Memanggil Pedang Suci

Kacau



Kacau

0

Gadis kecil itu memiliki sebuah mimpi.

0

Pahlawan-pahlawan terkenal yang memiliki senjata-senjata legendaris membantai semua makhluk jahat yang menghalangi jalan mereka. Di akhir perjalanan, mereka akan mendapatkan kemenangan yang besar atas pemimpin makhluk jahat dan dianugerahi dengan kehormatan dan kejayaan yang tak terkira jumlahnya. Ketenaran mereka pun akan menyebar ke seluruh negeri – sayang, pada akhirnya mimpi hanyalah mimpi. Hal itu tidak sesuai dengan pemandangan di depannya, dimana para 'pahlawan' mengais barang-barang jarahan dari mayat-mayat musuhnya demi mengumpulkan sumber daya yang cukup untuk petulangan mereka selanjutnya.

Kenyataan memang kejam.

Saat Marlene melihat ketiga temannya yang memeriksa mayat-mayat busuk itu, beberapa koin emas dan benda-benda aneh lainnya muncul dari dalam tubuh mereka. Marlene hanya bisa berdiri dan memprotes perbuatan mereka dari samping dengan ekspresi masam.

"Ini adalah penistaan terhadap orang-orang mati!"

Sayang, peringatannya tidak digubris sama sekali.

"Kau bercanda ya."

Rhode mencibir ketika dia meraih beberapa koin emas yang terjatuh di tanah dan memasukkannya ke saku.

"Kita ini prajurit bayaran, dan mereka musuh kita. Tentu saja kita harus mengambil apa yang pantas kita dapatkan. Lalu…tentang 'penistaan terhadap orang mati itu', kurasa Necromancer Pavel sendiri sudah terlebih dahulu menistai mereka, jadi kurasa mayat-mayat ini tidak akan keberatan jika dinistai sekali lagi."

"Tidak masuk akal! Lize! Apa kau dengar kata-kata orang ini? Apa yang kau –"

Ketika Marlene berbalik dan melihat Lize mengambil sebuah kalung perak dari leher salah satu mayat dengan hati-hati, dia tidak dapat melanjutkan kalimatnya.

"Ah, ini…"

Muka Lize memerah dan gadis itu tersenyum canggung. Bukannya dia tidak mengerti jalan pikiran Marlene. Bagaimanapun juga, saat Lize pertama kali bergabung dengan kelompok prajurit bayarannya, dia juga ribut seperti Marlene. Tapi sekarang…

"Pendapatan kelompok kita sangat sedikit, jadi…"

Walaupun suaranya terdengar menyesal dan wajahnya yang sedikit merah terlihat malu, tangannya masih mencari-cari mayat tersebut dengan jeli.

"Tapi bukankah kita akan menerima imbalan saat menyelesaikan misi ini?"

"Apa kau pikir jumlah imbalan itu cukup untuk kita? Nona?" Kali ini Walker yang menjawab pertanyaan Marlene.

Tidak seperti Lize, pria tua itu tampak seperti perampok makam professional. Dia bahkan tidak ragu memotong lengan salah satu mayat untuk mengambil cincinnya. Kemudian dia juga mengeluarkan pisau dari sakunya dan memotong tengkorak mayat itu, mengeluarkan sejumlah minyak mayat. Melihat pemandangan itu membuat Marlene ingin muntah.

"Setiap kali kita menyelesaikan misi, kita hanya menerima seratus koin emas, dan terkadang jumlahnya lebih kecil dari itu. Saat ini anggota kelompok ini masih sedikit. Tapi biasanya, sebuah kelompok prajurit bayaran memiliki setidaknya sepuluh anggota. Semuanya bertarung mempertaruhkan nyawa mereka demi beberapa koin emas. Tapi apa yang bisa dilakukan oleh uang dalam jumlah sekecil ini? Kita harus makan dan minum, dan kita juga membutuhkan biaya untuk merawat senjata dan baju pelindung kita. Kau pikir kita tidak butuh uang sama sekali untuk melakukan semua hal tersebut? Selain itu, kita hanya menerima imbalan jika kita berhasil menyelesaikan misi. Lalu bagaimana kalau kita gagal? Kau ingin kita kelaparan dan sakit-sakitan?"

Marlene tidak bisa menyangkal kata-kata Walker, jadi dia hanya berdiri terdiam di samping dan mengamati teman-temannya menjarah mayat-mayat tersebut. Begitu mereka bertiga selesai memeriksa mayat-mayat itu, kelompok itu melanjutkan perjalanan mereka seolah-olah tidak ada yang terjadi.

Setelah insiden serangan pertama, mereka menghadapi banyak sergapan musuh setelahnya, tapi di bawah kepemimpinan Rhode yang kompeten, mereka bisa melewatinya tanpa masalah besar. Walaupun mereka hanya berempat, berkat pengalaman Walker yang beragam, kemampuan Lize untuk menghambat gerakan para mayat hidup, dan sihir Marlene yang memiliki jangkauan luas, mereka bisa mengalahkan musuh-musuh mereka dengan mudah.

Ketika mereka menelusuri terowongan itu lebih jauh, udara menjadi semakin berat dan lembab. Kegelapan terlihat mengikis dan menggerogoti cahaya suci Lize yang digunakan sebagai penerangan. Rhode berjalan pada posisi paling depan dalam kelompok itu. Dia menggenggam pedang Tanda Bintang di tangannya dengan erat sambil mengamati kegelapan di depannya dengan waspada. Berdasarkan spekulasinya, Rhode percaya bahwa Necromancer Pavel telah menyadari keberadaan mereka.

Bagaimanapun juga, mereka sudah membunuh banyak mayat hidup sepanjang perjalanan. Tentunya Necromancer itu akan menyadari bahwa ada yang tidak beres saat dia kehilangan kontak dengan mayat hidup sebanyak itu. Kalau saja Rhode memiliki anggota yang lebih banyak, dia tidak keberatan mendatangi ruangan bos dan menantangnya langsung. Tetapi, saat ini hanya ada tiga orang yang menemaninya, dan dia tidak ingin mengambil resiko tersebut. Terlebih, di dunia ini, tidak ada yang namanya sihir pembangkitan.

Rhode menurunkan tangan kirinya dan memberi isyarat pada tiga orang di belakangnya untuk berhenti. Dia mengamati keadaan sekitarnya sekali lagi, dan berbicara pelan dengan mereka, "Sebentar lagi kita akan berhadapan dengan Necromancer Pavel. Aku akan menjelaskan strategi kita sekarang, dan ingat, kalian harus selalu mengingat kembali apa yang kukatakan di sini karena aku tidak selalu bisa memberikan perintah pada kalian di tengah pertarungan. Kalau kalian lupa…maka…yah kukira kalian bakal mati duluan sebelum aku bisa memberi hukuman."

Mereka bertiga segera meningkatkan kewaspadaan mereka ketika mendengar bahwa pertarungan penentuan sudah dekat. Selain itu, ketika mendengar suara Rhode yang datar, entah kenapa mereka semakin bersemangat. Sepanjang jalan ke sini, Marlene telah menerima banyak saran berharga dari perintah-perintah Rhode. Meskpun dia sudah memiliki kemampuan serta pengalaman yang dia dapatkan dari pelatihan di akademi, di bawah arahan Rhode, Marlene dapat memahami kemampuannya dengan lebih baik. Ketika gadis itu mengeluarkan sihirnya menurut perintah Rhode, dia mendadak sadar bahwa sihir-sihir yang ia pelajari memang harus digunakan dengan cara seperti itu. Hal itu juga membuat Marlene berhenti meragukan kata-kata Rhode dan mulai menuruti perintahnya tanpa protes sama sekali.

Sedangkan untuk Walker, meskipun dia masih merasa tidak puas dengan perlakuan Rhode…setidaknya pria tua itu tidak berniat membantahnya.

"Lize."

Rhode menatap ke arah Lize yang berada di belakangnya dan memberinya perintah terlebih dahulu karena gadis itu memiliki peran terpenting di dalam pertarungan ini.

"Aku yang akan bertanggung jawab untuk menyibukkan Necromancer itu. Pertama-tama, kau harus ingat untuk memberikan perlindungan pada yang lainnya. Kecuali aku memberimu perintah, kau dilarang untuk membuang tenagamu untuk membantuku. Necromancer Pavel memiliki pertahanan yang tangguh, jadi Marlene yang akan bertanggung jawab untuk memecahkan pertahanannya. Ingat, keluarkan sihir penyeranganmu hanya jika pertahanan Necromancer itu sudah sirna. Kalau tidak, kau hanya akan buang-buang tenaga."

"Baik, aku mengerti, tuan Rhode." Lize menganggukkan kepala.

Setelah memastikan bahwa Lize sudah memahami tugasnya, Rhode menoleh ke arah Marlene.

"Nona Marlene, seperti kataku tadi, tugasmu adalah menghancurkan pelindung yang membungkus tubuh Necromancer tersebut. Dengan sihirmu yang kuat, seharusnya tugas ini tidak terlalu sulit. Jika ada yang tidak bisa kau lakukan, segera beri tahu aku, dan aku akan menanganinya. Meskipun aku akan terus menarik perhatian dan menyibukkan Necromancer itu, dia mungkin akan tetap berusaha menyerangmu. Karena itulah ketika kau melancarkan sihirmu, perhatikan keadaan sekitar. Prioritaskan untuk menjatuhkan mayat hidup yang kau temui sebelum menyerang Necromancer Pavel. Dan yang terakhir, kau dilarang bertarung dengannya hingga aku memberi perintah."

"Baik, tidak masalah. Serahkan saja padaku."

Setelah melihat kemampuan analisis Rhode di medan pertempuran, jawaban Marlene semakin mantap.

Kemudian Rhode menoleh lagi ke arah Walker.

"Tuan Walker, tugasmu cukup sederhana. Di dahi Necromancer Pavel, ada sebuah permata – batu itu terlihat mencolok, jadi kurasa kau tidak akan melewatkannya. Tugasmu adalah menembak permata itu saat musuh kita bersiap untuk mengeluarkan sebuah sihir. Bahkan dengan kekuatanmu, kurasa masih sulit memecahkan permata itu. Tapi jangan khawatir, yang harus kau lakukan hanyalah menunda Necromancer itu untuk mengeluarkan sihir. Dan aku harap kau bersedia menjaga dua gadis ini, kalau-kalau ada bahaya yang tidak terduga, tolong peringatkan mereka."

Rhode berbicara panjang lebar, namun tidak ada jawaban dari Walker. Sebaliknya, dia mengerutkan alis.

"Anak muda, sepertinya aku mendengar suara dari situ."

Si tua Walker mengangkat tangan dan menunjuk ke arah sebuah terowongan.

"Di situ?"

Mata Rhode mengikuti arah yang ditunjuk oleh Walker, dan seketika wajahnya berubah masam.

Saat ini, mereka sedang berdiri di sebuah persimpangan. Satu jalan mengarah ke Necromancer Pavel, satu jalan yang lainnya buntu, dan satu jalan di belakang mereka merupakan terowongan yang dilalui oleh Rhode dan kawan-kawan. Dan terowongan terakhir, adalah terowongan yang dimaksud Walker. Terowongan itu terhubung dengan pintu masuk utama ke dungeon ini, yang biasanya dilalui oleh orang-orang jika tidak melewati 'jalan pintas' Rhode.

Dan sekarang, Walker berkata bahwa ada gerakan dari terowongan tersebut.

Rhode memberi syarat pada mereka semua untuk tetap diam dan menutup matanya. Tidak lama kemudian, dia mendengar suara samar-samar dari pertarungan dari balik terowongan itu. Sepertinya memang ada kelompok lain yang bertarung di situ, dan tujuan mereka sama dengan Rhode dan kawan-kawan.

Apa yang harus dia lakukan sekarang?

Rhode mengerutkan kening dan melihat ke arah tiga orang di belakangnya. Necromancer Pavel tidak sulit untuk ditaklukkan, tapi dengan kelompok yang hanya berisikan empat orang, mereka membutuhkan waktu yang cukup lama untuk melakukan hal tersebut. Pada saat itu, mereka tidak tahu apa yang akan terjadi. Jika mereka tertusuk dari belakang oleh musuh lain di tengah pertarungan, maka situasinya bisa lebih merepotkan.

Orang-orang yang memainkan game online tahu bahwa ada sebuah peraturan tak tertulis tentang larangan kill steal (Mencuri kill atau Pembunuhan terhadap suatu bos. Game online biasanya hanya memberikan hadiah terbanyak pada orang atau kelompok yang membunuhnya , atau suatu hadiah eksklusif pada orang yang memberikan pukulan terakhir, jadi melakukan kill steal terhadap pemain bermain lain dianggap tabu dalam game online) terhadap bos. Jika itu adalah bos biasa, mungkin tidak terlalu masalah, tapi terhadap Bos sebuah misi seperti ini…sulit dikatakan. Lagipula, bos biasa dianggap seperti kendaraan umum – siapapun bisa menaikinya asal berada di dekatnya. Dalam game, bos bisa hidup kembali setelah beberapa saat, namun bagaimana jika hanya ada satu bos…?

Banjir darah mungkin tidak cukup untuk menggambarkan situasi horror tersebut…bahkan sebuah tanah lapang yang penuh dengan mayat-mayat berdarah masih tidak cukup.

Sebagai mantan pemimpin guild terkuat dan seseorang yang menyandang julukan Firstblood legendaris, Rhode sudah terbiasa dengan situasi seperti ini. Dia pun menunda pertarungan dengan sang Necromancer dan berencana untuk menyambut tamu tak diundang tersebut, tapi…

Rhode menoleh ke arah belakang dan menatap tiga orang di belakangnya.

Lize terlihat panik; gadis itu tahu bahwa berhadapan dengan musuh lain di waktu seperti ini bukanlah hal yang bagus. Di sisi lain, Marlene terlihat biasa-biasa saja. Tidak mengherankan, mengingat pengalamannya yang sangat minim sebagai prajurit bayaran. Sedangkan untuk veteran seperti Walker, pengetahuannya mengenai masalah ini tidak perlu dibahas lagi. Memangnya untuk apa dia mengingatkan Rhode tentang hal tersebut?

Nah…kira-kira apa yang harus kulakukan? Haruskah aku menyambut mereka?

"Kalau begitu ayo kita ke sana dan bertemu mereka."

Tidak lama kemudian, Rhode membuat sebuah keputusan. Jika musuh mereka memang tangguh, maka dia akan memanfaatkan kegelapan tempat ini untuk menjatuhkan mereka dengan cepat sebelum situasinya berubah menjadi sulit. Jika mereka sudah sekarat, maka dia hanya akan menyaksikan kematian mereka. Pokoknya, mereka harus disingkirkan.

Pertarungan itu tidak jauh dari tempat mereka, tapi di luar dugaan, keadaan 'para tamu' mereka sudah cukup gawat ketika Rhode dan kawan-kawan tiba. Bahkan, bisa dibilang mereka sudah di ambang kematian.

Pendatang-pendatang baru itu juga berada di tambang tersebut. Segerombolan mayat hidup menyerang ke tengah ruangan tempat target mereka berada, yang berusaha mencegah para pendatang baru untuk memasuki teritori mereka. Meskipun kelompok pendatang baru itu memiliki lebih banyak anggota dibandingkan dengan kelompok Rhode, secara keseluruhan kekuatan mereka jauh di bawah kelompok Rhode dan kawan-kawan. Rhode sendiri yang telah mengamati formasi mereka dan menggelengkan kepala.

Tiga Swordsman, dua Thief, dan satu tank (petarung garis depan).

Dalam satu lirikan, Rhode melihat kelemahan formasi mereka. Kelas petarung jarak dekat memang sangat ahli dalam pertarungan jarak dekat, tapi di tempat yang penuh oleh mayat hidup, mereka hanya akan menjadi makanan empuk. Mayat hidup merupakan makhluk yang tidak memiliki rasa takut akan kematian. Selama level petarung-petarung jarak dekat itu tidak terlalu tinggi, bagi para mayat hidup menghadapi mereka bukan masalah. Dan prajurit-prajurit bayaran di kelompok itu ternyata memiliki level di bawah sepuluh; mereka bahkan tidak bisa menggunakan teknik kondensasi energi pedang. Meskipun begitu, bahwa mereka mampu bertarung sampai sini juga merupakan sebuah prestasi tersendiri.

Sampai sini saja perjalanan mereka.

Salah satu Thief diserang oleh sebuah mayat hidup, dia membalik tangannya dan menusuk tenggorokan musuhnya. Gerakannya cepat dan gesit; jika musuhnya hanyalah manusia biasa, mereka sudah mati dari tadi. Tapi serangan itu jelas tidak cukup untuk menjatuhkan mayat hidup di depannya. Mayat hidup itu mengangkat tangannya dan memukul Thief itu.

"Woah!!

Thief malang itu tidak bisa menghindar tepat waktu dan terlempar jauh sebelum terbentur keras di tanah. Tanpa ampun, sepasang tangan dingin dan kusut meraih tubuhnya.

"Aaaaaaa!!!"

Diikuti oleh sebuah teriakan yang melengking, darah mengalir keluar dari mulut mayat hidup itu, dan Thief yang malang itu tidak bergerak lagi.

Melihat kematian salah satu rekannya, formasi mereka mulai goyah, dan tekanan di pundak mereka semakin berat karena kehilangan salah satu teman seperjuangan. Tiba-tiba sebuah pilar api terang meledak dari dalam gerombolan mayat hidup itu, menewaskan sebagian besar mayat hidup dan memberikan waktu pada kelompok pendatang baru itu. Kemudian, seorang wanita berambut merah keluar dari dalam pilar api tersebut dengan terhuyung-huyung, wajahnya pucat dan seluruh tubuhnya berlumuran darah. Bahkan baju pelindung kulitnya penuh lubang dan lumuran darah.

Saat melihat wanita itu, Lize terkejut.

"Kakak Shauna!"

Pada saat, ketika mendengar teriakan Lize, Rhode membuat keputusan.

"Marlene, bersiaplah."


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.