam pertempuran ini, kurang dari 100 ribu prajurit Lianpo yang berhasil selamat.     

Hanya 50 ribu prajurit pemain yang masih bertahan. Setelah pasukan asli Qin Awal melarikan diri, mereka menghilang ke dalam rimba belantara Jingzhou.     

Satu pertempuran saja sudah membuat mereka ketakutan.     

Sebuah misi penaklukan selatan yang mudah, telah menjadi kekalahan besar.     

Tentu saja, Kubu Jin Timur juga sudah membayar cukup mahal, dan nyaris 50 ribu prajurit mereka telah jatuh dalam tidur abadi. Pasukan Huan Chong mengalami kerugian terbesar, dan total 30 ribu prajurit mereka telah tewas.     

Meski begitu, Huan Chong tidak bisa menyembunyikan semangat dan kegembiraannya.     

Tidak diragukan lagi, kemenangan ini sudah cukup bagi Huan Chong untuk meminta imbalan dari sang kaisar. Ditambah dengan jasanya menghancurkan 30 ribu prajurit Qin Awal sebelum pertempuran ini, Huan Chong telah bersinar dengan terang dalam pertempuran tersebut.     

Dia tidak jauh lebih buruk dari Xie Xuan.     

Di malam hari, Ma Chao menemui Huan Chong untuk mendiskusikan tindakan militer mereka yang berikutnya.     

Sebelum ini, sang Raja telah memberikan instruksi kepada Ma Chao. Tentu saja, Ma Chao mengikuti instruksi tersebut dan mengatakan, "Jenderal Huan, aku akan memimpin pasukanku kembali ke Yuzhou untuk menghancurkan sisa-sisa pasukan musuh. Sedangkan untuk pasukan musuh yang masih berceceran di Jingzhou, aku akan menyerahkan mereka padamu."     

Huan Chong merasa gembira ketika dia mendengar hal tersebut, dan senyumnya menjadi semakin lebar. Huan Chong tahu bahwa para prajurit yang ada di Jingzhou adalah prajurit asli dan tidak memiliki kekuatan tempur yang besar, sehingga merupakan hal mudah untuk menyapu mereka.     

Pasukan pemain yang melarikan diri menuju Yuzhou-lah yang sulit untuk dikalahkan. Sekarang Ma Chao berinisiatif untuk mengambil tugas itu, bagaimana mungkin Huan Chong tidak gembira?     

Huan Chong menangkupkan tangannya, "Kita semua bekerja demi Istana Kekaisaran; jenderal terlalu sungkan."     

Ma Chao mengangguk. Setelah beberapa waktu, dia pamit mundur dan pergi dari sana. Dia tidak bekerja demi Istana Kekaisaran Jin Timur melainkan demi Dinasti Xia Raya.     

Keesokan paginya, Ma Chao mengumpulkan 80 ribu pasukan pemain yang masih tersisa dan mulai bergerak pulang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.