Dunia Online

Menanggung Kemarahan



Menanggung Kemarahan

0Terusan Guiping, Penjara.     
1

Ketika Pei Ju berjalan masuk ke dalam penjara ini, banyak pasang mata memandang ke arahnya dengan pandangan penuh keraguan. Walaupun para tawanan perang ini dikurung di tempat ini, mereka tidak terputus secara total dari dunia luar. Mereka mengetahui dengan jelas kondisi Terusan Guiping yang saat ini tengah diserang oleh musuh, dan situasi mereka benar-benar buruk.     

Dalam situasi seperti ini, dengan datangnya menteri dari Teritori Shanhai ke tempat ini, maka tujuannya dapat dengan mudah ditebak.     

"Kawan-kawan semua." Pei Ju menatap ke sekeliling ruangan, suaranya tiba-tiba dipenuhi oleh pesona, dan diapun berkata, "Tanpa menyembunyikan apapun. Aku yakin kalian semua tahu bahwa Terusan Guiping saat ini tengah berada di bawah serangan musuh."      

Begitu hal ini disampaikan olehnya, semua tawanan perang itu pun mulai saling berbicara satu sama lain. Mendengar tentang diserangnya terusan ini merupakan satu hal, tapi mengetahuinya dari menteri yang bertanggung jawab atas terusan ini merupakan hal yang berbeda. Kilau aneh muncul di mata beberapa orang.     

"Situasi saat ini cukup berbahaya, dan kami bisa kalah kapan saja." Pei Ju lalu mengangkat kedua tangannya untuk menenangkan semua tawanan perang tersebut dan kembali berkata: "Jika kami kalah, Teritori Shanhai akan mengalami kerugian besar. Nyawa kalian pun mungkin akan melayang. Prefektur Guilin telah direbut oleh musuh dan Pasukan Negara Taiping yang ada di sana juga telah disapu bersih. Karena itu, aku meminta kalian semua jangan berharap bahwa musuh akan memperlakukan kalian dengan baik." Kalimat Pei Ju ini sama saja dengan memadamkan harapan yang mulai muncul di hati beberapa orang.     

Sayangnya, beberapa orang dari mereka sama sekali tidak takut akan kematian, atau mereka merupakan orang-orang yang sangat setia pada Hong Xiuquan hingga rela mati untuk dirinya. Setelah mendengar bahwa Prefektur Guilin telah jatuh, mereka sama sekali tidak merasa marah. Malah, mereka merasa sedikit gembira. Musuh dari musuhku adalah kawan. Dan jelas bagi para prajurit setia ini, Shanhai-lah yang merupakan musuh mereka.     

Pei Ju memiliki mata yang sangat tajam, sehingga dia dengan segera menyadari ekspresi aneh dari orang-orang tersebut. Namun, karena mereka tidak muncul untuk memulai kekacauan, membuat Pei Ju kesulitan untuk menghadapi mereka. Karena itu, dia hanya bisa terus mengawasi mereka.     

"Kawan-kawan, ini waktunya bagi kalian untuk membuktikan kesetiaan kalian semua pada Teritori Shanhai. Kenakan zirah, angkat senjata, dan bertempurlah bersama dengan pasukan pribadi dari Marquis Lianzhou – Pasukan Pengawal Dewa Tempur!"     

"Demi Shanhai dan juga kalian sendiri!" Pei Ju tahu bahwa waktu merupakan hal terpenting saat ini, dan dia tidak berharap bahwa pidato panjangnya akan meyakinkan mereka. Dia hanya bisa menghubungkan kejadian ini dengan nyawa mereka dan berharap untuk membangkitkan semangat para prajurit ini.     

Saat dia berbicara, Pasukan Pengawal Dewa Tempur yang tengah mengikutinya mulai mengeluarkan persenjataan yang telah mereka bawa dan mulai memberikan beberapa zirah dan senjata kepada setiap tawanan perang.      

Setelah menerima senjata-senjata ini, aura dari para tawanan perang ini pun berubah. Mereka yang awalnya terlihat lemah, mendadak berubah menjadi kawanan yang haus darah dan menjadi pasukan yang telah melewati berbagai pertempuran.      

"Hen, kalian hanya ingin kami mempertaruhkan nyawa bagi Penguasa kalian!" Tiba-tiba sebuah kalimat kebencian menyebar di antara para kerumunan tawanan perang ini, suara ini juga penuh perasaan merendahkan dan juga amarah.      

Satu gelombang menyebabkan munculnya ribuan gelombang lain.     

"Benar! Kalian tidak bisa bertahan lagi sehingga kalian baru teringat akan kami. Bukankah sekarang sudah terlambat?" Dengan senjata di tangan mereka, mereka kini memiliki kekuatan untuk bicara, sehingga sikap mereka berubah menjadi angkuh.     

"Benar, kalian mengurung kami sebagai tawanan perang. Kapan kalian menganggap kami sebagai manusia? Sekarang, ketika ada masalah yang muncul, tiba-tiba kalian menganggap kami sebagai salah satu dari kalian, jangan bercanda!"     

"Hen!"      

Tiba-tiba, suara-suara keraguan terhadap Pei Ju dan Shanhai mulai terdengar. Pasukan Pengawal Dewa Tempur segera menghunus Golok Tang yang ada di pinggang mereka dan menunggu dengan sikap serius.     

"Kenapa, apa kalian ingin membunuh kami untuk membuat kami diam? Maju sini!" Dengan senjata di tangan mereka, beberapa prajurit mulai menjadi berani. Di antara mereka, jelas seseorang tengah mengipasi api kebencian untuk membuat masalah.     

"Saudara-saudaraku, lihat, mereka sekarang membutuhkan kita, sehingga mereka memperlakukan kita dengan sangat sopan. Begitu pertempuran ini berakhir, kita pasti akan dibuang dan dan ditinggalkan begitu saja oleh mereka."     

"Benar. Daripada bertarung untuk membela mereka, kenapa kita tidak membunuh mereka dan menerobos keluar?"     

"Benar, bunuh mereka dan terobos keluar. Mereka bahkan tidak bisa menyelamatkan diri mereka sendiri, jadi bagaimana mungkin mereka bisa menghentikan kita?" Di bawah pengaruh beberapa orang, kelompok tawanan perang ini mulai menjadi ragu. Beberapa tawanan mulai menatap Pei Ju dengan niat buruk.      

Ketika Pei Ju melihat hal ini, dia mulai merasa merinding. Jika ke-3000 tawanan perang ini benar-benar ingin mencari masalah, maka ke-100 Pasukan Pengawal Dewa Tempur tidak akan mampu menekan mereka.      

Masalahnya sekarang, Pei Ju sangat mencemaskan keselamatan sang Marquis. Semakin lama kondisi ini berlangsung, maka akan semakin berbahaya situasi pertempuran yang tengah dihadapi sang Marquis.      

Karena berpikir seperti itu, ekspresinya menjadi sangat tajam, dan dia pun berteriak, "Kenapa, apa kalian ingin memberontak?" Dalam sekejap, aura menekan pun muncul dari diri Pei Ju dan mengejutkan semua orang.     

Para tawanan perang ini pun mulai ketakutan. Mereka tidak menyangka bahwa pria tua yang terlihat sopan ini dapat memancarkan aura seperti ini ketika marah.     

"Aku ingin memberontak, memangnya apa yang bisa kau lakukan sekarang?!" Masih ada beberapa orang yang tidak merasa takut dan mereka segera menyerbu dengan golok yang terhunus.      

Ketika Pei Ju melihat hal ini, dia terlihat begitu tenang.     

"Lancang!" Pasukan Pengawal Dewa Tempur yang berdiri di belakang Pei Ju langsung mengamuk, dia maju melewati Pei Ju dan memenggal kepala prajurit itu dengan satu tebasan.     

Darah segar menciprati jubah Pei Ju. Dalam sekejap, seluruh tempat ini menjadi hening.      

Semua orang terkejut melihat kekuatan dari Pasukan Pengawal Dewa Tempur. Mereka bahkan tidak bisa melihat dengan jelas ketika dia menebaskan goloknya, dan tiba-tiba kepala temannya telah menggelinding di tanah. Ilmu golok mereka benar-benar sudah berada di tingkat yang jauh lebih tinggi.     

"Mereka telah membunuh teman kita. Saudara-saudaraku, ayo kita bunuh mereka!" Setelah hening sejenak, sebuah kehebohan yang lebih besar langsung meledak, saat kelompok tawanan perang ini merasa emosional. Darah segar yang mengalir di tanah sama sekali tidak membuat mereka takut. Malah, ini semakin membangkitkan niat membunuh mereka.     

Ketika Pei Ju melihat hal ini, matanya segera menjadi sedingin es. Dia tahu bahwa hal ini tidak boleh diulur lebih lama lagi, sehingga dia memberi tanda kepada Pasukan Pengawal Dewa Tempur.      

Pasukan Pengawal Dewa Tempur segera mengeluarkan busur mereka dan mulai memanah para tawanan perang ini.      

Jeritan kesakitan pun meletus. Setelah dilihat lebih seksama, mereka yang telah memancing kerusuhan ini telah ditembak dan jatuh di tanah. Keahlian memanah ini benar-benar mengejutkan seluruh tawanan perang. Ke-100 Pasukan Pengawal Dewa Tempur ternyata sanggup untuk menekan 3000 tawanan perang.      

Ketika Pei Ju melihat hal ini, dia tahu bahwa sudah waktunya untuk kembali berbicara, "Kawan-kawan, coba pikirkan baik-baik apa yang harus kalian lakukan demi keluarga kalian sendiri? Aku tidak ingin kalian bertindak nekat hanya karena ada orang-orang yang memanas-manasi kalian."     

Setelah berhenti sebentar, dia kembali melanjutkan, "Dalam pertempuran ini, siapapun yang berjasa maka identitas sebagai tawanan perang akan dihapuskan. Paduka akan berbesar hati dalam memberikan imbalan bagi kalian."     

"Satu jalur adalah jalan buntu menuju neraka, yang lain merupakan jalur menuju kekayaan. Pilihan apa yang lebih baik untuk kalian ambil, bukankah ini sudah jelas?" Bersama dengan darah yang tercecer di mana-mana, kata-kata Pei Ju menjadi semakin sangat meyakinkan.      

Para tawanan perang yang tersisa tenggelam dalam pikiran mereka. Tanpa adanya orang yang yang memanas-manasi mereka, sebagian besar dari mereka mulai dapat berpikir logis. Terutama bagi mereka yang lahir di Prefektur Xunzhou ini. Setelah merekat teringat akan anggota keluarga mereka yang kini ada di tangan Pasukan Shanhai, mereka segera menjadi tenang.      

"Tuan, katakan apa yang perlu kami lakukan. Kami pasti akan mengikuti perintah Anda." Akhirnya, seseorang melangkah maju dan mengumumkan kesediaannya untuk mengikuti perintah dari Teritori Shanhai.      

Ketika Pei Ju melihat hal ini, dia menghembuskan napas lega dan menunjuk ke arah Pasukan Pengawal Dewa Tempur, "Kalian barusan telah melihatnya. Mereka adalah anggota dari pasukan pribadi Marquis Lianzhou, prajurit terkuat dari Shanhai."      

"Sekarang, mereka akan memimpin kalian untuk maju ke medan tempur."      

Para tawanan perang ini telah melihat secara langsung kekuatan dari Pasukan Pengawal Dewa Tempur. Jelas mereka menerima kepemimpinan Pasukan Pengawal Dewa Tempur. Karena waktu adalah kunci terpenting saat ini, setelah bersiap dengan terburu-buru, Pei Ju segera membawa mereka untuk bergerak menuju ke atas tembok benteng. Dan baru saat itulah, mereka melihat pemandangan yang dilihat oleh Ouyang Shuo.      

Di atas tembok kota, tepat ketika Pei Ju mulai mengingat masa lalu, sebuah suara yang terdengar tegang berteriak dan menyadarkan dirinya.     

"Paduka, laporan intelijen darurat!"      

Pei Ju berbalik dan melihat pembawa pesan yang tengah berlari dengan terburu-buru.     

Ketika Ouyang Shuo mendengar teriakan ini, dia berbalik dan menerima surat itu. Noda darah yang menusuk mata menyelimuti surat yang datang dari Terusan Xuanwu. Di dalam hatinya, sebuah perasaan buruk mulai berkembang.      

Baru saja, dirinya telah melihat ke arah luar tembok kota dan mencemaskan tentang situasi di Terusan Xuanwu. Tanpa adanya bala bantuan, bisakah ke-5000 prajurit yang ada di sana dapat bertahan? Sejujurnya, Ouyang Shuo sama sekali tidak yakin. Tapi antara kedua terusan ini, Ouyang Shuo harus membuat pilihan. Rimba belantara memang sekejam ini.     

Setelah membuka surat itu, dia menemukan lebih banyak darah di dalamnya. Seluruh surat itu ternyata ditulis dengan menggunakan darah segar.     

'Kepada Jenderal Shi Hu:      

Terusan Xuanwu telah diserang secara tiba-tiba. Para prajurit serta diriku akan mempertahankannya hingga akhir. Namun, musuh benar-benar terlalu banyak, dan mereka sudah hampir berhasil menembus pertahanan kami. Sedangkan untuk harapan dan impian dari paduka, aku hanya bisa berterima kasih padanya di alam sana.      

Jenderal, Anda tidak perlu mengirimkan bala bantuan menuju Terusan Xuanwu, karena aku adalah orang terakhir yang masih bertahan. Setelah mengirimkan surat ini, aku akan mati bersama saudara-saudaraku yang lainnya.     

Aku harap, di kehidupan berikutnya kita masih dapat menjadi saudara seperjuangan.     

Bantu aku untuk memberi hormat dan berterima kasih pada paduka raja! –Pejuang Suku Barbar Gunung Tanpa Nama-.'     

Melihat isi surat ini, Ouyang Shuo menjadi murka, air mata pun mulai mengumpul di pelupuk matanya. Para prajurit yang gagah berani ini telah mengorbankan nyawa mereka demi menunjukkan kesetiaan mereka. Dan sebagai objek kesetiaan mereka, Ouyang Shuo tidak memiliki kemampuan untuk menyelamatkan mereka. Dia hanya bisa melihat mereka bertempur dan tewas satu persatu.     

Ini merupakan pertama kalinya Ouyang Shuo membenci Earth Online, dia benar-benar membencinya karena game ini terasa begitu nyata.      

"Serahkan surat ini kepada Shi Hu." Suara Ouyang Shuo terdengar serak, dan penuh rasa lelah yang tidak bisa dijelaskan. Setelah menyerahkan surat itu pada Pei Ju, dia berbalik dan menatap cakrawala.     

Matahari yang tenggelam terlihat luar biasa menyilaukan. Punggung Ouyang Shuo terlihat begitu kesepian dan sedih. Dia bahkan ingin membawa Pasukan Shanhai menuju Guilin dan memulai perang habis-habisan dengan musuh mereka untuk membalas dendam. Sayangnya, situasi saat ini tidak mengizinkannya untuk melakukan hal ini.     

Teritori Shanhai yang sekarang sama sekali tidak memiliki kekuatan untuk mendukung perang besar lainnya. Ouyang Shuo hanya bisa menahan semua rasa sakit dan penderitaan ini untuk sementara waktu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.