Dunia Online

Merubah Parit Menjadi Jalan



Merubah Parit Menjadi Jalan

2Di tembok kota, Zhao Sihu menatap ke arah pasukan Suku Nomaden yang bergerak maju, di wajahnya tergambar ekspresi kegigihan.      1

Berdasarkan instruksi dari Daiqin, Hari Chagai dan Hu Leigen memilih area sungai terjauh dari Region Kota Persahabatan. Niat Daiqin terlihat sangat jelas, dia bermaksud menghindari area kota dalam Kota Persahabatan dan berniat langsung menerobos masuk Kota Shanhai.     

Siasat kecilnya ini telah diperhitungkan oleh Baiqi.     

Di satu-satunya bagian di mana tembok luar telah selesai dibangun, 10 ribu pemanah telah berbaris. Unit Dewa Mesin juga berbaris di bagian tengah tembok utara, para pemanah dan pemanah busur silang dari Divisi Pertahanan Kota telah dikirim ke sisi timur, Resimen Pemanah dan Pemanah Busur Silang dari Divisi 1 telah ditempatkan di sisi barat tembok utara.     

Di sisi timur dan barat, pasukan Suku Nomaden datang dengan membawa karung pasir. Sebelum mereka dapat mendekati sungai pelindung kota, hujan panah telah menyambut mereka.     

Hujan panah ini membuat mereka kesulitan untuk bergerak maju.     

Dengan setiap langkah maju mereka, ratusan prajurit akan terluka.      

Di barat, Hari Chagai menghijau. Di dalam hatinya, sebuah perasaan buruk mulai terbentuk.     

Musuh berada tepat di depan mereka, sehingga dia tidak bisa berpikir terlalu jauh. Dia sudah memerintahkan pasukannya untuk terus maju dan jangan mundur. Jika tidak, dia akan mencoreng muka seluruh sukunya.     

Memikirkan hal ini, Hari Chagai mengangkat karung tanah ke atas kepalanya dan melindungi kepalanya sambil menerobos maju.      

Tindakan Hari Chagai ini dalam sekejap berhasil dan mulai berefek.     

Para prajurit belajar dari jenderal mereka dan maju sambil menghadapi hujan panah.     

Saat panah mengenai karung tanah, panah akan terhenti dan tidak lagi menjadi ancaman bagi prajurit. Karung ini merupakan perisai alami, bahkan lebih efektif dari perisai biasa.     

Tiba-tiba, para prajurit di sisi barat bergerak dengan cepat dan berhasil mencapai Sungai Pelindung Kota.     

Tujuan mereka adalah membendung sungai ini untuk membuat jalan bagi pasukan mereka.     

Di tembok kota, di tengah Resimen 3 dari Divisi 1, Kolonel Resimen Pemanah Jiang Kai tertawa dingin begitu melihat pasukan musuh yang menggunakan metode sekuno itu, "Aku ingin lihat bagaimana kalian bisa mundur."     

Sesuai perkiraannya, begitu Suku Nomaden melempar karung tanah itu, mereka tidak lagi memiliki perisai dan terkena tembakan dari hujan panah.     

Saat itu kematian menjemput mereka.     

Yang lebih menyakitkan lagi adalah mereka yang beruntung masih harus memanggul karung kedua untuk terus memenuhi sungai.     

Jika bukan karena ketangguhan mereka, orang biasa pasti tidak akan memiliki keberanian untuk kembali ke sungai pelindung kota sambil memanggul karung yang baru.     

Hari Chagai sebagai jenderal, memiliki pengawal yang mengangkat perisai mereka untuk melindunginya saat dia mundur, sehingga jelas dia tetap aman.     

Sayangnya, perisai mereka bukan perisai dengan kualitas yang baik, dan prajurit biasa tidak akan memiliki perlengkapan yang baik.     

Jarak 300 meter menjadi region kematian. Setiap detik, akan ada orang yang mati. 5000 pasukan musuh menjadi semakin kecil dengan semakin berlalunya waktu.     

Melihat pemandangan ini, Wajah Hari Chagai menghitam, dan dia tidak lagi sepercaya diri sebelumnya. Dia dapat merasakan bahwa dirinya telah ditipu, dan dia tertipu cukup parah.     

5000 prajurit ini merupakan 90% jumlah pasukan Suku Tianying. Jika mereka semua tewas di tempat ini, Suku Tianying akan ditelan oleh para suku tetangganya.     

Berpikir seperti ini, Hari Chagai merasa merinding.     

"Pergi, laporkan pada komandan, katakan bahwa musuh terlalu kuat dan kita membutuhkan bala bantuan!" Hari Chagai tidaklah sebodoh itu dan dia tahu kapan waktunya meminta bantuan.     

Karena dia akan mati, dia lebih memilih untuk menyeret suku lain mati bersama dirinya.     

"Siap!" Pengawalnya berbalik dan pergi.     

Unit Pemimpin Pasukan Aliansi Suku Nomaden.     

Unit pemimpin telah membangun sebuah panggung tinggi dan memperhatikan medan tempur dari sana, mereka dapat melihat semuanya.     

Di panggung tinggi ini, Daiqin berdiri di tengah dan di sebelahnya adalah Lakhshen dan kelima jenderal lainnya.     

Ketika kelima jenderal melihat pembantaian yang terjadi di medan tempur, mereka berubah pucat dan diam-diam merasa senang bahwa kemarin mereka tidak bertindak gegabah. Jika tidak, yang akan menerima hujan panah sekarang pasti adalah mereka.     

Pengawal pribadi Hari Chagai bergegas naik ke panggung besar itu dengan kecepatan tertingginya.     

Dia langsung berlutut dengan panik dan berkata dengan lantang, "Komandan, pasukan musuh terlalu kuat. Kami tidak mampu menanganinya dan membutuhkan bala bantuan."     

Begitu dia berkata begitu, semua jenderal yang ada di panggung memiliki ekspresi yang berbeda-beda.     

Hanya Daiqin yang masih nampak biasa dan tertawa, "Bukankah Hari Chagai berkata kemarin bahwa dia akan berhasil? Kenapa? Ini baru setengah jam, dan dia sudah tidak mampu bertahan?"     

Walau kata-kata Daiqin disampaikan dengan senyuman, hal ini cukup membuat orang bunuh diri karena malu.     

Wajah pengawal itu berubah merah. Tuannya baru saja dihina, dan sebagai pengawal dia merasa sangat terhina dan malu. Untunglah, dia masih cukup rasional, dan memikirkan para saudaranya yang tewas di medan perang dia menjerit, "Komandan! Kau sangat murah hati, mohon ampuni kebodohan kami!"     

Saat dia mencapai beberapa kata terakhir, dia sudah nyaris menangis. "Komandan, mohon Anda memandang Suku Tianying! Anggota suku kami telah berusaha sebaik mungkin, tidak akan ada yang berkata bahwa kami bukanlah pemberani."     

Saat kata-kata itu disampaikan, ekspresi semua orang berubah. Prajurit di sekitar mereka juga menghapus ekspresi menghina mereka, yang semuanya telah berubah menjadi rasa hormat. Dipikir lagi, dalam kondisi hujan panah seperti ini, Suku Tianying tidak mundur. Mereka memang orang-orang yang gagah berani.     

Jika itu adalah mereka, mereka juga tidak akan mampu melakukan yang lebih baik dari Suku Tianying.     

Daiqin tetap tersenyum dan memuji si pengawal. Dia benar-benar bukan orang sembarangan. Dengan beberapa patah kata, dia merubah seluruh situasi ini.     

Orang tidak akan mengira bahwa Hari Chagai yang kasar dan bodoh akan memiliki orang berbakat seperti ini.     

Tepat ketika Daiqin baru akan berbicara, pengawal pribadi Hu Leigen juga berlari menemuinya. Dia kehabisan napas dan mengatakan, "Komanan kekuatan musuh terlalu kuat, mohon izin untuk mundur!"     

"Omong kosong!" Daiqin sangat kesal dan semua orang langsung terdiam. "Apa kau pikir perintah militer hanyalah gurauan, dan ingin mundur sesukamu?"     

"...."     

"Kembali dan katakan pada Hu Leigen bahwa aku telah membuat rencana. Jika dia berani untuk mundur, aku sendiri yang akan mencabut nyawanya!" Daiqin menatap pengawal yang ketakutan itu, dari sana dapat dilihat matanya yang merendahkan dirinya.     

Keduanya adalah pengawal tapi jarak antara mereka benar-benar terlalu jauh.     

"Paham!" Pengawal Hu Leigen segera menjawab sebelum berlari menjauh.     

Daiqin pasti tidak akan membiarkan mereka mati. Dia ingin menekan suku lain tapi syarat utama untuk itu adalah mereka harus berhasil memenangkan perang ini lebih dulu. Jika tidak, semua sia-sia.     

Dia tidak menghina pengawal pribadi Hari Chagai agar Suku Tianying mengingat kebaikannya, karena itu akan jauh lebih baik baginya di masa depan.     

Walau Daiqin adalah seorang jenderal, dia juga memiliki otak untuk pemerintahan dan politik.     

Setelah muncul gangguan kecil, Daiqin berbalik pada para jenderalnya dan bertanya, "Siapa yang bersedia untuk membantu kedua suku ini?"     

Mereka semua saling memandang, menghormati Suku Tianying adalah satu hal, tapi bergerak membantu mereka adalah hal yang berbeda. Ini akan menjatuhkan korban dari pihak pasukan mereka, tidak ada yang bodoh diantara mereka semua.     

"Kenapa? Jangan bilang bahwa para pria padang rumput ternyata merupakan telur lembek dan pengecut!" Daiqin merasa tidak senang, dan di saat yang sama, dia membuat tanda pada Lakhshen.     

"…"     

Lakhshen memahaminya, dia tahu bahwa sekarang merupakan saatnya bagi Suku Tian Qi untuk bertindak. Walaupun Daiqin merupakan komandan pasukan aliansi, dia tidak bisa terlalu memaksakan kehendaknya pada pasukan suku lain. Di saat kritis, dia sendiri juga harus bertindak.     

Jika dikatakan bahwa pasukan perintis merupakan pasukan sukarela, tidak bergabungnya Suku Tian Qi masih dapat dimengerti. Namun, jika sekarang, Suku Tianqi membiarkan suku lain mengorbankan pasukan mereka sementara dirinya tidak melakukan apa-apa, maka ini akan menjadi masalah.     

Tidak peduli sehebat apapun Baiqin, dia tidak akan mampu meyakinkan yang lainnya.     

Tidak perlu dikatakan lagi, para suku lain juga memiliki keberatan dan kekhawatiran terhadap Suku Tian Qi. Jika sikap berat sebelah ini terlalu jelas terlihat, para jenderal lain juga bukan orang bodoh yang bisa dipermainkan dengan mudah oleh Daiqin.     

"Komandan, aku bersedia membantu!" Lakhshen berjalan maju.     

"Bagus! Kau akan memimpin 5000 prajurit untuk membantu Suku Tianying." Daiqin tersenyum, ekspresinya berubah secepat buku yang dibalik. "Apa ada yang juga bersedia untuk membantu Suku Tianshu? Jika tidak, maka aku sendiri yang harus memilih."     

Lakhshen berjalan maju, dan lima jenderal lainnya menunggu untuk dipilih.     

Pada titik ini, mereka tidak bisa menolak.     

"Komandan, aku bersedia!" Xirigou Lige dari Suku Tiangou berjalan maju.     

Daiqin mengangguk, Suku Tiangou dan Tianshu merupakan sekutu rahasia, sehingga tidak mengherankan bahwa dirinya akan maju untuk membantu mereka. "Baiklah, kau akan memimpin 5000 prajurit untuk membantu Suku Tianshu."     

"Siap!"     

Daiqin menatap Lakhshen dan Xirigou Lige dan berkata dengan serius, "Ingatlah, kalian harus meratakan sungai itu hari ini. Tidak boleh mundur atau kalian akan dipenggal."     

"Baik!"     

Kedua pasukan bergerak keluar dari barak untuk membantu Suku Tianying dan Suku Tianshu.     

Zhao Sihu berdiri di tembok kota, dan melihat bala bantuan musuh, dia bergumam, "Baiqi benar-benar memperkirakan semuanya layaknya seorang dewa!" Zhao Sihu lalu berbalik dan memberitahu pengawal pribadinya, "Sampaikan perintahku, kavaleri bersiaplah!"     

"Baik!"     

Setelah bala bantuan bergegas ke sana, Hari Chagai dan Hu Leigen menghembuskan napas lega. Dalam satu jam, mereka telah kehilangan separuh pasukan mereka. Jika mereka berusaha bertahan, pasukan mereka akan runtuh sepenuhnya.     

Satu-satunya perbedaan adalah Hari Chagai merasa tersentuh dan berterima kasih atas bantuan ini. Sedangkan Hu Leigen marah karena Daiqin menghinanya.     

Lakhshen menatap hujan panah di depannya dan membeku. Pemandangan pertempuran ini terlihat biasa jika dilihat dari jauh, tapi dari dekat, ini merupakan hal yang sangat menakutkan.     

Dalam waktu singkat, panah telah membentuk lapisan demi lapisan di atas tanah.     

Sulit bagi Suku Tianying untuk bertahan hidup hingga saat ini. Memikirkan hal ini, Lakhshen juga merupakan pemberani dan segera mengirim seluruh pasukannya untuk maju.     

Ketika bala bantuan tiba, tingkat kecepatan pasukan aliansi dalam membendung sungai menjadi bertambah.     

Dapat dilihat bahwa sungai hampir berhenti mengalir dan terbagi dua.     

Kemenangan sudah di depan mata mereka, dan pasukan dari kedua suku menjadi bersemangat. Mereka akhirnya berhasil keluar dari mimpi buruk ini.     

Tiba-tiba, gerbang utara Kota Persahabatan terbuka. Kavaleri menyembur keluar dari gerbang dan menerjang langsung ke arah Suku Tianshu dan Tiangou.     

Untuk mengisi sungai pelindung kota dengan karung tanah, pasukan Suku Nomaden menggunakan kavaleri mereka sebagai infanteri, menghadapi serbuan kavaleri, tidak ada yang bisa mereka lakukan     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.